Sore menjelang. Para mahasiswa dan mahasiswi berhamburan keluar kelas masing-masing. Siang tadi, istirahat, Rangga mengumpulkan para dosen untuk meminta waktunya untuk mengadakan rapat. Rapat yang membahas bagaimana pentingnya pendidikan di negaranya Alexis. Virgo keluar dari kelas lain yang diajarkannya. Membawa berkas berupa map. Bergegas menuju ruang rektor. Di mana Rangga bersemayam. Saat rapat siang yang diadakan tadi, dia merasa aura dari pemuda itu berbeda. Tampak serius. Bukan malah sangat serius. Melangkahkan kaki menuju lorong dan sampai di depan ruang rektor. Tanpa sungkan, dia masuk dan melihat bukan pemuda itu yang ada di ruangan, melainkan sang adik, Ayu. Gadis tersebut tampak serius mengetik berupa file yang dianggapnya penting. Menghampirinya."Maaf, saya ingin memberikan absensi untuk hari ini."
Ayu menghentikan mengetiknya, menoleh. Terkejut melihat pemuda itu sudah ada di depannya. Wajahnya merona.
"Ah, iya..." Menerima map itu dengan tangan gemetaran.
Virgo melihat tangan Ayu gemetaran bingung."Tangan kamu gemetaran begitu..."
"I-iya..." Ayu meringis. Gino di balik buku bacaan mengetahui pemuda itu langsung melayang ke arahnya, menggaplok kepalanya dari belakang dengan satu gaplokan!
Bug!
Virgo mengaduh hebat, memegangi belakang kepalanya. Terkejut melihat siapa yang sudah ada di hadapannya seraya mendelik marah.
"Ah!?" Virgo ikut mendelik. Siapa monster yang ada di hadapannya kini.
"KAMU YA YANG SUDAH MELAKUKAN HAL YANG MENYAKITI MASTER SAYA!?" katanya geram. Moncongnya terbuka lebar mirip monster siap akan melahap mangsanya.
"A-apa ma-maksudmu...?"
"KATAKAN! KENAPA KAMU MENYAKITI HATI MASTER SAYA!?"
Ayu segera menyambar Gino, menyeretnya menjauh dari Virgo."Tuan Gino! Hentikan!" pintanya.
"LEPASKAN! BIAR KULAHAP DIA!!"
"Tuan Gino! Jangan!" pekik Ayu, mendorong hingga ke belakang, menabrak lemari penuh buku diktat. Lemari itu oleng. Di atas lemari yang penuh dengan piala tersingkur bersamaan jatuhnya buku. Gino terlempar ke atas. Virgo segera tahu, menahan lemari itu dengan sihirnya. Buku dan piala yang terjatuh itu mengenai kepala dan badannya.
Buk!
Bak!
Buk!
Bruk!
Prang!
Ayu melindungi kepalanya dengqn kedua tangan."Huh?"
Buku maupun piala-piala yang terjatuh sama sekali tidak mengenainya.
"Kamu enggak apa-apa, kan?" kata Virgo. Ada serak dalam suaranya.
Ayu mendongak, menatap pemuda itu. Jika dilihat dari atas, memang wajah pemuda ini amatlah tampan. Namun, mengingat peristiwa kemarin akibat syal, pikiran itu ditepisnya. Virgo berusaha melindunginya agar tidak tertimpa.
"Sa-saya baik-baik saja."
"Ada apa ribut-rib—Ayu?!" Rangga masuk, berlari menghampiri mereka. Berjongkok menyelamatkan adiknya. Virgo dengan sihirnya mengembalikan semuanya seperti semula.
Rangga membantunya bangun.
"Kamu enggak apa-apa?"
Ayu menggeleng pelan.
"Kok bisa, sih kayak tadi? Kutinggal sehari sudah bikin ribut."
"Maaf, Bang..."
"Rektor Rangga," ucap Virgo, sudah ada di belakang Ayu.
"Ya?"
Virgo menatap Gino curiga.
"Sepertinya kotak itu enggak asing bagi saya."
"Oh?" Melirik Gino."Anda bikin ulah?"
Gino mendengus.
"Yah, kalau saya ceritakan bakal panjang," kata Rangga."Bagaimana?"
"Terserah!"
Rangga pun menceritakannya panjang-lebar. Virgo melongo. Kenapa kotak seajaib Gino bisa bertemu dengan Ayu.
"Wah, kok bisa?"
"Ya, begitulah. Dan Tuan Gino akhirnya tinggal di rumah kami," ungkap Ayu.
"Jadi, selama Rektor Rangga enggak ada, kamu ada temennya, dong?"
Ayu mengangguk.
"Ya, sudah. Rektor Rangga, itu map absensi mahasiswa kelas saya. Saya pergi dulu," Virgo melewati Ayu, melangkah menuju pintu, keluar.
"Bang Virgo bisa jaga rahasia enggak, ya?"
"Enggak tahu," kata Gino.
"Aku sih enggak bakal percaya bila dia bisa menjaga rahasia soal Tuan Gino."
Mereka pun memutuskan untuk pulang. Soal syal itu, Rangga masih tidak percaya. Apakah syal itu ada kaitannya dengan adiknya? Sebelum pulang, dia beranjak menemui VITTO di taman. Kebetulan cowok itu menunggu abang angkatnya yang lain, Iyan.
"VITTO?"
VITTO menoleh. Temannya beranjak meninggalkannya."Sudah, ya. Bye!"
"Ada apa, Rektor Rangga?" VITTO tak percaya bahwa pemilik sekaligus pemimpin kampus itu mendatanginya seorang diri.
Rangga duduk di sampingnya. Dia tahu, pemuda manis ini berbeda dengan kedua abangnya."Boleh kita bicara sebentar?"
VITTO yang sudah berpikiran buruk akan terjadi padanya."Rektor mau mengeluarkan saya dari kampus ini? Saya enggak punya masalah sama Rektor..."
"Bukan."
"Terus?"
"Kok kamu tegang begitu? Santai, santai saja. Kita bicara sebagai teman curhat saja, ya. Kalau kayak rektor sama mahasiswa begini kamu jadi tegang begini."
"E-eh, ya..." VITTO menggaruk rambut, yang tidak gatal canggung."Mau ngomongin soal apa, Bang... Eh, salah Rektor..."
Rangga tersenyum. Berganti menampilkan wajah serius."Ini soal adik saya."
"Maksud Abang Kak Ayu?" kata VITTO."Kenapa dengannya?"
"Saat kamu bilang tadi pagi, syal yang kamu kenakan itu punya penggemar Virgo, bukan?"
"Iya."
"Saya mau tanya, kalau alamat yang mengirimkan syal itu, misal dari adik saya dan itu ya, dibuang sama abangmu, apa kamu masih mau memakainya?"
VITTO melotot.
"Jadi, syal ini dari Kak Ayu?" tebaknya.
"Saya hanya menduganya," kata Rangga.
"Saya mau kok pakai syal ini, Bang. Enggak apa-apa Bang Virgo enggak mau memakainya. Saya pakai saja syal ini. Syal ini bagus, kok! Saya suka!"
"Terima kasih karena kamu suka, dan mau memakainya."
"Tapi, maafkan Bang Virgo, ya, Bang. Memang orangnya memang begitu... Padahal kenarin sudah saya bilangin kalau dikasih pemberian seseorang itu harus diterima," kata VITTO.
"Enggak, kok. Saya enggak marah. Memang saya sudah tahu sifat abangmu itu dari dulu. Oh, ya, kamu mau, kan, jadi teman untuk Ayu? Kalau seumpama dia ditinggal sama kedua temannya?"
"Kak Riany sama Kak Rianty?"
"Iya. Kan, kalau mereka sudah lulus, mereka bakalan enggak ketemu lagi."
"Mau. Saya mau kok menjadi temannya. Dia baik sama saya."
"Syukurlah. Terima kasih!"
"Tapi, soal Bang Virgo, jangan diambil hati, ya? Apalagi Kak Ayu, kan enggak enak..."
"Iya, iya. Terima kasih sekali lagi."
"Untuk apa Bang Rangga menanyakan itu ke saya?"
"Soalnya, kemarin dia murung terus." Menepuk pundak pemuda itu pelan."Nah, saya pergi dulu. Kamu ikut nebeng?"
"Enggak. Saya menunggu Abang
Iyan."
Rangga melangkah meninggalkan pemuda itu. Keluar dari taman, menuju area parkir. Di dalam mobil melayang Ayu dan Gino sudah menunggu.
"Abang dari mana?"
"Oh, ada urusan sebentar tadi. Maaf, lama, ya."
"Kukira Abang tadi ke toilet."
"Hahaha. Enggak." Rangga akan memasuki mobil."Kamu mau menyetir?"
"Menyetir Abang bilang?"
"Sekali-kali, Ay."
"Tapi, aku kan masih belum berani menyetir sendiri..."
Ia memang sudah bisa menyetir mobil melayang. Apalagi mobil melayang milik abangnya. Namun, walau sudah bisa sekalipun, ia masih belum punya keberanian untuk mengendarainya sendiri.
"Abang temani. Ayo, kamu keluar dulu. Nih, kuncinya." Memberikan kunci pada Ayu.
Ayu terpaksa menerimanya. Ia sudah gugup sekali. Mengebmndarainya sendiri? Ah, tak mungkin dirinya bisa melakukannya. Saat akan keluar dari mobil, ia melihat Virgo bersama dua saudara berjalan menghampiri area parkir. Teringat soal syal yang dikenakan VITTO hatinya merasa sedih kembali. Namun, segera ditepisnya rasa sedih itu. Berganti masuk ke dalam mobil melayang, memakai sabuk pengaman.
"Sudah siap?"
Ayu menghela napas. Memasukkan kunci ke dalam lubang.
"Bocah, memang Ayu sudah bisa mengendarai benda ini?" tanya Gino.
"Ayu, sebenarnya sudah bisa. Tapi, dia masih belum berani untuk mengendarainya."
"Kalau belum berani, ngapain kamu suruh dia?"
"Sekali-kali gantian, ah. Ayo, Ay, kamu bisa, kok. Pelan-pelan saja kalau masih takut."
Ayu mengangguk. Memutar kuncinya. Dan, mesin pun menyala. Dengan instruktur dari Rangga, ia pelan-pelan mengendarainya. Mobil milik Iyan melesat di depan mereka. Ayu dengan gugup mencoba menyamai jalan mobil itu.
"Kalau pelan gini kapan sampainya?" Gino di bangku belakang berceletuk.
"Enggak apa-apa pelan. Asal selamat."
Di depan dan belakang mobil, malah mobil-mobil melayang mengantri untuk mengambil jalan. Bahkan ada yang membunyikan klason kencang, agar mobil melayang yang ditumpangi mereka harus cepat-cepat menyingkir keluar dari area parkir.
"A-aduh, Bang... Aku mana bisa diserobot begini... Aku berhenti saja, ya..." Ayu tambah takut mengendarai.
"Lanjutkan saja. Biarin mereka seperti itu. Enggak tahu apa kalau kamu masih takut-takut."
"Te-terusin?"
"Terusin. Nah, kita keluar. Belok ke kanan, ya, Ay."
Ayu membelokkan mobil melayang ke kanan. Menuju jalan pintas, biasanya Rangga memilih jalan itu bila pulang atau ke kampus. Di jalan itu hanya tiga kendaraan yang melaju. Jalan pintas itu seperti jalan pintas lainnya yang luas dan rata-rata banyak rumah-rumah yang dibangun di sana. Ada pula rumah-rumah makan kecil didirikan.
"Untungnya, di sini hanya sedikit pengendara yang melintas..." Ayu merasa lega. Meneruskan kembali mengendarai. Sejam mereka tiba menuju kawasan perumahan elit Alexis Permium. Ayu membelokkan lagi, memasuki kawasan, dan berhenti sebentar saat salah satu robot satpam menyuruhnya berhenti. Memeriksa. Setelah diperiksa, mobil melayang melaju kembali. Berbelok ke salah satu blok—Blok B, berhenti di satu rumah sama besar dan mewahnya. Pagar terbuka otomatis, Ayu melaju pelan menuju garasi. Tepat masuk di dalam, ia menghentikan mobilnya sembari bernapas lega.
"Fiuh..." Ia menunduk. Jantungnya masih berdebar.
"Bagaimana? Bisa, kan?"
"Bisa sih bisa... Kalau ada Abang... Kalau enggak ada?"
Rangga tersenyum.
Mereka turun, masuk ke dalam rumah saat Rangga membukakan pintu. Suasana rumah seperti biasa sepi.
"Mau makan apa hari ini?"
"Ayam balado tadi masih ada?"
"Masih. Nanti aku hangatin lagi," kata Rangga."Sudah sana, cepat mandi."
Ayu menurut. Tiba-tiba saja ada notifikasi masuk dari handpone-nya. Merogoh tas, membuka handpone. Melihat pesan dan membacanya.
Kak Ayu, jadi daftar di website itu, kan?
From:
VITTO Emocore