Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asoy Geboy
MENU
About Us  

Cahaya yang masuk melalui gorden sangat menusuk mata. Bayangan hitam kehijauan lagi-lagi menjadi halangan dalam mengedarkan pandangan. Tapi, kali ini Geboy enggak mau kalah. Punggungnya terasa begitu kaku sampai susah bergerak. Bagian belakang kepala hingga pundaknya juga berat dan nyut-nyutan. Ia ingin bangun, meregangkan otot, lalu enyah jauh-jauh dari sini--yang ia sendiri belum tahu ada di mana. Lelaki itu pun menghela napas dan mencoba menutupi area muka. Sontak dahinya berkerut saat mendapati selang infus di tangan kirinya.

"Boy? Ya Tuhan, syukurlah kamu sudah bangun."

Ma ….

Geboy menurunkan tangannya. Ia lantas menyentuh area leher, tapi lama sekali. Pergerakannya seperti siput lagi lomba lari. Ia refleks menelan ludah. Suaranya enggak terdengar. Entah hilang, habis, atau sedang digadaikan. Mungkin karena tenggorokannya yang kering bak padang pasir. Mau berkali-kali dibasahi dengan air liur pun enggak akan ngefek.

"Mama panggilin dokter dulu, ya."

Tyas tampak berkaca-kaca. Matanya sayu dan berkantung hitam. Rambut juga acak-acakan dengan baju enggak disetrika. Geboy makin mengerutkan kening. Apa yang terjadi pada wanita itu? Bukan, apa yang terjadi padanya?

"Anjir, Boy! Hidup juga lo akhirnya!"

Komal ternyata tidur di sofa. Lelaki itu tiba-tiba memeluk Geboy setelah Tyas membangunkannya--untuk menjaga sebentar. Ia enggak kalah bahagia dan hampir menangis. Sosok yang terkapar layaknya mumi kini benar-benar kembali. Ia segera merogoh ponsel dan membuat panggilan grup guna memberi tahu kabar baik ini. Geboy yang melihat itu masih berkedip linglung, mencerna situasi sambil mengingat-ingat.

"Welcome back, Boy!"

Bang Aco? Ah, iya. Alis Geboy bertautan. Ia sadar telah kehilangan seniornya itu.

Argh!

"Eh, eh, lo kenapa?"

Komal segera mematikan telepon dan menjauh dari ranjang Geboy saat sahabatnya memegangi kepala. Ia membiarkan dokter dan perawat mendekat, lalu keluar bersama Tyas. Mereka menunggu dengan sabar sampai proses pemeriksaan selesai. Syukurlah, dokter mengatakan Geboy sudah siuman, meski belum bisa banyak bergerak dan berbicara. Tyas lekas berterima kasih dan segera mengirim pesan pada Abi. Komal juga turut membungkuk kemudian masuk ruang rawat lagi.

Geboy saling pandang dengan sahabatnya. Memori terakhir yang ia ingat adalah segerombolan warga yang berniat menolong, tapi hanya menatapnya seakan ia barang rapuh yang kalau disentuh bisa berserakan. Lelaki itu juga sudah cukup sadar untuk mengecek tanggal di kalender dinding. Ia sudah melewatkan banyak hal.

"Mau minum?" tawar Komal. Ia sudah tenang--enggak hiperaktif kayak tadi--dan duduk di kursi kecil samping laci.

Geboy pun mengangguk dan bertanya lirih, "Anak gue gimana?"

Peka, Komal mendekatkan telinganya ke bibir Geboy. "Oh, motor? Aman kok, di bengkel Kang Mus."

Geboy bernapas lega, meski detik berikutnya tampak murung lagi. Terlebih saat kesusahan menggerakkan kedua kaki, yang ternyata masih di-gips. Raut wajahnya berubah mendung. Debar jantung makin enggak karuan juga. Jangan-jangan, jangan-jangan, hanya itu yang ada di benaknya.

"Bentar lagi dilepas, kok. Lo nggak usah khawatir. Tapi setelah ini lo mesti terapi jalan. Gue temenin. Oke?"

Komal mengarahkan sedotan plastik pada Geboy. Ia menjelaskan sesantai mungkin, berharap yang bersangkutan enggak syok dan memperparah keadaan. Untung Geboy realistis dan enggak dramatis. Namanya juga musibah, mau bagaimana? Dibanding takut enggak bisa jalan, ada hal penting lain yang lebih menyeramkan, yaitu:

"Perlombaannya gimana?"

Sayup-sayup Komal dapat menangkap kalimat itu. Ia paham kekhawatiran Geboy, tapi entah apakah waktunya sudah tepat untuk menjelaskan semuanya. Ia pun berkata mau menunggu Aco dan anak Geng Senter lain sebelum bercerita apa pun.

Geboy pasrah. Enggak ada yang bisa ia lakukan. Dengan keadaannya sekarang, sudah pasti sekolah mendelegasikan siswa lain. Sepanjang sejarah Geng Senter, ia menjadi ketua pertama yang enggak berkompetisi di ajang bergengsi itu. Ia kalah tanpa berperang. Jabatannya kini makin jauh dari genggaman. Belum lagi, masalah Randu ….

"Sepupu lo nggak menang, btw."

Mustahil, Geboy sontak terbatuk. Komal segera menaikkan bed-nya agar Geboy bisa setengah duduk. Keterkejutan itu ia prediksi dari jauh-jauh hari, jadi Komal sudah lihai mempersiapkan responsnya.

"Lo nggak salah denger, kok. Tahun ini anak Geng Senter nggak dapet apa-apa. Untuk pertama kalinya."

Sebuah pencapaian buruk. Geboy refleks menunduk. Ia merasa gagal. Bahkan anggota-nya pun kalah. Padahal, kalau memang takdirnya berpisah dengan posisi ini, ia akan menerima dengan lapang dada. Ya, mungkin akan sehari-dua hari merajuk sebab omelan papanya, tapi ia akan sembuh. Karena paling enggak Geng Senter tetap berjaya di mata anak STM sekota, terutama di jurusan sepada motor.

Sekarang, ia benar-benar enggak punya apa pun untuk dibanggakan, bukan?

"Boy?"

Sang empunya nama lekas menoleh. Papanya datang bersama Pram, juga anggota geng yang ikut masuk dari belakang. Lelaki itu langsung memeluk dan mencium keningnya. Ia bisa merasakan tetesan air mata yang tertinggal di ujung pelipis. Geboy pun mematung. Baru ini ia mendapati Abi kalang kabut panik begitu.

"Ada keluhan? Mana yang masih sakit?"

Geboy masih bergeming. Ia lantas memandangi Tyas yang mendekat lalu duduk di tepi kasur. Kedua orang tuanya itu kompak berperilaku aneh. Geboy enggak terbiasa dengan perhatian berlebih semacam ini.

"Lo udah siap dengerin penjelasan gue, Boy? Gue sengaja ngajak Om Pram juga biar dia ikut dengerin."

"Masalah apa, Bang?" jawab Geboy pelan dan terbata.

"Motor lo. Lo pasti sadar kan kalau remnya blong?"

Geboy mengangguk, tapi kemudian menggeleng. "Gue baru tahu."

"Iya, paham. Ini bukan tanpa sengaja, kok. Lo emang dicelakai sama seseorang."

"Dan itu Randu. Iya, Co?" Pram menembak pernyataan yang ingin pembimbing anaknya katakan.

"Maaf, Om. Tapi saya, Kang Mus, dan senior lain meyakini itu. Kami sudah cek CCTV di bengkel dan yang keluar-masuk sana pas jam-jam motor Boy dirusak cuma dia. Kita emang nggak punya bukti langsung, makanya nggak bisa nuntut apa-apa juga, tapi dari sini seenggaknya Om Pram bisa tahu dan nyoba ngobrol sama dia."

"Tapi kenapa? Selama ini Randu nggak pernah macam-macam, kan?" Abi turut enggak percaya.

"Itu karena Om nggak tahu aja. Dia udah sering kok cari gara-gara sama Boy," jawab Komal mewakili sahabatnya.

"Iya, Boy?"

Geboy menatap Aco dan kawan-kawannya yang lain, lalu mengangguk. "Mungkin dia tertekan juga. Om Pram nggak pernah ngasih apresiasi yang cukup, Papa nggak pernah puas sama pencapaianku. Kalau emang beneran dia yang ngelakuin, aku maklum, kok. Nggak apa-apa. Udah telanjur."

Komal mendelik saat mendengar kalimat yang diucapkan selama dua menit itu. "Ya nggak bisa gitu dong, Boy. Dia perlu dikasih pelajaran."

"Kalau begitu, Om sama Om Abi aja yang nanggung akibatnya, gimana?" Pram menjawab itu sambil memijat tengkuk. "Maaf ya, Bi. Aku nggak ngira kalau dia nekat begini."

"Nggak apa-apa, coba ditanya dulu. Besok ajak ke sini. Kita bicarain baik-baik."

Pram mengiakan lalu keluar dengan wajah menekuk. Tyas pun menemaninya. Komal dan anggota geng ikut pamit ke kantin rumah sakit, meninggal Geboy dengan papanya berdua di kamar.

Hening mendominasi. Geboy kikuk, hanya menatap papanya yang terus menunduk seraya menciumi pergelangan tangan yang dingin dan gemetaran. Abi juga berulang kali mendengkus. Mau mengangkat kepala saja enggan. Antara malu, takut, atau kecewa pada diri sendiri. Geboy pun lekas menepuk lengannya, seakan meminta agar Abi mau berbicara.

"Ternyata kalau kamu nggak ada tuh sepi banget hidup Papa, Boy."

Geboy tersenyum tipis. Ia berusaha menggenggam tangan papanya, tapi belum kuat. Syukurlah Abi peka dan menggantikan niatnya.

"Sekarang yang penting kamu nggak kenapa-kenapa."

"Iya, Pa."

"Urusan Randu kita selesaikan besok, nunggu kakekmu ke sini juga biar tahu kelakuan cucu-cucunya."

"Tapi--"

"Udah, jangan ngalah dan kasihan terus. Kamu yang terbaik. Itu kan yang perlu Papa akui?"

Sebenarnya iya, tapi Geboy susah membenarkan. "Randu juga. Punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jadi, boleh nggak kalau setelah ini kami nggak harus bersaing lagi?"

Abi mengusap kepala Geboy. "Boleh, pasti. Lagian, Papa yakin setelah ini Randu bakal keluar gengmu, atau malah dari sekolah sekalian."

"Kenapa?"

"Kita tunggu besok, ya."

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Marry
1537      748     0     
Fantasy
Orang-orang terdekat menghilang, mimpi yang sama datang berulang-ulang, Marry sempat dibuat berlalu lalang mencari kebenaran. Max yang dikenal sebagai badut gratis sekaligus menambatkan hatinya hanya pada Orwell memberi tahu bahwa sudah saatnya Marry mengetahui sesuatu. Sesuatu tentang dirinya sendiri dan Henry.
KELANA [Kenzie - Elea - Naresh]
5365      1875     0     
Fan Fiction
Kenzie, Elea, Naresh, tiga sahabat yang ditakdirkan menjadi seorang bintang. Elea begitu mengagumi Naresh secara diam-diam, hingga dia amat sangat peduli terhadap Naresh. Naresh yang belakangan ini sering masuk lambe turah karena dicap sebagai playboy. Bukan tanpa sebab Naresh begitu, laki-laki itu memiliki alasan dibalik kelakuannya. Dibantu dengan Kenzie, Elea berusaha sekuat tenaga menyadarka...
Dream of Being a Villainess
1391      796     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...
A Day With Sergio
1778      797     2     
Romance
PATANGGA
872      601     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
Samudra di Antara Kita
34152      5567     136     
Romance
Dayton mengajar di Foothill College, California, karena setelah dipecat dengan tidak hormat dari pekerjaannya, tidak ada lagi perusahaan di Wall Street yang mau menerimanya walaupun ia bergelar S3 bidang ekonomi dari universitas ternama. Anna kuliah di Foothill College karena tentu ia tidak bisa kuliah di universitas yang sama dengan Ivan, kekasihnya yang sudah bukan kekasihnya lagi karena pri...
HIRAETH
504      348     0     
Fantasy
Antares tahu bahwa Nathalie tidak akan bisa menjadi rumahnya. Sebagai seorang nephilim─separuh manusia dan malaikat─kutukan dan ketakutan terus menghantuinya setiap hari. Antares mempertaruhkan seluruh dirinya meskipun musibah akan datang. Ketika saat itu tiba, Antares harap ia telah cukup kuat untuk melindungi Nathalie. Gadis yang Antares cintai secara sepihak, satu-satunya dalam kehidupa...
House with No Mirror
471      353     0     
Fantasy
Rumah baru keluarga Spiegelman ternyata menyimpan harta karun. Anak kembar mereka, Margo dan Magdalena terlibat dalam petualangan panjang bersama William Jacobs untuk menemukan lebih banyak harta karun. Berhasilkah mereka menguak misteri Cornwall yang selama ini tersembunyi?
Ketos pilihan
768      533     0     
Romance
Pemilihan ketua osis adalah hal yang biasa dan wajar dilakukan setiap satu tahun sekali. Yang tidak wajar adalah ketika Aura berada diantara dua calon ketua osis yang beresiko menghancurkan hatinya karena rahasia dibaliknya. Ini kisah Aura, Alden dan Cena yang mencalonkan ketua osis. Namun, hanya satu pemenangnya. Siapa dia?
ALTHEA
108      89     0     
Romance
Ini adalah kisah seorang perempuan riang yang memiliki perasaan lebih ke manusia es batu, manusia cuek yang telah menyukai seorang perempuan lain di sekolahnya. Walaupun ia tahu bahwa laki laki itu bukan menyukai dirinya, tetap saja ia tak akan kunjung lelah untuk mendapatkan perhatian dan hati laki laki itu. Akankah ia berhasil mendapatkan yang dia mau? "Dasar jamet, bales chat nya si...