“Aku harus cari tahu,” sontak Azel tampak celingukan melihat kondisi di sana yang dirasa aman dari staf ataupun bodyguard.
Perlahan Azel beranjak maju mendekati pintu kamarnya Kim Seok Jin. Pintu tanpa celah itu membuat Azel sama sekali tak dapat mengintip Kim Seok Jin yang berada di dalam kamar.
“Aish! Bagaimana aku bisa tahu dia sedang apa kalau tidak ada lobang sama sekali?” desah Azel dengan suara pelannya.
“Apa sebaiknya aku buka saja pintunya?” lanjut Azel terus bergumam tampak kebingungan.
“Aish! Tidak, tidak! Bisa ketahuan dong, kalau aku buka pintunya. Aish! Bodoh kamu Azel,” sontak Azel seraya memukul kecil kepalanya menyalahkan dirinya sendiri.
Tampak Azel masih berdiri di depan pintu kamar Kim Seok Jin dengan raut wajahnya yang tampak dilema. Meski perasaannya masih kesal dan dongkol dengan Kim Sek Jin, rasa penasaran akan masalah yang terjadi barusan tentu membuat Azel ingin mencari tahunya.
Park Jimin yang terlalu lama menunggu Azel di ruangan arsitektur itu, akhirnya memutuskan keluar untuk mencari Azel. Ia khawatir jika Azel tidak menemukan penggaris besarnya.
Dengan mata berkeliling, Park Jimin mencari Azel karena ia tak menemukan Azel di gudang alat tulis.
Setibanya di dekat taman, Park Jimin tak sengaja melihat Azel yang tampak berdiri di depan pintu kamarnya Kim Seok Jin dengan bahasa tubuhnya yang terlihat bingung.
“Azel? Ngapain dia di sana?” gumam Park Jimin dengan kening yang mengernyit heran.
Park Jimin beranjak hendak menghampiri Azel yang tengah berdiri itu. Tetapi, tiba-tiba bu Yeong datang mengejutkan Park Jimin dari belakang.
“Tuan Jimina,” panggil bu Yeong membuat Park Jimin mengurungkan langkahnya untuk menghampiri Azel.
Namun, suara bu Yeong yang memanggil Park Jimin itu terdengar jelas di telinga Azel. Azel menengok ke belakang dan seketika membulatkan matanya kaget melihat Park Jimin ada di sana.
“Ye, Bu Yeonga. Waeyo?” tanya Park Jimin.
“Ada kabar duka dari keluarga Tuan Kim Seok Jin,” ucap bu Yeong setengah-setengah tidak langsung memberitahu.
“Apa? Kabar duka? Siapa yang meninggal, Bu Yeonga?” tanya Park Jimin dengan wajah terkejutnya.
Azel yang mendengar itu pun lantaran ikut membelalakkan matanya kaget.
“Ibunya Tuan Kim Seok Jin meninggal, Tuan.”
Azel dan Park Jimin semakin membulatkan matanya lebar mendengar kabar duka itu.
“Apa? Ibunya Kim Seok Jin meninggal?” ucap Azel tanpa bersuara.
Tiba-tiba, pintu kamar Kim Seok Jin itu terbuka hingga membawa Azel masuk ke dalam kamarnya. Pintu kamar yang kembali tertutup itu membuat Park Jimin mengalihkan pandangannya. Matanya seketika mengernyit tajam melihat pintu kamar Kim Seok Jin yang baru saja tertutup itu. Sementara Azel? Dimana dia?
“Tuan,” panggil bu Yeong membuat Park Jimin mengalihkan pandangannya lagi menatap ke arah bu Yeong.
“Tolong bantu sebarkan informasi ini kepada para member BTS. Sore ini ayahnya Tuan Kim Seok Jin akan datang menjemput Tuan Kim. Diharapkan semua member bisa menghantar kepergian Tuan Kim Seok Jin malam ini,” tutur bu Yeong membuat Park Jimin anggukkan kepalanya paham.
“Ye, Bu Yeonga. Saya akan sebarkan informasi ini kepada para member. Gamsahabnida untuk informasinya,” ucap Park Jimin seraya menundukkan kepalanya kecil sebagai tanda terima kasih dan rasa hormatnya kepada bu Yeong karena usianya bu Yeong yang lebih tua darinya.
“Ye, Tuan. Saya permisi,” ucap bu Yeong berpamitan. Park Jimin anggukkan kepalanya mengiyakan dan perlahan bu Yeong beranjak pergi dari hadapan Park Jimin.
Tak berlangsung lama, Park Jimin pun bergegas pergi untuk mencari para member untuk memberitahukan kabar duka itu.
Sedangkan, Azel yang terjatuh di dalam kamar Kim Seok Jin itu perlahan mengangkat wajahnya dan melihat Kim Seok Jin yang tengah duduk di tepi ranjang dengan menyanggah kedua tangannya di atas paha. Tatapannya begitu tampak kosong menatap pemandangan di depannya.
Melihat itu, Azel bergegas bangun dari jatuhnya. Perlahan kedua matanya tampak menatap keliling setiap sudut kamar itu. Sampai tepat di sebuah foto yang duduk manis di atas meja, terdapat senyum indah dari wanita paruh baya yang tidak lain itu pasti adalah ibunya.
Mengingat ibunya Kim Seok Jin yang dikabarkan meninggal dunia, Azel mengalihkan pandangannya menatap wajah Kim Seok Jin yang terdiam murung.
‘Kasihan Kim Seok Jin. Hatinya pasti sedang hancur sekarang,’ ucap Azel membatin. ‘Tapi, dia sadar tidak ya, kalau aku ada di sini?’ lanjut Azel terus berbicara di dalam hati.
“Erghmm!” sontak Azel membuka suasana itu dengan mengeluarkan suaranya yang berdeham.
“Mianhae, aku tidak sengaja jatuh dan masuk ke sini. Tapi, aku akan segera pergi sekarang. Jadi kau tidak perlu khawatir,” ucap Azel membalikkan badannya dan siap untuk beranjak pergi dari sana.
“Kau tidak perlu minta maaf,” sontak Kim Seok Jin menjawab ucapan Azel. Azel menghentikan langkahnya dengan raut wajahnya yang tampak terkejut mendengar Kim Seok Jin mengatakan itu.
Azel membalikkan badannya perlahan menghadap ke arah Kim Seok Jin lagi. Tampak posisi Kim Seok Jin tak berubah sama sekali dari awal Azel lihat saat masuk di kamarnya itu.
“Aku yang sengaja membuka pintunya dan membiarkan kamu masuk ke sini,” lanjutnya memberitahu. Azel membulatkan matanya kaget mendengar itu.
Apa? Sengaja? Kenapa? Itulah yang saat ini menjadi pertanyaan Azel.
Kim Seok Jin yang semula menatap lurus pandangan di depannya, perlahan mulai menatap wajah Azel yang masih berdiri diam dengan wajahnya yang tampak tegang.
“Aku butuh seseorang untuk ku ajak bicara sekarang,” tukas Kim Seok Jin, lalu mengalihkan pandangannya lagi menatap pemandangan di depannya.
“Muoes? Apa tidak salah? Kau tahu kan siapa aku? Aku-”
“Ye! Aku tahu,” jawab Kim Seok Jin memotong. Azel tersentak diam melihat Kim Seok Jin yang masih terlihat tenang itu.
“Aku tidak peduli dengan siapa yang aku ajak bicara sekarang, yang terpenting aku ingin dia mendengarkan semuanya.”
Azel terdiam tak bisa berkata-kata lagi. Melihat raut wajah dan nada bicara Kim Seok Jin yang tampak berbeda, membuat Azel menyadari bahwa saat ini ia sedang berhadapan dengan seorang Kim Seok Jin yang tengah bersedih hati.
“Tceh!” desis Kim Seok Jin diiringi dengan tawa kecilnya. “Kenapa harus secepat ini? Kenapa dia pergi disaat aku tidak berada di sampingnya? Kalau begitu, bagaimana bisa aku memastikan kondisinya baik-baik saja atau tidak, jika aku sama sekali tidak mengetahuinya secara langsung. Menyebalkan,” ucap Kim Seok Jin mulai berbicara.
Azel yang berdiri diam di sana tampak menatap wajah Kim Seok Jin dengan raut wajahnya yang terlihat prihatin.
“Yakk! Apakah ini salahku?” tanya Kim Seok Jin menatap Azel meminta tanggapan.
“Hah? Apa ini semua salahku yang tidak ada di sana?” lanjutnya terus bertanya pada Azel.
Azel yang kebingungan untuk menjawab, hanya menggelengkan kepalanya pelan.
“Anniyo, Seok Jin-a. Kau sama sekali tidak bersalah,” ucap Azel kali ini berbicara dengan suara lembutnya.
Seru! Lnjut thor
Comment on chapter Kekhawatiran Azel