Read More >>"> Story Of Chayra (Dua puluh) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Story Of Chayra
MENU
About Us  

Es cendol yang Alditya pesan datang. Chayra langsung menerima es tersebut kemudian, mengaduk agar es cendol tercampur sempurna. Alditya mengubah posisinya. Es cendol yang ia pesan belum ia minum, malah ia letakkan di samping tubuhnya. Wajah Alditya terlihat sangat penuh pertanyaan kepada Chayra.

"Ra." Chayra menghentikan kegiatan meminum es cendolnya menoleh ke arah Alditya.

"Iya kak, kenapa?"

"Kenapa lo mau beli tissu yang harganya gak wajar?" tanya Alditya heran.

Chayra meletakkan es cendolnya di atas lantai. Menarik napas sejenak. Tatapan tertuju pada Darevan yang sekarang tengah berdiri di pinggir jalan menjajakan kembali tissu kepada beberapa pengendara.

"Kak. Lo liat gak, ibu-ibu gemuk yang duduk di kursi pinggir jalan itu?" tanya Chayra.

Alditya memincingkan matanya. Mencari orang yang dimaksud Chayra. "Iya, kenapa?"

"Tadi gua liat dia marahin Darevan sebelum kakak parkir mobil."

Chayra benar terlihat seorang ibu-ibu gemuk yang sedang duduk di pinggir jalan. Seorang anak menghampirinya, memberikan uang yang Alditya yakini sebagai uang setoran.

"Kasihan sama Darevan."

"Iya gua lihat. Gak kebayang sih rasanya jadi seperti mereka. Harus bekerja di usianya yang masih belia," jawab Alditya. Chayra memahami dalam jawaban Alditya. Tidak ada jawaban dari Chayra.

Alditya berhedem, ia pun mengambil es cendol yang diletakkan di samping tubuhnya. Setelah itu, ia meneguk es cendol tersebut sampai habis.

"Mas, ini mau taruh di mana ya?" Suara laki-laki membuyarkan keheningan di antara mereka.

"Oh iya Pak. Di mobil merah ya. Sebentar saya bayar es cendol dulu." Alditya merogoh saku celananya mengambil uang dari dompet dan memasukkan kembali. Ia pun berdiri dari tempat duduknya, berjalan menuju penjual es cendol. Membayar dua es cendol.

"Tunggu di sini sebentar," ucap Alditya. Ia dengan Bapak Penjual Box berjalan menuju mobil merah yang terparkir di depan toko.

Chayra pun menghabiskan es cendol yang masih tersisa di dalam gelas. Chayra menatap Alditya dari kejauhan. Kini, rasa  penasaran menganjal di dalam hatinya. Mengapa sikapnya menjadi manis?

Suara kencang klakson mobil membuyarkan lamunan Chayra yang sedang asik menatap Alditya. Yang tanpa ia sadari Alditya sudah selesai memasukkan box-box ke dalam mobilnya.

Chayra terkejut. Ia langsung berdiri dari tempat duduknya. Mengembalikan gelas yang telah kosong kepada penjual es cendol.
Langkahnya kini menuju mobil Alditya.

"Dipakai sitbelt-nya," ucap Alditya sebelum ia menjalankan mobilnya.

Untuk beberapa detik Chayra merasa menjadi orang bodoh. Ia terus-menerus melamun. Melamunkan sikap perubahan Alditya. Ia pun mengelengkan kepalanya sebab, ia takut jika Alditya dapat membaca pikirannya. Bisa-bisa besar kepala dia.

Chayra berdiri di depan rumah, sambil menatap kendaraan Alditya yang sudah berjalan menjauh. Seusai Alditya membantunya memasukkan box kardus ke dalam rumah. Ia pun langsung berpamitan pulang. Katanya ada urusan entah apa.

***

 

Setelah tiga hari berlalu sejak kejadian Chayra terkena bola basket. Chayra akhirnya kembali ke basecamp Lingkar Pena. Alditya membebas tugaskan Chayra dari kegiatan Lingkar Pena selama tiga hari guna memulihkan keadaan Chayra. Padahal Chayra merasa dirinya tidak kenapa-kenapa tetapi, mengapa manusia itu cukup berlebihan.

Usai mengerjakan tugas mading dengan beberapa anggota Lingkar Pena. Beberapa anggota berpamitan karena tugas mereka telah selesai. Sedangkan Chayra memilih untuk duduk santai di dalam basecamp sambil memainkan ponselnya. Namun, seseorang tiba-tiba saja datang dan duduk tepat di sampingnya.

"Engga ada kelas?"

Chayra mengalihkan pandangannya pada seseorang yang bertanya padanya. "Engga ada Kak."

"Jadi gini—" Alditya menatap wajah Chayra. Chayra yang yang ditatap mendadak memiliki perasaan tidak enak. "Karena lo kemarin gua kasih libur tiga hari. Lo gua kasih tugas."

Chayra menyernyit bingung. "Apa Kak?"

"Lo lihatkan tumpukan koran yang tersisa sedikit di meja sana?" Chayra mengangguk. Pikiran dan perasaannya semakin tidak enak.

"Iya, kenapa Kak?"

"Lo gua kasih tugas. Tolong sebarin koran-koran itu ke fakultas-fakultas. Di atasnya ada list fakultas mana aja yang belum dapat koran dari kita." Mata sipit Chayra mengamati tumpukan koran yang jumlahnya tidak sedikit itu.

"Tenang gua bantuin kok! Sekarang lo ambil gih koran-korannya."

Chayra bernapas lega tidak terbayang jika ia harus membawa koran tersebut sendirian. Sudah pendek semakin pendek bisa-bisa. Ia pun bangkit dari tempat duduknya. Melangkah menuju sebuah meja panjang di mana koran tersebut diletakkan. Setelah itu, kembali menghampiri Alditya.

"Bagi dua sama gua," tutur Alditya sambil menatap layar ponselnya. Chayra pun segera mengikuti perintah Alditya. Setelah dirasa sudah terbagi dengan adil, Chayra memberikan setengah koran tersebut pada Alditya.

"Ini Kak."

Chayra mengenakan tasnya. Alditya menganggukkan kepalanya. Ia pun kemudian mengajak Chayra keluar dari basecamp sebelum itu, ia mengunci pintu basecamp. Namun, belum sempat ia mengunci pintu ponselnya berdering. Ia segera merogoh saku kantung celananya.

"Ya halo?"

"Dit, lo di mana?"

"Basecamp."

"Lo jadikan temenin gua?"

"Oh iya! Sorry ... Sorry gua lupa. Ya udah tunggu ya!"

Setelah mentup telepon Andrian bergegas mengunci pintu basecamp. Dengan ragu Andrian berbicara pada Chayra.

"Ra."

"Iya Kak?"

"Gua kayaknya gak jadi temenin lo deh." Chayra memutar bola matanya. Ternyata perasaan tidak yang bersemayam di dalam benaknya, itu Alditya yang tidak bisa menemaninya.

"Oh, iya gak apa-apa kak," ucap Chayra. Chayra masih menatap Alditya, menunggu ucapan selanjutnya dari Alditya.

"Sorry ya. Lo bisakan sendiri?" Chayra terdiam. Alditya memegang bahunya.

"Udah mahasiswa baru harus bisa! Itung-itung training sebelum melangkah kesenjangan selanjutnya. Kalau lo mau tahu, setiap anggota pasti ditugaskan untuk menyebar angket, koran bahkan wawancara buat memenuhi tugas." Chayra hanya bisa terdiam ketika Alditya berkata seperti itu.

Mahasiswa baru? Siapa yang dia maksud?

Gua 'kan udah semester tiga.

"Ya udah gua duluan ya." Alditya pun meninggalkan Chayra begitu saja. Chayra menatap punggung Alditya yang telah menghilang dari balik tangga. Ia mentap sinis pada Alditya, emosi dan ingin marah rasanya.

Dengan kaki yang ia hentak-hentak dengan kesal ke lantai. Chayra berjalan melewati taman segitiga kampus. Tidak peduli banyak mahasiswa yang memperhatikan raut wajah kesalnya. Hingga tiba-tiba langkah kaki Chayra terhenti saat seseorang berdiri dihadapanya.

"Lo kenapa?"

Chayra menatap sekilas orang tersebut. "Gak apa-apa!"

"Gak apa-apa tapi kok gua yang dimarahin?" tanyanya tidak terima.

"Gak apa-apa Tafila..."

"Mau gua bantuin?" tanya Tafila dengan ramah. Chayra mengeleng cepat sebagai jawaban.

Tafila hanya bisa tersenyum simpul. Ia mengacak dengan gemas rambut Chayra. Kemudian, ia mengambil paksa koran-koran yang berada di tangan Chayra.

"Eh, mau diapain?"

Tafila menaikkan sebelah alisnya. "Gak diapa-apain. Gua cuma mau bantu lo, kasian kalau lo tambah pendek!" Chayra melotot mendengar ucapan Tafila, ia bersungut semakin kesal.

"Udah siniin!"

"Sorry ...  Sorry ... Gitu aja marah!" Tafila tertawa kecil melihat Chayra yang emosian. "Lo mau ke mana? Bawaan lo banyak amat?"

"Mau nyebarin itu koran-koran ke semua fakultas kampus."

"Mau gua bantuin?" Chayra menatap Tafila. "Jangan cuma liatin dijawab pertanyaan gua. Jangan terpesona gitu!"

"Apaan si lo!" Chayra memukul kecil lengan Tafila.

"Jadi gimana?"

"Gimana apanya?"

"Jadi pacar gua mau?" Chayra langsung mendelik. Tafila tertawa.

"Gua lagi gak pengen bercanda!"

"Iya...  Iya... Mau gua temenin?"

"Boleh deh."

Langkah kaki mereka kini, berada di Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Tempat terdekat dengan taman segitiga kampus. Chayra yang ditemani oleh Alditya membagikan beberapa koran pada beberapa mahasiswa. Sisanya ia letakkan di sekitar mushola dan tempat administrasi.

"Habis ini mau ke mana lagi?"

Chayra menggela napasnya. "Sainstek."

"Emangnya harus disebar per fakultas?"

"Katanya begitu."

"Lo udah makan?"

"Belum."

"Makan dulu yuk! Dengar-dengar ada warung bakso aci baru di  depan pintu ke mana saja kampus."

"Tapi ini masih tersisa, engga deh kayaknya," tolak Chayra dengan sopan.

"Ayolah! Nanti kita lewat Fakultas kita. Mampir sebentar menyebar koran ke tempat administrasi dan loby, saja kalau gitu," ungkap Tafila. Chayra mengangguk setuju dengan usulan Tafila.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Hospital Lokapala (Sudah Terbit / Open PO)
7290      2629     12     
Horror
"Kamu mengkhianatiku!" Alana gadis berusia 23 tahun harus merasakan patah hati yang begitu dalam.Tepat pada tahun ke 3 jadian bersama sang tunangan, pria itu malah melakukan hal tak senonoh di apartemennya sendiri bersama wanita lain. Emosi Alana membeludak, sehingga ia mengalami tabrak lari. Di sebuah rumah sakit tua yang bernama Lokapala, Alana malah mendapatkan petaka yang luar biasa. Ia har...
Elevator to Astral World
2096      1190     2     
Horror
Penasaran akan misteri menghilangnya Mamanya pada kantornya lebih dari sedekade lalu, West Edgeward memutuskan mengikuti rasa keingintahuannya dan berakhir mencoba permainan elevator yang dikirimkan temannya Daniel. Dunia yang dicapai elevator itu aneh, tapi tak berbahaya, hingga West memutuskan menceritakannya kepada saudara sepupunya Riselia Edgeward, seorang detektif supernatural yang meny...
Ghea
431      279     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
Senja Belum Berlalu
3717      1330     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...
Buku Harian
720      440     1     
True Story
Kenapa setiap awal harus ada akhir? Begitu pula dengan kisah hidup. Setiap kisah memiliki awal dan akhir yang berbeda pada setiap manusia. Ada yang berakhir manis, ada pula yang berakhir tragis. Lalu bagaimanakah dengan kisah ini?
Forbidden Love
9093      1929     3     
Romance
Ezra yang sudah menikah dengan Anita bertemu lagi dengan Okta, temannya semasa kuliah. Keadaan Okta saat mereka kembali bertemu membuat Ezra harus membawa Okta kerumahnya dan menyusun siasat agar Okta tinggal dirumahnya. Anita menerima Okta dengan senang hati, tak ada prangsaka buruk. Tapi Anita bisa apa? Cinta bukanlah hal yang bisa diprediksi atau dihalangi. Senyuman Okta yang lugu mampu men...
Tumpuan Tanpa Tepi
8457      2821     0     
Romance
Ergantha bercita-cita menjadi wanita 'nakal'. Mencicipi segala bentuk jenis alkohol, menghabiskan malam bersama pria asing, serta akan mengobral kehormatannya untuk setiap laki-laki yang datang. Sialnya, seorang lelaki dewasa bermodal tampan, mengusik cita-cita Ergantha, memberikan harapan dan menarik ulur jiwa pubertas anak remaja yang sedang berapi-api. Ia diminta berperilaku layaknya s...
Bukan Bidadari Impian
88      71     2     
Romance
Mengisahkan tentang wanita bernama Farhana—putri dari seorang penjual nasi rames, yang di jodohkan oleh kedua orang tuanya, dengan putra Kiai Furqon. Pria itu biasa di panggil dengan sebutan Gus. Farhana, wanita yang berparas biasa saja itu, terlalu baik. Hingga Gus Furqon tidak mempunyai alasan untuk meninggalkannya. Namun, siapa sangka? Perhatian Gus Furqon selama ini ternyata karena a...
Peri Untuk Ale
4252      2026     1     
Romance
Semakin nyaman rumah lo semakin lo paham kalau tempat terbaik itu pulang
Me & Molla
515      297     2     
Short Story
Fan's Girl Fanatik. Itulah kesan yang melekat pada ku. Tak peduli dengan hal lainnya selain sang oppa. Tak peduli boss akan berkata apa, tak peduli orang marah padanya, dan satu lagi tak peduli meski kawan- kawannya melihatnya seperti orang tak waras. Yah biarkan saja orang bilang apa tentangku,