“Tceh!” desis Kim Seok Jin dengan wajah tengilnya. “Kau bohong,” lanjutnya berbicara.
Azel menggelengkan kepalanya pelan dan beranjak mendekati Kim Seok Jin.
“Seok Jin-a,” Azel membungkukkan badannya. Perlahan, kedua mata Kim Seok Jin menatap wajah Azel yang saat ini duduk jongkok di hadapannya.
“Kau tidak boleh menyalahkan dirimu. Kau tidak salah dalam hal ini. Dan kau juga tidak perlu menyesalinya. Seok Jin-a, aku tahu, ini semua memang sulit. Keureonde, kau tidak bisa menyalahkan takdir yang sudah terjadi. Kau boleh bersedih, tapi tidak untuk menyesal.”
Kim Seok Jin tersentak diam menatap lekat wajah Azel, gadis menyebalkan yang ia kenal selama ini. Kini, ia muncul dengan sosok yang sangat jauh berbeda. Jauh berbeda dari biasanya.
Kim Seok Jin mengalihkan pandangannya dan menatap dasar lantai di depannya. “Tapi, aku belum sempat mengucapkan kata perpisahan. Bagaimana bisa aku datang melihatnya dengan kondisi yang sudah tidak melihat ku lagi?” cetus Kim Seok Jin.
Azel terdiam menatap wajah Kim Seok Jin yang tampak sedih itu. Azel memahami, pasti sangat sulit Kim Seok Jin bisa menerima itu. Tapi, Azel juga tidak ingin Kim Seok Jin menyalahkan dirinya sendiri hanya karena takdir yang sudah terjadi.
“Dalam agamaku, ini adalah sebuah takdir yang tidak bisa kau ubah. Yaitu kematian,” sontak Azel membuat Kim Seok Jin perlahan mengalihkan pandangannya lagi menatap Azel.
“Siapapun makhluk di dunia ini, harus siap untuk menunggu takdir kematian itu tiba. Dan orang-orang yang berada di sekitarnya, pun harus siap kehilangan orang yang dicintainya.”
Azel memiringkan senyumnya mengingat kejadian 10 tahun yang lalu, saat dirinya kehilangan sahabatnya.
“Aku dulu juga mengalami hal yang sama denganmu. Mendengar kabar kematian, dan aku jauh darinya. Rasanya, detik itu juga aku ingin pergi menyusulnya. Tapi, berhubung sahabatku yang meninggal itu tidak suka jika aku melakukan sesuatu tanpa bilang dengannya, jadi aku memutuskan untuk tidak melakukan itu, karena aku tidak yakin apakah sahabatku itu suka dengan cara yang ku lakukan atau tidak?”
Azel beranjak tegak dari duduk jongkoknya setelah menceritakan masa lalunya itu. “Tidak ada obat yang lebih baik selain mengikhlaskan atau merelakan sesuatu yang sudah tidak ada,” ucap Azel setelah beranjak tegak.
“Aku yakin, kau pasti bisa melewati ini semua. Perlahan, tapi pasti. Kau hanya butuh waktu untuk terbiasa, bukan untuk menyesali,” lanjut Azel membuat Kim Seok Jin mengangkat wajahnya menatap Azel yang perlahan mengulas senyuman kecil di wajahnya.
“Aku pergi sekarang. Aku akan memanggil para member untuk datang ke sini. Aku yakin, kau pasti membutuhkan mereka saat ini.” Kim Seok Jin hanya diam seraya menundukkan wajahnya. Rasanya untuk menjawab setiap ucapan Azel, Kim Soek Jin tak mampu melakukannya.
Perlahan, Azel membalikkan badannya dan beranjak pergi dari sana.
Sesampainya di luar kamar Kim Seok Jin, tampak para member BTS berbondong-bondong datang menghampiri.
Melihat Azel yang berdiri di depan pintu kamar Kim Seok Jin, para member selain Park Jimin tampak menatap sinis ke arahnya.
“Yakk! Kenapa kau di sini?” sontak Min Yoongi membuat Azel mengerutkan bibirnya kesal.
“Gaja! Kenapa kau di sini? Yakk, Jimina! Kau bisa panggil bu Yeong atau staf untuk mengarahkan dia mengikuti kelas. Jangan sampai dia mengganggu Seok Jin Hyung,” tampik Min Yoongi lalu beranjak masuk ke dalam kamar Kim Seok Jin dan diikuti oleh member BTS yang lain.
Azel pun sedikit menepi dari pintu itu supaya para member bisa masuk ke dalam kamarnya Kim Seok Jin.
Sementara, Park Jimin yang masih berada di luar tampak menghampiri Azel. “Aku rasa hari ini kita belum bisa mulai kelasnya. Jadi kau bisa beristirahat saja di kamarmu. Nanti saat jam makan tiba, bu Yeong akan memanggilmu. Mianhae, Azel. Aku harus bersama para member untuk menemani Seok Jin Hyung,” titah Park Jimin membuat Azel perlahan mengulas senyumannya.
“Ye, Jimina! Tidak apa-apa. Aku tahu, hari ini adalah hari berdukanya Kim Seok Jin. Tentu aku juga tidak fokus jika harus mengikuti kelas dengan bu Yeong atau staf. Jadi lebih baik aku akan pergi istirahat. Kau masuklah ke dalam. Seok Jin Hyung sedang menunggumu,” ucap Azel dibawa anggukan Park Jimin.
Park Jimin beranjak pergi memasuki kamarnya Kim Seok Jin itu. Tinggallah Azel seorang diri di sana. Azel mengembuskan napasnya pelan dan beranjak pergi menuju ke kamarnya.
Sesampai di kamar, Azel meletakkan tasnya ke atas kasur dengan raut wajahnya yang tampak lesu. Perlahan, Azel mengangkat wajahnya menatap ke arah pintu kamarnya mengingat insiden pagi tadi dengan Kim Seok Jin. Azel masih tak menyangka, pagi tadi ia melihat wajah sumringah dan wajah galaknya Kim Seok Jin, lantas siang menjelas sore ini, ia melihat wajah Kim Seok Jin yang mendadak lemah dan putus asa.
Azel beranjak dari tempat duduknya dan membuka isi kopernya yang besar itu terdapat banyak boneka RJ dan juga peralatan lainnya sebagai seorang Army yang mengidolakan member BTS. Dan Azel menjadikan Kim Seok Jin sebagai bias pertamanya di grup boyband terkenal itu.
Perlahan Azel mulai mengeluarkan semua boneka RJ itu dan beberapa peralatan lainnya, lalu Azel susun di rak lemari berwarna putih yang sudah tersedia di sana. Azel menyusunnya dengan rapi sebagaimana ia lakukan di rumahnya. Begitu selesai, Azel mengulas senyuman bahagia dan puas dengan apa yang ia lihat dihadapannya saat ini.
Azel beranjak tegak dan mencoba untuk mengambil foto dengan ponsel terbaiknya. Lagi-lagi senyuman manis itu tampak merekah di wajah Azel.
“Seok Jin-a, mianhae. Aku tidak pernah menunjukkan siapa diriku yang sebenarnya. Aku mempunyai alasan, kenapa aku melakukan ini semua. Dan perlu kau tahu, saat ini RJ tengah duduk manis bersamaku.”
Tiba-tiba, terdengar suara orang mengetuk pintu kamarnya dari luar. Mendengar itu, Azel tampak membulatkan matanya kaget dan bergegas menutupi rak yang dipenuhi boneka RJ itu dengan beberapa kain. Setelahnya, ia beranjak pergi untuk membuka pintu kamarnya itu.
Tampak bu Yeong sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Melihat bu Yeong yang berada di sana, Azel tampak menghela napasnya lega.
“Bu Yeonga, ada apa?” tanya Azel.
“Saatnya untuk makan siang, Nona. Kebetulan ada keluarga dari Tua Kim Seok Jin yang datang, termasuk adiknya. Jadi, saya diminta Nona Azel pergi ke ruang makan untuk menemani sekaligus makan siang bersama adiknya Tuan Kim Seok Jin.”
Azel tersentak kaget hingga keningnya seketika berkerut samar mendengar itu.
“Memangnya adiknya Kim Seok Jin perempuan atau laki-laki?” tanya Azel merasa aneh, karena dirinya diminta untuk menemani makan siang.
“Dia perempuan. Usianya kurang lebih sama dengan Nona Azel,” ucap bu Yeong memberitahu.
Azel tersentak diam seraya menurunkan pandangannya. Wajahnya tampak berpikir hanya untuk mengiyakan perintah itu.
‘Muoes? Aku diminta untuk menemani adiknya Kim Seok Jin makan siang? Dan usianya tidak beda jauh dengan ku? Hem, apakah kami bisa satu frekuensi?’ desah Azel dalam hati.
“Mari Nona, karena sebentar lagi Kim Seok Jin dan keluarganya akan berangkat ke kota.”
Azel mendenguskan napasnya pelan, lalu anggukkan kepalanya mengiyakan.
“Ye, kita akan pergi sekarang.”
Azel menutup pintu kamarnya dan beranjak pergi mengikuti bu Yeong menuju ke ruangan makan.
Sesampainya di sana, bu Yeong mendorong pintu raksasa itu hingga terlihat meja panjang dengan berbagai menu makan siang yang sudah tersaji di atasnya.
Azel memasuki ruangan besar itu dan menatap ke setiap sudut ruangan. Tak ada satupun seorang perempuan yang usianya sebaya dengannya di sana. Bahkan kursi-kursi dekat meja makan itu masih tampak kosong. Hanya terdapat beberapa pelayan yang berdiri tegak di sana.
“Bu Yeonga, dimana adiknya Kim Seok Jin? Apa dia belum datang?” tanya Azel berbisik.
Bu Yeong hanya diam dan perlahan menengok ke arah pintu yang tak berlangsung lama terlihat seorang perempuan dengan tinggi yang sama seperti Azel berjalan memasuki ruang makan itu.
Perempuan cantik yang memakai rok mini dan blouse berwarna putih burkat dilengkapi dengan pita hitam di kera bajunya. Rambutnya ikal berwarna oren kecokelatan. Matanya sipit dan hidungnya sangat mancung. Bibirnya pun terlihat mungil sangat mirip dengan Kim Seok Jin. Tatapannya pun begitu tajam menatap Azel yang tengah berdiri di dekat kursi meja makan itu.
“Annyeong!” ucap perempuan itu begitu tiba di hadapan Azel.
“Kim Lee Jung,” ucap perempuan itu mengenalkan dirinya seraya menyodorkan tangannya mengajak Azel untuk berjabat tangan.
Azel mengulas senyuman dan mengangkat tangannya hendak membalas salam perkenalan itu. Tetapi, tiba-tiba saja Kim Lee Jung menarik tangannya menolak untuk berjabat tangan dengan Azel.
Azel tersentak kaget melihat itu. Kim Lee Jung tanpa bersalah langsung beranjak pergi dari hadapan Azel dan menarik kursi untuk duduk.
“Wahhh, daebak! Perutku benar-benar sudah lapar sekali,” sontak Kim Lee Jung langsung meraih piringnya dan memakan makanannya.
Azel mendesis kesal melihat sikap Kim Lee Jung yang ternyata centil dan tidak sopan itu.
‘Dia benar-benar tidak beda jauh dengan kakaknya,’ ucap Azel dalam hati.
Seru! Lnjut thor
Comment on chapter Kekhawatiran Azel