Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asoy Geboy
MENU
About Us  

Lumpia goreng yang dicocol saus kental menjadi satu-satunya alasan Geboy mau bertahan di Warung Abah. Sedari tadi, ekspresinya masih sama--menekuk dengan side eyes yang menakutkan--serta setia menutup mulut. Semula, ia enggak masalah kalau traktiran si Randu disebabkan oleh kejadian baik yang pasti berbanding terbalik dengannya. Toh, ia sudah terbiasa mendengar lelaki itu memamerkan berbagai macam hal yang membuatnya mual-muntah dan demam semalaman. Tapi, hari ini cukup berbeda. Ia bahkan enggan terlibat dalam percakapan anak-anak lain.

"Puas banget bisa ngalahin tuh cowok."

Kesekian kali Randu membual. Geboy sontak mendengkus. Bola matanya berputar malas. Ia juga berdecak lalu menyilangkan kaki ke arah berlawanan. Ia malas menatap sepupunya itu, apalagi kalau sedang mode cerewet seperti ini. Ingin rasanya menyalakan mesin motor dan lanjut pulang, tapi Komal menahannya karena cerita Randu lumayan seru. Sialan, batinnya.

"Bagus, deh. Sesekali geng sebelah emang perlu dikasih pelajaran," timpal salah seorang dari mereka.

Geboy cuma merespons seadanya. Hem, iya, ho'oh, gas, betul, dan segelintir kata pelit lain seperti digilir untuk diucapkan. Raga dan jiwa lelaki itu seakan sedang terpisah. Tatapannya enggak fokus, seolah menerawang sisi gelap dari pojok warung yang digosipkan ada penunggunya. Komal menyadari itu, tapi ia perlu memecut sahabatnya dengan trigger lain yang lebih aduhai. Sepertinya, ini berhasil.

"Jalur prestasi tuh tetep jadi pembalasan yang paling epic." Randu menutup sesi pidatonya sambil sekilas melirik Geboy.

Sayang, sang sepupu itu benar-benar enggak tertarik, meskipun apa yang Randu lakukan ini termasuk pecah rekor. Mendapat nilai tertinggi memang bukan perkara besar, tapi berkat huru-hara Bobi di agenda balap kemarin, kemenangan Randu menjadi angin segar bagi Geng Senter. Minimal, ia yang dinilai 'anggota biasa' bisa dengan gampang menginjak-injak harga diri ketua dari Geng Boswan. Terlebih lagi Randu memanggil dan meremehkan Bobi di depan kelas--dibuktikan dengan rekaman video--yang membuatnya sangat cool dan fantastis. Padahal, hal itu enggak pernah jadi trending topic sebelumnya.

Semua berkat kemampuan marketing Randu yang suka hiperbola.

"Gue cabut dulu."

"Lah, kenapa? Masih sore ini," ucap Komal. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam.

Geboy enggan menjawab. Ia cuma tersenyum tipis lalu menyalami semua anggota, termasuk Randu. Lelaki itu kemudian membayar pesanannya dan segera beranjak pulang.

Di sepanjang jalan, pikiran Geboy hanya terbagi dalam dua hal, yaitu lalu lintas dan peningkatan eksistensi Randu. Sekarang, anak Geng Senter mulai melihat sisi hero dari sepupunya itu. Padahal, lagi-lagi harus ia tegaskan, semua ini bukanlah hal baru dan enggak seharusnya dibesar-besarkan. Kebetulan saja si Bobi yang cari masalah, mereka satu sekolah dan satu kelas pula, lalu Randu si penguasa jagat Makmur memperoleh nilai sempurna di tugas terbaru mereka, dan BOOM! Lakon hangat itu berhasil terbentuk.

"Iya, ya. Kok kebetulan banget," monolog Geboy tiba-tiba.

Lelaki itu lekas menggeleng. Ia mengusap wajah saat berhenti di lampu merah. Makin dipikir memang makin berat otak dan batinnya. Jadi, ia memilih langsung pulang, minum cokelat, tarik selimut, nonton Netflix, dan tidur sampai subuh besok.

Meski bangun dengan tubuh prima dan siap menyerap materi Aco dengan baik, Geboy tetap banyak pikiran--entah apa saja yang diresahkan. Saat perjalanan ke bengkel tempat belajar, ia hampir menabrak tiang listrik karena salah belok. Untunglah ada kakek-kakek yang meneriakinya dari jauh. Kalau enggak, motor klasik kesayangannya bisa babak belur.

"Siang, Kang," sapa Geboy setelah tiba.

"Siang. Udah ditunggu Aco di belakang."

"Oke, makasih."

Lelaki yang mengenakan celana training dan kaus lengan panjang serba-hitam itu segera masuk dan mencari seniornya. Ia lantas berlari-lari kecil saat mendapati sosok yang dicari tengah melambaikan tangan. Geboy pun meletakkan tasnya ke dekat kursi kecil lalu menghampiri Aco.

"Udah lama, Bang?"

"Baru, kok. Tadi sekalian dari kampus langsung ke sini. Lo udah makan?"

"Aman," jawab Geboy asal, sebab sebenarnya ia hanya mengonsumsi onigiri Indomaret sebelum kemari.

"Oke. Lo cek dulu, gih."

"Siap!"

Sesuai jadwal yang Geboy berikan, Aco memutuskan hari ini membahas pemasangan rantai lebih dulu. Ia sudah meminta izin pada Kang Mus untuk memakai motornya sebagai uji coba. Syukurlah, Honda Supra X125 ini boleh diapakan saja, asal dikembalikan seperti semula.

Geboy tampak tenang dan serius sampai dahinya berkerut. Sebuah pemandangan langka karena biasanya ia cuma haha-hihi, atau parahnya malah grasak-grusuk. Mungkin sebab Aco menyuruhnya untuk menikmati waktu tanpa risau. Enggak ada timer, enggak ada deadline.

"Ini terlalu kendor, Bang."

"Efeknya apa?"

"Entar timing bukaan klepnya bisa telat, terus mesin jadi berisik dan rantai bisa loncat dari gear."

"Sip. Motor ini kan pake roll keteng dari karet, jadi penegangnya masih ngandelin suling hidrolik."

"Makanya setiap buka baut penonjok itu selalu keluar oli ya, Bang?"

"Yoi, itu yang bikin suaranya berisik. Karena kan olinya keluar, jadi tekanan hidroliknya hilang."

Geboy manggut-manggut. Ia kemudian memperhatikan bawah blok, tepatnya pada baut 10mm yang terdapat ring lembaga. Bagian itu merupakan nipel yang berfungsi membuang angin palsu.

Setelah Aco menyalakan motor dalam kondisi langsam dan standar tengah, Geboy pelan-pelan membuka baut itu dan menunggu sampai ada angin yang keluar, dibarengi dengan muncratan oli. Suara mesin yang semula kurang enak didengar perlahan makin halus.

"Kalau udah gini, bisa langsung ditutup terus dikencangkan," ucap Aco.

"Oke, Bang."

Kurang dari sepuluh menit, pengerjaan plus pemberian materi itu selesai. Geboy seketika menghela napas lega. Mengobrol dengan Aco jauh lebih mudah dipahami daripada mendengar tausiah Pak Bonang. Seenggaknya, ia sudah mengantongi satu kasus dan bisa bergerak ke dunia rantai yang lain.

"Gimana? Nggak susah, kan?" Aco ikut duduk di sebelah Geboy dan merangkul pundaknya.

"Lumayan, Bang, berkat lo."

"Enggak, emang lo aja yang udah ada bakat. Kuncinya yang penting observasi dulu, pahami case, cari solusi, baru eksekusi. Jangan malah pegang sambil mikir, takutnya lo ngelakuin kesalahan dan harus ulang dari awal. Mending take your time, tapi pas udah ngerti mana yang mesti dibenerin bisa langsung sat set."

"Thanks, Bang."

"Sip. Mau istirahat dulu, nggak? Gue curiga perut lo kosong."

Geboy tertawa kikuk. "Kedengaran, ya?"

"Dikit." Aco ikut terkekeh. "Mau ke Warung Abah atau di dekat sini aja?"

"Sini aja. Bahaya kalau ke sana. Bisa-bisa kelamaan nongkrong kagak balik-balik. Lagian, mau bungkus buat Kang Mus sekalian."

"Oh, oke. Ayo!"

Geboy mengangguk. Ia segera berdiri tanpa aba-aba. Seketika pandangannya berubah hitam kehijauan dan tubuh pun sontak melemas. Pening di kepala enggak seberapa, tapi tiba-tiba ia limbung seperti tersetrum sampai membentur pinggiran motor dan tersungkur.

"Boy!"

Aco yang sepersekian detik enggak menyangka hal itu akan terjadi refleks mendekat dan berlutut. Ia terus memanggil Geboy dan menepuk-nepuk pipinya. Suara itu semula masih bisa terdengar, meski dibarengi dengungan dan lirih sekali. Tapi, lama-kelamaan Geboy jatuh lebih dalam dan enggak bisa berkutik lagi.

"Kenapa, Co?" Dari depan Kang Mus tampak berlari kalang kabut. "Astagfirullah!"

"Kain bersih, Kang, tolong," pinta Aco sambil memangku Geboy. Ia juga sibuk menekan nomor emergensi untuk mencari pertolongan pertama.

"Iya … iya. Bentar, bentar!"

Setelah meraih handuk kecil yang Kang Mus berikan, Aco segera menekan luka di kepala Geboy yang terus berdarah. Dengan tangan satunya, ia menyalakan speaker dan menyuruh Kang Mus menjelaskan arah jalan pada petugas ambulans, sebab ia enggak bisa berpikir jernih. Tangannya gemetaran dan tengkuknya banjir keringat.

"Baik, Pak. Terima kasih," ucap Kang Mus mengakhiri panggilan.

Usai mendapat kepastian dan mereka tinggal menunggu, Aco teringat sesuatu dan meminta ponselnya lagi. Lelaki itu memejamkan mata lalu menarik napas dalam-dalam, menetralkan degup jantung.

"Kita harus telepon Om Abi."

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
AUNTUMN GARDENIA
160      139     1     
Romance
Tahun ini, dia tidak datang lagi. Apa yang sedang dia lakukan? Apa yang sedang dia pikirkan? Apakah dia sedang kesulitan? Sweater hangat berwarna coklat muda bermotif rusa putih yang Eliza Vjeshte kenakan tidak mampu menahan dinginnya sore hari ini. Dengan tampang putus asa ia mengeluarkan kamera polaroid yang ada di dalam tasnya, kemudian menaiki jembatan Triste di atas kolam ikan berukura...
ALMOND
1138      651     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
ARSELA: Perjodohan si Syar'i dan Ketua Geng Motor
189      158     3     
Romance
Memiliki hutang budi dengan keluarga Dharmendra, Eira mau tidak mau menyetujui perjodohan dengan putra sulung keluarga itu, Arsel, seorang ketua geng motor tersohor di kampusnya.
Dapit Bacem and the Untold Story of MU
8620      2302     0     
Humor
David Bastion remaja blasteran bule Betawi siswa SMK di Jakarta pinggiran David pengin ikut turnamen sepak bola U18 Dia masuk SSB Marunda United MU Pemain MU antara lain ada Christiano Michiels dari Kp Tugu To Ming Se yang berjiwa bisnis Zidan yang anak seorang Habib Strikernya adalah Maryadi alias May pencetak gol terbanyak dalam turnamen sepak bola antar waria Pelatih Tim MU adalah Coach ...
FIREWORKS
549      391     1     
Fan Fiction
Semua orang pasti memiliki kisah sedih dan bahagia tersendiri yang membentuk sejarah kehidupan setiap orang. Sama halnya seperti Suhyon. Suhyon adalah seorang remaja berusia 12 tahun yang terlahir dari keluarga yang kurang bahagia. Orang tuanya selalu saja bertengkar. Mamanya hanya menyayangi kedua adiknya semata-mata karena Suhyon merupakan anak adopsi. Berbeda dengan papanya, ...
Under a Falling Star
1081      628     7     
Romance
William dan Marianne. Dua sahabat baik yang selalu bersama setiap waktu. Anne mengenal William sejak ia menduduki bangku sekolah dasar. William satu tahun lebih tua dari Anne. Bagi Anne, William sudah ia anggap seperti kakak kandung nya sendiri, begitupun sebaliknya. Dimana ada Anne, pasti akan ada William yang selalu berdiri di sampingnya. William selalu ada untuk Anne. Baik senang maupun duka, ...
Kisah Kemarin
7353      1749     2     
Romance
Ini kisah tentang Alfred dan Zoe. Kemarin Alfred baru putus dengan pacarnya, kemarin juga Zoe tidak tertarik dengan yang namanya pacaran. Tidak butuh waktu lama untuk Alfred dan Zoe bersama. Sampai suatu waktu, karena impian, jarak membentang di antara keduanya. Di sana, ada lelaki yang lebih perhatian kepada Zoe. Di sini, ada perempuan yang selalu hadir untuk Alfred. Zoe berpikir, kemarin wak...
Listen To My HeartBeat
596      363     1     
True Story
Perlahan kaki ku melangkah dilorong-lorong rumah sakit yang sunyi, hingga aku menuju ruangan ICU yang asing. Satu persatu ku lihat pasien dengan banyaknya alat yang terpasang. Semua tertidur pulas, hanya ada suara tik..tik..tik yang berasal dari mesin ventilator. Mata ku tertuju pada pasien bayi berkisar 7-10 bulan, ia tak berdaya yang dipandangi oleh sang ayah. Yap.. pasien-pasien yang baru saja...
Jelita's Brownies
4335      1639     11     
Romance
Dulu, Ayahku bilang brownies ketan hitam adalah resep pertama Almarhum Nenek. Aku sangat hapal resep ini diluar kepala. Tetapi Ibuku sangat tidak suka jika aku membuat brownies. Aku pernah punya daun yang aku keringkan. Daun itu berisi tulisan resep kue-kue Nenek. Aku sadar menulis resep di atas daun kering terlihat aneh, tetapi itu menjadi sebuah pengingat antara Aku dan Nenek. Hanya saja Ib...
Antic Girl
147      122     1     
Romance
-Semua yang melekat di dirinya, antic- "Sial!" Gadis itu berlalu begitu saja, tanpa peduli dengan pria di hadapannya yang tampak kesal. "Lo lebih milih benda berkarat ini, daripada kencan dengan gue?" tanya pria itu sekali lagi, membuat langkah kaki perempuan dihadapannya terhenti. "Benda antik, bukan benda berkarat. Satu lagi, benda ini jauh lebih bernilai daripada dirimu!" Wa...