Setelah bertemu Reyhan dan mengembalikan seragamnya tadi, aku langsung menuju ke kelas lagi. Rasanya seluruh ragaku lemas sekali. Aku berkeringat dingin namun juga sedikit meriang. Ah, benar, aku lupa kalau aku belum sempat sarapan tadi. Aku lantas membuka tasku lalu mengambil bekal yang Ibu sudah siapkan untukku.
Dua potong roti isi coklat-keju, berhasil aku lahap habis. Iya benar, perutku keroncongan sekali. Mau ke kantin, malas. Tiba-tiba entah kenapa, nama Reyhan kembali hadir di kepalaku. Aku jadi teringat tentang jalan-jalan kami saat itu, yang Reyhan sempat membuatku agak khawatir karena dia ternyata mempunyai magh kronis.
Apa dia udah makan? Pertanyaan itu, sekelibat datang di otakku. Namun secepat itu pula aku menepuk-nepuk jidatku. Bodoh! Ngapain juga gue nanya? Sarap emang lo, Ayy!
Aku langsung menempelkan pipi kananku di meja. Dan kali ini aku hanya sibuk menatap dinding kelas. Isyana sedang ke kantin bersama teman-teman ekskulnya, dan di kelas ini hanya ada aku seorang. Aku tak tahu harus melakukan apa, jadi sepertinya tidur sebentar adalah pilihan paling logis. Lumayan ada waktu empat puluh lima menit lagi.
***
Suara langkahan kaki sudah banyak sekali terdengar. Dan suara bisingan dari gosip-gosip ala anak SMA sudah juga mulai bisa aku dengar. Terakhir suara Isyana yang langsung menyerbu, lalu mengoyang-goyangkan tubuhku, sudah menjadi bukti kalau jam istirahat sebentar lagi akan segera selesai.
Aku segera membuka mataku. Sebenarnya sudah enak tidur tapi apa boleh buat, aku harus segera bangkit untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Mataku masih terasa kunang-kunang, masih mencoba untuk mengumpulkan nyawa.
Hoamm! Aku menguap sekenanya. Mataku langsung tertuju pada satu kotak susu coklat di atas mejaku. Aku merasa bukan pemiliknya. Punya siapa?
“Lo tidur, Ayy?” tanya Isyana yang memutar badannya untuk melihat kepadaku yang duduk tepat di belakangnya.
“Iya, pusing banget kepala!” kataku.
“Seragamnya udah di balikin?” aku mengangguk.
“BTW, ini punya lo?” kataku sambil mengambil kotak susu itu, lalu melepaskan sedotannya di badan kotak. Isyana menggeleng.
“Emang punya siapa?” katanya kepo –lagi-.
“Kirain ini dari lo, Sya! Yaudah deh, karena udah terlanjur sedotannya gue lepas, gue minum aja ya, Sya! He he he-“
“Serah lo deh, Ayy!” kata Isyana sambil terkekeh. Obrolan kami terhenti saat Bu Diana datang ke kelas. Guru super tegas itu datang dengan sejuta cibiran dari seluruh murid di kelasku, saat dia mengatakan,
“Anak-anak, hari ini kita ulangan! Siapkan kertas dan pulpen kalian!”
Buset deh, ulangan dadakan dari Bu Diana memang selalu sukses bikin seisi kelas menghela napas pasrah bersamaan. Aku langsung mengambil tas di belakang punggungku untuk mengambil kertas dan pulpen. Namun ada satu hal yang baru aku sadari saat itu,
Ini jaket siapa, yang ngengantung manja di punggung badan gue?
Wow spechless
Comment on chapter Bab 6 : Bagian 1