Akhirnya, Reyhan dinyatakan lulus dan dia sudah resmi menyandang gelar sarjana di belakang namanya. Hal itu tentu saja membuat lelaki berambut agak ikal itu merasakan lega yang teramat sangat..
“Ayyana gak ke sini?” Tanya Ira yang sama-sama wisuda hari itu juga. Reyhan menggeleng.
“Dia kerja, Ra, dan gue juga gak mau kalau bokap gue lihat dia di sini!” ucap Reyhan. Ira mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti. “Bokap gue udah gak pernah bahas soal kita. Apa itu artinya bokap gue udah insyaf, Ra?” Ira terkekeh geli mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh sahabat somplaknya itu.
“Maybe? He he he,” ucap Ira. “Gue cuma bisa berharap, semoga orang tua kita gak terus-terusan memaksakan kehendaknya sama kita. Soalnya kita juga layak mendapatkan kebahagiaan kita masing-masing, Rey!” Reyhan mengangguk setuju.
“Sayang...” Reyhan dan Ira yang sedang terlibat percakapan, mendadak terhenti kala satu suara menyapanya.
“Mama?” ucap Reyhan. “Ada apa?”
Mamanya Reyhan nampak berat mengatakan apa yang hendak ingin dia sampaikan. Namun sepertinya hal itu mendesak, dia harus menyampaikan sesuatu pada anaknya. “Di pertemuan malam ini, kalian tidak usah datang. Mama mohon.”
“Memangnya kenapa, tante?” tanya Ira penasaran.
Mama Reyhan melangkahkan kakinya mendekat kepada mereka yang sedang ada dihadapannya itu. Tangan kanannya mengelus pipi Reyhan, sedang tangan kirinya mengelus pipi Ira. Mata sang mama mulai berkaca-kaca, membuat Reyhan dan Ira saling tertegun tak mengerti melihatnya.
“Mama nangis? Ada apa?” Reyhan mulai panik.
“Anak mama udah dewasa. Maafkan mama karena selama ini tidak pernah menjadi ibu yang baik. Tapi ... mama mohon, kalian jangan sampai datang malam ini! Please,”
“Tolong jelaskan, ada apa ini tante?”
“Papa kalian!” suaranya terhenti sebentar. “Papa kalian akan menikahkan kalian malam ini juga!”
“APA?”
***
Malam ini cuaca agak mendung. Aku menengok arlojiku, masih pukul tujuh malam. Tiga jam lagi sampai jam kerjaku selesai di Cafe. Walaupun masih terasa berat sekali untuk mengikhlaskan kepergian Papa, aku harus terus berdiri, mencoba untuk bangkit dari keterpurukan, walau itu perlahan. Aku ingat kata-kata terakhir sebelum Papa pergi, aku harus bisa menjaga Ibu. Iya, akulah yang harus jadi obat untuk menguatkannya. Aku harus bisa menata kembali jalan hidupku.
Dari kejauhan, aku melihat Kaishar keluar dari kantornya dengan muka yang ya... bisa dibilang cukup cemas dan tak seperti biasanya. Mungkin ada sesuatu yang menyebabkan bosku yang baik hati itu terlihat demikian.
Aku kembali melanjutkan pekerjaanku, mengolah bahan-bahan adonan kue pastry di dalam sebuah wadah khusus. Tapi, beberapa menit kemudian seorang pegawai berkata kepadaku, kalau dia melihat mobil Reyhan sudah ada di parkiran cafe. Aku sempat bingung juga, perasaan hari ini Reyhan akan ada pertemuan keluarga, dan kalau iya dia menjemput aku, ini kan masih lama menuju jam pulang. Ada apa?
Untuk menuntaskan rasa penasaranku, aku melangkah menuju keluar dapur dan ingin memastikan apakah yang di lihat oleh pegawai itu beneran Reyhan?
Mataku berkeliling mengintari seluruh area parkir Green and beans cafe. Dan aku sangat yakin, seseorang yang memakian hodie hitam di kejauhan sana adalah Reyhan. Dia sedang mengobrol serius dengan Kaishar. Obrolan macam apa itu sampai menyebabkan raut muka dari dua sahabat itu terlihat tegang?!
Akhirnya aku menghampiri mereka. Ada raut ketegangan berlebih saat aku menyapa mereka. Sepertinya mereka kaget. “Kamu ngapain ke sini? Bukannya kamu lagi ada pertemuan keluarga?”
“Eh... aku!” Reyhan nampak terbata-bata gugup kala aku mengatakan itu. “Aku mau ajakin kamu jalan-jalan!” begitu kata Reyhan.
“Hah? Kamu gak salah? Aku masih kerja Reyhan.”
Kaishar menghela napas panjang. Terlihat dia sedikit memijat dahinya. “Kamu boleh pulang sekarang, Ayy.”
“Apa?” aku sedikit terdiam. “Gak bisa Pak Kaishar. Jam kerja-“
“Saya anggap jam kerja kamu sudah selesai.” Ucap Kaishar memotong perkataanku. “Lebih bbaik kamu sekarang ikut sama pacar kamu ini, Ayy.”
“Reyhan, aku gak bisa. Sorry.” Saat aku hendak melangkah meninggalkan dia. Reyhan malah menarikku, menggendong aku lalu memasukkan aku ke dalam mobilnya. Gila? Dia kenapa?
“REYHAN!” aku berteriak kaget sekaligus kesal.
“Makasih Pak Kaishar ganteng, kita pergi dulu. byeee!” ucap Reyhan yang langsung masuk ke dalam mobilnya, lalu memacu mobilnya meninggalkan area cafe.
“Dasar!” Kaishar hanya bisa geleng-geleng kepala sambil terkekeh kecil. Lalu kembali masuk ke area cafenya.
Wow spechless
Comment on chapter Bab 6 : Bagian 1