Read More >>"> AKSARA (Kejuaraan Taekwondo) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - AKSARA
MENU
About Us  

1 bulan telah berlalu. Rasanya baru kemarin Lengkara menemani Aksa untuk berlatih keras agar bisa memenangkan pertandingan. Tak elat, meski di tengah pengobatannya, Lengkara menyempatkan hadir sekedar menyemangati Aksa. Membawakan Aksa minum dan makanan kesukaan pemuda itu. Terkadang Aksa memaksa Lengkara untuk turun dan mengajaknya latihan bersama yang malah berakhir dijahili oleh teman-teman Aksa.

Lengkara begitu gembira dan bahagia memiliki Aksa beserta teman-teman Aksa yang secara otomatis berteman dengannya juga. Belum lagi hubungannya dengan Fera semakin membaik seiring berjalannya waktu. Ia merasa kehidupannya sangat sempurna, begitu pula yang dipikirkan Aksa. Pemuda itu seakan melupakan bahwa ada beban tentang takut kehilangan Lengkara yang selalu hinggap dalam kepalanya. Berputar setiap waktu, mengingatkan Aksa tentang segala kemungkinan yang menyakitkan.

Dan kini di hari pelaksanaan pertandingan, tatkala seluruh peserta setiap unit hadir untuk saling berkompetisi, Aksa telah siap untuk turun dan meraih kemenangan. Meski dalam dirinya begitu gemetar dan takut mengecewakan. Namun teman-temannya beserta pelatih memberikan dukungan melalui kata-kata sehingga Aksa kembali tenang.

“Menang atau kalah itu cuman bagian dari pertandingan. Yang terpenting lo harus fokus dan buktikan hasil lo latihan keras selama ini. Dari waktu dan tenaga yang lo kerahkan selama menjadi anggota taekwondo.” Ujar Agam, menepuk punggung Aksa berulang kali.

Aksa mengangguk antusias, namun sedetik kemudian ia sedih sebab hari ini Lengkara tak bisa datang menemani. Hari ini adalah jadwal kemoterapinya, pasti gadis itu belum boleh keluar dari rumah sakit. Seakan mengerti raut muka Aksa, Novan yang berada di samping kirinya berkata—

“Bro, di mana pun Lengkara berada, dia pasti mendukung dan berdoa yang terbaik buat lo. Kalian sama-sama berjuang sekarang. Dia berjuang melawan penyakitnya dan lo berjuang dalam pertandingan.”

Aksa mengangguk. Hingga saat pelatih menyuruhnya turun ke lapangan, teman-temannya yang hadir beserta anggota taekwondo lain menyuraki semangat secara penuh kepada Aksa. Menyebut nama Aksa seakan hari ini namanya lah yang sangat diagungkan. Juga Sagara, Galen dan beberapa anggota taekwondo lain yang juga turut terlibat dalam pertandingan.

Setelah memakai perlengkapan seperti pelindung kepala (head guard), pelindung badan hogo (body protector taekwondo), pelindung tangan (hand protector taekwondo), pelindung kaki (shin guard taekwondo), sarung tangan (gloves), pelindung alat vital (nashimca), pelindung gigi (gump shield), dan pelindung tulang kering di bagian tangan dan kaki, mereka sudah siap bertanding hari ini untuk kategori kyorugi. Sementara poomsae sudah siap di tempat tanpa menggunakan pelindung apapun.

Saat Aksa memakai semua peralatan itu, ia mengingat masa-masa di mana ia rela meluangkan waktu, tenaga dan uang sampai akhirnya berhasil meraih beberapa medali emas dan perak dari pertandingan-pertandingan yang diikutinya selama ini. Hingga beasiswa yang membuatnya berada di kampus terbaik di Bandung ini. Namun entah mengapa hari ini rasanya seperti baru pertama kali turun pertandingan. Tiapkali bertanding, Aksa selalu merasa seperti itu. Adrenalin dalam dada dan rasa gemetar yang terasa terkadang membuatnya tak bisa fokus. Namun saat tepukan pelatih dan ucapan demi ucapan yang ditujukan pada Aksa, mengenai strategi dan gelora semangat yang disalurkan, Aksa siap menghadapi keraguan dan ketakutan. Menang atau kalah, Aksa ingin membuktikan bahwa ia mampu. Bahwa hari ini, untuk kesekian kali, Aksa berhasil menjadi seorang atlet.

Demi dirinya, bapak, mama, pelatih, teman-temannya, dan Lengkara.

Sebelum masuk ke dalam area pertandingan, dalam hati Aksa menyerukan doa. “Ya Allah berikanlah hambaMu ini kemudahan untuk meraih yang terbaik. Dan berikan Lengkara kemudahan pula dalam menjalani pengobatannya. Aamiin.”

“Sini berkumpul dulu.” Perintah pelatih kepada para atlet dari unitnya.

Aksa, Galen, Sagara dan beberapa anggota taekwondo yang turun dalam pertandingan maupun yang sekedar datang untuk memberikan semangat dan bantuan apalabila terjadi sesuatu nantinya.

“Fokus, lakukan yang terbaik, jangan terkecoh oleh lawan. Terutama untuk kalian atlet kyorugi. Buktikan kalau latihan kalian selama ini bukan main-main. Menang atau kalah memang gak penting, tapi usahakan kalian harus menang! Kalau kalian bisa memberikan yang terbaik, pasti Pelatihan Cabang akan merekrut kalian sebagai atlet mereka! Sampai sini kalian mengerti?!”

“Siap, mengerti!” jawab mereka serempak.

“Oke kita tos dulu.” Pelatih merentangkan tangan ke tengah-tengah lingkaran mereka diikuti oleh yang lain. “TAEKWONDO GARUDA!”

“SIAP MENJADI JUARA!!”

Sorak sorai begitu terdengar di setiap tribun. Terutama pada tribun yang ditempati oleh anggota Taekwondo Garuda. Mereka bahkan mengibarkan banner Taekwondo Garuda yang menjadi kebanggaan kampusnya.

Waktu demi waktu berlalu. 5 pertandingan dengan berbeda lawan sudah berhasil Aksa lewati dengan kemenangan. Hal itu tentu membuat para pendukung serta pelatih bersorai bangga. Namun ini bukanlah akhir dari kemenangan yang akan ia bawa pulang. Masih ada medali emas yang harus ia bawa. Beserta jalannya menuju impian yang sedari dulu ia inginkan—menjadi bagian dari Tim Nasional Taekwondo Indonesia.

Aksa memejamkan mata, sekali lagi ia berdoa. Beberapa detik kemudian langkahnya masuk ke dalam area pertandingan. Di depannya telah hadir seorang atlet nasional yang ia kenali. Ferio—atlet yang berasal dari unit taekwondo di Bekasi. Setelah beberapa waktu Aksa menonton beberapa pertandingan Ferio melalui youtube, Aksa yakin jika dirinya telah mengenali Ferio meski tak secara menyeluruh.

Pertandingan pun dimulai. Aksa mengamati terlebih dahulu pergerakan yang akan dilakukan lawannya. Kemudian ia menghindar saat lawan melakukan ap chagi dan Aksa memberi tendangan balasan. Namun lawan pun cepat menghindar. Aksa masih tetap fokus meski nafasnya sudah terengah-engah. Pertandingan ini mengingatkannya pada masa-masa sabuknya masih hijau. Kala itu ia harus melawan anggota taekwondo bersabuk hitam Dan II, seperti ia saat ini. Aksa begitu kewalahan dan berakhir dengan kekalahan. Hari ini ia tak ingin itu terjadi. Ia ingin membuktikan bahwa ia bisa dan mampu. Setelah masuk ke dalam area pertandingan dan dipaksa mengingat masa-masa itu.

3 menit pertama Aksa sama sekali belum meraih poin. Ia begitu kewalahan dengan pergerakan Ferio yang tak diduga. Padahal setelah menganalisis Ferio pada pertandingan yang ditayangkan di youtube ia merasa telah mengenali tiap pergerakan yang seringkali dilakukan bahkan menjadi ciri khasnya. Namun saat ia dihadapkan secara langsung dengan Ferio, Aksa cukup kesulitan.

Pelatih mewanti-wanti Aksa dan memberitahu beberapa hal yang salah dari apa yang pelatih lihat tadi pada Aksa. Memberikan strategi secara tegas, Aksa kembali memasuki area pertandingan untuk melanjutkannya di 3 menit babak 2. Saat ekor matanya melihat tayangan poin 4 yang diraih oleh Ferio, sementara dirinya tidak mendapatkan poin sama sekali, Aksa begitu terpicu dan kembali memfokuskan diri. Setidaknya di 3 menit babak 1 ia sudah sedikitnya mengenali pergerakan Ferio. Ia harap di babak 2 ini Aksa meraih banyak poin.

Pertandingan kembali dimulai. Lagi-lagi Aksa kewalahan dan Ferio terus mendapatkan poin. Teman-temannya yang menyaksikan sedikit kecewa dengan Aksa hari ini. Namun mereka tetap memberikan semangat lewat teriakan untuk Aksa. Yakin bahwa Aksa akan membawa hasil terbaik nantinya. Nafas Aksa tersenggal, ia mulai kehabisan tenaga. Di saat seperti itu, Ferio mengambil kesempatan untuk menendang kepala Aksa. Dan poin pun kembali diraih Ferio disertai sorakan. Para pelatih mulai putus asa dengan Aksa sekarang. Pergerakan Aksa begitu lambat dan selalu salah sasaran. Entah apa yang terjadi pada pemuda itu, bahkan dirinya sendiri tidak tahu.

Dadanya bergemuruh, bayang-bayang kekalahan mulai menyergapnya. Untuk sesaat Aksa memejamkan mata, mentralisir nafasnya yang tak beraturan. Lagi dan lagi hal itu dijadikan Ferio kesempatan untuk meraih poin. Namun kini Aksa menghindar dan memberikan balasan yang dilakukan juga oleh Ferio sebagai pertahanan. Akan tetapi gerakan Aksa kembali salah, tendangan Fero yang cukup keras mengenai lutut Aksa. Sontak Aksa menjerit dan jatuh begitu saja. Ia meringis, memegangi lututnya yang begitu sakit. Sampai tak disangka air matanya mengalir karena rasa sakit yang luar biasa itu.

Wasit langsung memberhentikan babak 2 dan pelatih beserta petugas medis membopong Aksa.

“Sakit?” tanya pelatih yang diangguki Aksa. Kentara dengan raut wajah Aksa dan air matanya yang mengalir.

“Sepertinya ada yang patah.” Kata petugas medis.

“Itu artinya Aksa terpaksa harus gugur dalam pertandingan.” Kata asisten pelatih yang membuat Aksa tertegun.

“Gak! Gak! Aksa masih bisa.” Aksa memaksakan untuk berdiri, namun rasa sakit itu menghambatnya.

“Jangan dipaksain, Aksa, nanti kamu bisa mengalami cedera parah!” tegur pelatih.

Aksa menarik nafas, ia hampir putus semangat. Untuk kedua kalinya ia harus menerima kekalahan seperti dulu. Aksa merutuki dirinya yang tak mampu. Merutuki kekalahan yang kini ada di hadapannya. Kala matanya melihat teman-teman yang mendukungnya di tribun, satu orang lantas mendebarkan hatinya. Seorang gadis yang memberikan senyuman dengan wajah pucat pasinya. Melambaikan tangan menyalurkan semangat lewat tatapannya. Aksa merasa tertampar melihat Lengkara ada di sana. Seharusnya gadis itu menjalani perawatan dulu seperti pada kemoterapi sebelumnya.

“Dulu saat aku pertama kali masuk kampus, aku pengen mewujudkan mimpi aku untuk menjadi seorang atlet taekwondo. Aku sebenarnya udah tahu perihal penyakit kanker otak ini, tapi waktu itu aku masih gak percaya kalau aku sakit. Makanya aku ikut UKM taekwondo dan berlatih keras. Tapi..” Lengkara tersenyum getir, Aksa nampak menanti kelanjutan ceritanya. “Penyakit ini setiap saat selalu bikin aku merasa lemah dan gak bisa apa-apa. Makanya kenapa aku udah jarang latihan dan kumpul pengurus. Semua itu karena penyakit ini, Sa. Mengubur mimpi aku dan membuat aku merasa gak punya tujuan lagi.”

Kemudian Lengkara menatap kekasihnya. Kala itu Aksa tengah istirahat dan baru saja selesai memakan bekal yang dibawakan oleh Lengkara untuknya. “Kalau aku gak bisa jadi atlet nasional, aku harap kamu bisa, Sa. Karena ngelihat kamu nanti jadi kebanggaan negeri, aku akan sangat bersyukur.”

Perkataan itu terdengar nyaring di telinganya. Mengingatkan Aksa untuk kembali berjuang dan meraih mimpinya dan mimpi Lengkara. Sedetik kemudian ia memaksakan berdiri, dengan ringisan yang memilukan Aksa perlahan menyembunyikan rasa sakit itu dan mencoba untuk menggerakan kakinya.

“Lanjut!” ucapnya dengan lantang.

Semua orang tercengang menyaksikan Aksa yang begitu nekad. Padahal pelatih dan tenaga medis mewanti-wanti bahkan memarahi Aksa. Namun Aksa nampaknya tak ingin dengar dan terus berjuang. Tekadnya begitu kuat, bukan hanya karena Lengkara, namun untuk dirinya, teman-teman, keluarga dan tentunya pelatih yang selama ini berjuang keras membentuk Aksa.

Pelatih pasrah, membiarkan Aksa kembali maju dan menyaksikan sampai mana pemuda itu akan berjuang. Lantas, babak 3 pun dimulai. Pertandingan yang sempat dihentikan kembali dilanjutkan setelah diskusi antara pelatih unit Taekwondo Garuda dengan panitia penyelenggara.

Kala matanya menatap tajam pergerakan Ferio, sepintas senyum Lengkara muncul di depan matanya. Kata demi kata sirat semangat dan harapan untuknya makin memacu keinginan Aksa untuk menang. Sehingga saat menemukan peluang, Aksa meraih 4 poin sekaligus dengan menendang body lawan dan tendangan kedua yang mengenai kepala lawan. Jerit bahagia terdengar begitu nyaring dari tribun Taekwondo Garuda. Begitu pula dengan Lengkara yang bertepuk tangan sambil duduk.

Namun waktu masih berjalan, Aksa harus meraih poin lebih banyak daripada Ferio. Maka dengan sekuat tenaga, menahan rasa sakit yang ia harap tak menjadi hambatan untuk menjadi atlet nasional, ia kembali melakukan penyerangan yang didahului oleh Ferio. Aksa hampir tumbang, namun ia menepis rasa sakit dan takut dengan tekad yang kuat. Pelatih Aksa hampir putus asa, ia takut terjadi hal buruk kepada anggotanya. Akan tetapi hal itu diyakinkan oleh Aksa kala Aksa berhasil menjatuhkan lawan dengan serangan terbaiknya yang lantas meraih poin tertinggi.

Seluruh anggota, pelatih, dan Lengkara bersorak ria atas kemenangan yang diraih Aksa. Perjuangan pemuda itu yang penuh tekad telah membuktikan bahwa ia mampu untuk menjadi juara. Meski rasa sakit masih membelenggu lututnya, Aksa tetap memberikan senyum lebar dan haru. Dadanya bergemuruh, bahagia dan lelah bercampur menjadi satu. Pandangan matanya pun terarah pada seorang gadis yang tersenyum lebar serta memberikan dua jempolnya. Aksa berjalan pincang menuju pelatih dan mereka berpelukan diikuti dengan anggota Taekwondo Garuda lain.

Sagara, Galen, dan beberapa anggota yang turun berhasil meraih kemenangan. Meski ada beberapa juga yang harus gugur. Kini Aksa berdiri pada tempat tertinggi dengan tanda juara 1. Mendapatkan medali emas yang pertama kalinya benar-benar Aksa perjuangkan. Ini kali pertama Aksa hampir saja kalah karena lututnya yang kesakitan. Namun karena tekad yang kuat akhirnya ia bisa membawa pulang medali emas dan siap menjadi peserta dalam seleksi anggota tim nasional mendatang.

Lengkara tersenyum haru kala melihat Aksa berada di tempat juara satu. Berdiri dengan dada yang tegap dan senyum yang begitu lebar. Ia bangga melihat Aksa akhirnya berhasil meraih mimpi pemuda itu juga mimpinya. Dalam hati doanya terus mengalir untuk Aksa. Berharap pemuda itu kelak akan meraih semua mimpi-mimpi besarnya lagi dan membanggakan semua orang. Serta bahagia dan berkah menyertai setiap langkah Aksa.

Senyum yang tampak di wajah Lengkara perlahan surut kala sebuah cairan merah muncul di hidungnya. Bersamaan dengan itu pandangannya mengabur dan rasa sakit di kepalanya kembali terasa. Lengkara berupaya menahan, namun sedetik kemudian pertahannya runtuh. Lengkara tergeletak ke lantai yang dingin dengan darah yang mengalir di hidungnya.

Aksa yang melihat itu turun, menjatuhkan bunga yang sedari tadi ia pegang dan berlari menghampiri Lengkara. Ia panik, jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya bahkan lebih cepat dari pertandingan tadi. Berulang kali ia berusaha menyadarkan Lengkara dengan menepuk-nepuk pipinya namun tak berhasil. Orang-orang menggerubungi ikut panik melihat Lengkara yang tergeletak dengan wajah pucat. Hingga petugas medis datang dan membawa Lengkara menuju rumah sakit dengan ambulan. Tadinya teman-teman dan pelatih akan merayakan kemenangan pertandingan hari ini, akan tetapi kejadian ini membuat semuanya panik.

Dalam ambulan, Aksa terus berusaha membangunkan Lengkara. Darah sudah berhenti namun Lengkara tak juga sadar. Aksa begitu resah sampai menangis. Ia takut segala kemungkinan yang dikatakan dokter akan terjadi hari ini.

“Kar, bangun aku mohon. Jangan tinggalin aku, Kar.” Lirihnya disela tangis. Aksa menenggelamkan wajahnya di punggung tangan Lengkara yang dingin. Ia bahkan tak berhenti menangis saat Lengkara sampai di IGD.

Denyut di kaki Aksa masih terasa sangat sakit. Namun karena panik, bahkan masih memakai dobok, Aksa bulak-balik di depan pintu kamar IGD menunggu Lengkara. Teman-temannya dan satu pelatih yang mengikuti Aksa memaksa Aksa untuk menjalani perawatan terlebih dahulu. Takut lutut Aksa akan mengalami cedera lebih parah lagi.

“Gue gak mau!” bentak Aksa. Ia tak bisa berpikir jernih kali ini. Di dalam kepalanya hanya Lengkara dan Lengkara.

“Aksa nanti cedera kamu makin parah, kita harus periksakan ke dokter terlebih dahulu mumpung ada di rumah sakit!” titah pelatih dengan tegas.

“Tapi, pak—“

“Turuti perintah saya sebagai pelatih kamu! Apakah selama ini saya mengajarkan kamu untuk melawan saya?!”

Aksa menundukkan kepalanya, merasa salah. Tapi dalam situasi ini ia benar-benar tak bisa bersikap tenang.

“Saya tahu kamu panik. Tapi kamu pun harus memerhatikan diri kamu sendiri. Kamu akan menghadapi seleksi tim nasional, apa kamu siap gagal tanpa melakukan seleksi karena cedera kamu?” tanya pelatih yang menampar kesadaran Aksa.

Aksa menggeleng lemah.

“Ikut saya sebentar, setelah itu kita kemari lagi. Setidaknya kita harus tahu dulu keadaan lutut kaki kiri kamu ini.” Titah pelatih tak bisa dibantah.

Sebelum pergi dengan dibantu Bastian, Aksa menatap Agam, Galen, Novan dan Sagara seakan memberitahu mereka melalui isyarat untuk menitipkan Lengkara sebentar.

“Tenang aja, Sa, kalau ada apa-apa gue langsung kabarin lo. Sekarang lo harus nurut dulu sama pelatih, karena ini juga untuk kebaikan lo.” Ujar Agam menenangkan kecemasan pada Aksa.

Aksa mendesah lemah. “Makasih, Gam.”

Agam mengangguk paham. “Sama-sama.”

Aksa kemudian berjalan tertatih dibantu oleh Bastian yang ternyata terasa sangat sakit sekarang. Aksa sampai meringis pada setiap langkah menuju dokter spesialis. Sesekali Aksa menoleh ke belakang, berharap Lengkara cepat sadar dan tidak terjadi apapun yang tak ia inginkan.

..........

“Pasien hanya perlu istirahat selama beberapa bulan sembari menjalani terapi untuk pemulihan. Jika tidak, saya tidak yakin proses penyembuhan akan cepat. Apalagi pasien kata bapak tadi akan melakukan seleksi atlet tim nasional.” Tutur dokter setelah melakukan pemeriksaan. “Untuk hari ini pasien diharuskan istirahat di ruangan yang telah disediakan. Saya harap..” dokter itu menatap Aksa. “Kamu bisa istirahat total hari ini dan selamat atas kemenangan kamu.” Ia tersenyum penuh arti.

Seharusnya pujian itu menciptakan kebanggaan tersendiri untuk Aksa. Namun dalam kondisi seperti ini, kala pikirannya dipenuhi oleh Lengkara, dirinya hanya mampu tersenyum tipis dan menangis penuh resah dalam hati.

“Sabeum, saya mau lihat kondisi Lengkara.” pinta Aksa saat sampai di ruangan tempat Aksa akan dirawat malam ini.

Pemuda itu terbaring setelah bersih-bersih dan mengganti pakaian. Sekian jam seusai pertandingan, Aksa baru merasakan badannya remuk. Namun rasa sakit itu tak seberapa dengan kekhawatirannya terhadap kekasihnya yang sekarang entah bagaimana kabarnya.

Pelatih menatap Aksa iba, di saat seperti ini Aksa mesti mengalami musibah yang membuatnya bersedih alih-alih bahagia setelah kemenangannya. “Kamu harus istirahat Aksa, nanti sabeum bantu lihat kondisi Lengkara.”

Aksa mencekal tangan sang pelatih. Menatapnya dengan sendu dan penuh permohonan.

Pelatih menghela nafas dalam, “Baik, setelah itu kamu harus istirahat, ya?”

“Baik, sabeum.”

Dengan menaiki kursi roda yang didorong oleh pelatihnya, Aksa sampai di depan ruang IGD. Teman-teman Aksa yang masih memakai dobok itu berdiri menghampiri.

“Gimana, Sa?”

“Dia harus dirawat terlebih dahulu, dan istirahat selama beberapa bulan kedepan sampai benar-benar pulih kembali.” jelas pelatih alih-alih Aksa.

“Seharusnya lo tadi nyerah aja, Sa, gue takut lo kenapa-napa. Kalau cedera parah, ntar lo gak bakal bisa lagi turun kejuaraan.” Ucap Sagara.

Aksa tersenyum, “Justru itu gue gak bakal bisa masuk seleksi tim nasional kalau gue gak berusaha. Masih beruntung cedera gue gak terlalu parah dan masih bisa ditangani. Keadaan Lengkara gimana?” Aksa mengalihkan pembicaraan. Kabar kekasihnya adalah hal penting yang harus ia tahu sekarang.

“Dokter belum ngasih jawaban, bahkan perawatnya. Mereka cuman bulak-balik. Gue udah hubungi Fera, katanya dia sama keluarga Lengkara lagi OTW ke sini.” Papar Novan.

Aksa menundukkan kepalanya. Rasa takut itu kembali menyeruak dalam kepalanya, sehingga Aksa kembali menangis. Ia belum siap jika harus kehilangan Lengkara secepat ini. Masih banyak hal yang ingin ia lakukan bersama Lengkara.

Ya Allah, tolong jangan ambil dulu Lengkara. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Gloomy
528      337     0     
Short Story
Ketika itu, ada cerita tentang prajurit surga. Kisah soal penghianatan dari sosok ksatria Tuhan.
Perahu Waktu
360      240     1     
Short Story
Ketika waktu mengajari tentang bagaimana hidup diantara kubangan sebuah rindu. Maka perahu kehidupanku akan mengajari akan sabar untuk menghempas sebuah kata yang bernama rindu
AUNTUMN GARDENIA
104      90     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
fall
3838      1157     3     
Romance
Renata bertemu dua saudara kembar yang mampu memporak-porandakan hidupnya. yang satu hangat dengan segala sikap manis yang amat dirindukan Renata dalam hidupnya. satu lagi, dingin dengan segudang perhatian yang tidak pernah Renata ketahui. dan dia Juga yang selalu bisa menangkap renata ketika jatuh. apakah ia akan selamanya mendekap Renata kapanpun ia akan jatuh?
Lost in Drama
1687      641     4     
Romance
"Drama itu hanya untuk perempuan, ceritanya terlalu manis dan terkesan dibuat-buat." Ujar seorang pemuda yang menatap cuek seorang gadis yang tengah bertolak pinggang di dekatnya itu. Si gadis mendengus. "Kau berkata begitu karena iri pada pemeran utama laki-laki yang lebih daripadamu." "Jangan berkata sembarangan." "Memang benar, kau tidak bisa berb...
Secret World
3039      994     6     
Romance
Rain's Town Academy. Sebuah sekolah di kawasan Rain's Town kota yang tak begitu dikenal. Hanya beberapa penduduk lokal, dan sedikit pindahan dari luar kota yang mau bersekolah disana. Membosankan. Tidak menarik. Dan beberapa pembullyan muncul disekolah yang tak begitu digemari. Hanya ada hela nafas, dan kehidupan monoton para siswa kota hujan. Namun bagaimana jika keadaan itu berputar denga...
Iblis Merah
8044      2214     2     
Fantasy
Gandi adalah seorang anak yang berasal dari keturunan terkutuk, akibat kutukan tersebut seluruh keluarga gandi mendapatkan kekuatan supranatural. hal itu membuat seluruh keluarganya dapat melihat makhluk gaib dan bahkan melakukan kontak dengan mereka. tapi suatu hari datang sesosok bayangan hitam yang sangat kuat yang membunuh seluruh keluarga gandi tanpa belas kasihan. gandi berhasil selamat dal...
Baret,Karena Ialah Kita Bersatu
675      395     0     
Short Story
Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan perjuangan Kartika dan Damar untuk menjadi abdi negara yang memberi mereka kesempatan untuk mengenakan baret kebanggaan dan idaman banyak orang.Setelah memutuskan untuk menjalani kehidupan masing - masing,mereka kembali di pertemukan oleh takdir melalui kesatuan yang kemudian juga menyatukan mereka kembali.Karena baret itulah,mereka bersatu.
karena Aku Punya Papa
436      312     0     
Short Story
Anugrah cinta terindah yang pertama kali aku temukan. aku dapatkan dari seorang lelaki terhebatku, PAPA.
Summer Whispering Steam
1331      684     0     
Romance
Mereka menyebutnya Nagisano Shizuka, sebuah kedai kopi yang berlokasi di garis pantai Okinawa, Jepang, permata tersembunyi di tepian Samudera Pasifik yang menawarkan tempat peristirahatan sempurna dari hiruk-pikuk duniawi. Perpaduan sempurna antara estetika tradisional Jepang dan suasana pantai membuatnya dikenal sebagai “Mimpi Panjang di Musim Panas Semesta.” Seorang Manajer bernama Yuki ...