Aku mengurung diriku di kamar sendirian. Betapa beratnya hati ini untuk menerima kepergian Papa. Sepuluh jam yang lalu, aku masih bercengkrama dengan Papa. Bahkan Papa masih sempat-sempatnya menggodaku tentang masa depan dengan Reyhan. Aku hanya bisa tersimpu malu mendengar segala godaan Papa yang ditunjukkan padaku kala itu.
Sayang, apapun yang terjadi antara kamu dan Reyhan nanti, kamu harus percaya kalau itu adalah takdir Tuhan yang sudah digariskan untuk kalian! Begitulah ucapan Papa sehari sebelum beliau meninggal dunia.
“Papa... aku kangen Papa!” air mataku sudah habis terkuras. Jenazah Papa sudah disemayamkan di peristirahatan abadinya. Aku hanya bisa memeluk foto Papa untuk menuntaskan rasa rindu. Aku sayang Papa!
Tok! Tok!
Suara ketukan pintu kamarku terdengar. Aku bangkit dari tempat tidur tanpa tenaga. Sambil menghapus bulir-bulir air yang tersisa di pipi. Dengan hidung yang sudah agak mampet dan suara yang serak, aku berdiam dulu beberapa detik di depan pintu, memegangi kenop pintu tanpa berniat aku buka dulu. Aku tak tahu harus menghadapi orang lain bagaimana, aku benar-benar jatuh! Sejatuh-jatuhnya! Aku butuh sandaran.
Aku menghela napas dan ku coba untuk berdamai dengan perasaanku. Lalu aku membuka pintu kamarku dengan perlahan.
“Ayy...” ucap suara itu dengan lirih. Aku menangis lagi kala melihat orang dengan muka yang masih tampak pucat itu ada di depanku sekarang. Reyhan! Orang yang aku butuhkan sudah ada di sini. Aku langsung menyerbunya, memeluknya dan mengeluarkan lagi segala kesedihan yang menghantui aku sejak tadi. Iya, aku butuh dia! Aku butuh lelaki ini untuk meluapkan segala patah hatiku.
Aku tak sanggup mengucap kata. Reyhan menghela napas panjang kala aku ada di dalam dekapannya. Dia mengelus lembut rambutku yang sudah acak-acakan tak karuan. “Maaf aku baru datang, Ayy!”
Tidak! Aku tidak membutuhkan kata maaf darinya. Yang aku butuhkan hanya dia. Hanya bahunya untuk aku bersandar.
“Papa udah pergi, Rey! Dia ninggalin aku dan Ibu.”
“Papa gak pergi. Papa tetap menjaga kalian di surga!”
“Rey... aku... aku sayang kamu!” ucapku sambil menambah erat pelukan itu. Dan kalau boleh jujur, selama hampir empat tahun aku dan Reyhan berpacaran, itulah kali pertama aku menyatakan kalau aku menyayanginya. Iya, itu adalah pernyataan pertamaku selama ini, selama kita berpacaran. Dan itu membuatku lega karena akhirnya aku bisa mengatakannya!
seruuuuu, alur cerita di awal bikin penasaran. dengan gaya bahasa yang mengikuti jaman jadi asikk bangettt bacanya.
Comment on chapter Bab 1 : Bagian 2