"Ayu? Kenapa berlari seperti itu?" kata Rangga.
"Ah, eh, Abang! Enggak apa-apa, kok!"
"Sepertinya kamu lagi senang?" tanya Rangga, menatap ekspresi adiknya.
"Hehehe. Aku berhasil, Bang!"
"Berhasil?" Rangga bingung.
"Aku berhasil lulus!"
"Woah, itu hebat, Ay." Rangga ikut senang mendengarnya."Pulang nanti, kamu dimasakin apa?"
"Buat apa, Bang? Aku bisa masak sendiri."
"Yah, kamu tahu sendiri."
"Abang enggak usah masak, deh."
"Terus?"
"Aku kepingin ayam krispi..."
"Ayam krispi? Ayam krispi di Frice Chiken Dulac?"
Ayu mengangguk mantap.
"Baiklah. Kita makan malam pakai itu. Sebelumnya, kamu buru-buru ingin ke mana?"
"Aku sebenarnya mau menemui Abang di kantor. Abang sendiri mau ke mana?"
"Mau ke kantor seketariat sebentar bersama Tuan Iy-" perkataannya terhenti saat ada seseorang yang menyahut di belakang mereka.
"Saya di sini Pak Rektor," jawab Iyan berjalan menghampiri mereka."Oh, inikah Ayu?" menatap lekat gadis itu."Kamu sudah besar, ya."
"Iya..." Mengalihkan pandangan ke arah abangnya."Oh, ya, Bang. Aku pergi dulu. Temanku sudah menunggu," katanya melenggang pergi.
Rangga mengangguk.
Ayu melewati koridor dan tak ayal menubruk lagi seseorang. Dan, bau orang yang ditubruknya seraya amat kenal. Bau mint.
"Maaf! Saya enggak seng—" Mendongak menatap seseorang yang amat disukainya. Sontak, wajahnya merona.
"Kamu enggak apa-apa?" tanya Virgo, yang menyampirkan tas dipundaknya.
"Sa-saya enggak apa-apa. Permisi," jawabnya melewatinya. Hingga keluar dari koridor berbelok ke arah taman. Di antara bangku-bangku taman yang menyerupai sebuah buku, tampak pemuda yang sedang menunggu. Mengetahui dirinya datang, memanggil,"Kak! Di sini!"
Ayu menghampirinya. Duduk di sebelahnya.
"Ada apa, TO?"
"Ini, Kak. Kakak mau enggak bekerja sebagai desainer grafis?"
"Boleh."
"Tapi ini freelance. Aku tahu ini dari temanku. Kalau Kakak mau, daftar saja di situs ini," VITTO menunjukkan website di internet melalui handpone-nya.
"Saya pernah cari situs itu," kata Ayu.
"Oala. Saya kira belum tahu. Ya,
maaf..."
"Enggak, kok. Justru aku sudah daftar. Tapi sudah lama sekali enggak buka. Karena sibuk mengerjakan skripsi..."
"Bagaimana skripsi Kakak?"
Ayu meringis senang."Diterima."
"Wah, selamat, ya!" ucap VITTO, ikut senang.
"Kapan kamu?"
"Sebentar lagi. Hehehe."
Ayu menatap syal yang melilit di lehernya. Memang menjelang siang hari seperti ini udara masih saja tetap dingin. Syal itu tampak tak asing baginya.
"Ada apa, Kak?"
"Enggak," kata Ayu."Syal itu sepertinya bagus."
"Syal ini, ya. Ini sebenarnya punya Bang Virgo. Kemarin ada paket misterius datang. Katanya entah dari siapa. Mungkin dari fans-nya kali. Abang enggak mau memakainya dan dilempar. Jadi ya, kupakai saja."
Apa dilempar?
Ayu terdiam. Tangannya meremas tas.
"Begitu, ya..." kata Ayu."Berarti Bang Virgo enggak mau memakainya?"
"Katanya norak, Kak. Tapi menurutku enggak. Bagus, kok."
Mata Ayu berkaca-kaca. Menatap VITTO penuh arti. Pemuda di depannya kini malah menerima syal itu. Tampak tidak mengejek barang yang bukan pemberiannya dari seseorang yang ditujukkan untuknya.
Ayu berusaha tersenyum.
"Ya, sudah. Terima kasih infonya. Saya balik dulu. Simpan baik-baik syal itu. Pasti orang yang memberikannya senang..." beranjak pergi meninggalkannya. Hatinya merasa kecewa. Barang yang pernah dipesannya ditolak? Ditolak secara mentah-mentah? Apalagi dilempar? Ia baru tahu jika pemuda yang disukainya itu menolak barang secara kasar. Ia berlari menuju pinggir jalan. Memesan taksi online. Hingga taksi yang dipesannya datang dan membawanya pulang. Selama setengah jam, taksi membawanya pulang ke rumah dan ia sudah berada di dalam kamar meratapi kekecewaannya yang terbilang amat besar. Berpikir, bahwa pemuda itu sama sekali tidak respek terhadapnya... Sebaliknya VITTO, sang adik, merespek dengan baik terhadapnya...
"Gadis Kecil," panggil Gino melayang ke arahnya.
Tidak ada sahutan.
"Ayu," panggil Gino lagi.
"Hmm, ya, Tuan..."
"Ada apa sebenarnya? Kenapa tiba-tiba kamu jadi murung begini?"
"Saya baik-baik saja," kata Ayu malas.
"Ini sudah hampir malam, lho. Kamu belum makan. Nanti bocah itu pulang dan kamu enggak makan bagaimana?"
"Saya belum lapar."
"Mau saya bikinkan sup bawang?"
"Enggak."
"Saya bikinkan telur dadar?" tawar Gino lagi.
"Enggak. Terima kasih."
Gino menatap gadis di hadapannya iba. Kenapa tiba-tiba gadis ini menjadi pemurung. Dia punya firasat bahwa terjadi sesuatu pada Ayu. Membiarkan gadis itu sendirian di kamar agar menenangkan diri. Sejak pertemuan dengan VITTO di taman kampus beberapa jam lalu, memutuskan untuk mencari tahu penyebabnya. Suara sepertinya suara mobil melayang memasuki garasi rumah. Dia melayang terbang turun menuju garasi. Melihat Rangga sudah pulang, memasuki rumah seraya melepas sepatu.
"Bocah."
"Tuan Gino? Mana Ayu?"
"Dia ada di dalam kamar," kata Gino,"kamu kenal bocah bernama VITTO Ardhana entah VITTO siapa, kek..."
"Kenal. Kenapa?"
"Bisa kita bicarakan empat mata? Ini soal Ayu."
"Ayu kenapa? Bukannya tadi dia senang karena skripsinya diterima?"
"Enggak tahu, ya. Saya mendengarnya tadi soal syal."
"Syal?" kata Rangga."Jadi Ayu kepingin syal?"
"Bodoh! Syal dimaksud ini bukan karena dia minta! Ini soal sy—"
"Permisi, pesanan datang!" sahut tukang pengantar makanan di mikrofon di dalam rumah.
Rangga berbalik, buru-buru menghampiri gerbang besar itu. Gerbang besar itu terbuka dengan sendirinya-memperlihatkan sosok tukang pengantar makanan.
"Iya, Bang?"
"Ini pesanannya, Pak," ucap tukang pengantar pesanan."Silakan tandatangan di sini," tunjuknya di kertas seperti bill.
Sebelum pulang dari kampus, Rangga memang memesan makanan sesuai keinginan sang adik. Ia menuliskan tandatangannya lalu menerima pesanannya."Oh, Bang. Ini sisanya buat Anda. Buat keluarga Anda yang ada di rumah," kata Rangga, memberikan dua makanan itu kepada tukang pengantar.
Tukang pengantar makanan itu merasa senang."Terima kasih, Tuan," ucapnya.
Setelah tukang pengantar makanan pesanan telah meninggalkannya, dia kembali masuk membawa pesanan makanannya. Memasuki rumah, Gino di depan pintu menunggunya.
"Tuan Gino masih di sini?"
"Iya, saya masih di sini. Kita bicarakan di dapur," kata Gino."Dan, apa yang kamu bawa?" Menatap kaleng berukuran besar di tangan Rangga.
"Ini ayam."
Mereka beranjak menghampiri dapur. Rangga meletakkan kaleng berisi ayam di meja. Menggeser kursi, duduk.
"Mau membicarakan apa?"
"Soal Ayu, tahu! Ini soal adikmuuu!" sahut Gino lantang."Kenapa dia menjadi pemurung?"
"Apa sebelumnya VITTO mengatakan sesuatu yang membuatnya sedih?"
"Syal! Saya mendengar mereka membicarakan syal!"
"Syal, ya. Biar kutelepon dia," kata Rangga.
"Jangan! Biar urusan ini kuatasi sendiri!" Gino menghadapkan mukanya yang seram di hadapan Rangga."Kamu, kamu jadi abangnya tidak tahu apa yang dialami adiknya!"
Rangga terdiam.
"Setahu saya, Ayu belum pernah punya masalah oleh temannya terlebih seorang cowok... Dia pernah bilang pada saya, dia diam-diam menyukai seseorang cowok..."
"Kamu tahu siapa cowok itu?" desak Gino.
"Cowok itu bernama Virgo. Abang angkat dari VITTO sekaligus adik dari Pak Iyan," lanjut Rangga.
"Biar saya datangi pemuda itu," tanggap Gino cepat."Kamu besok ke kampus, bukan?"
"Ya, saya besok ke kampus." Rangga melotot."Anda ingin melabrak Virgo?!"
Gino mendengus kasar. Berbalik,"Kamu suruh Ayu untuk segera makan. Karena dia sama sekali belum makan. Saya enggak mau dia sakit..." pesannya."Biar saya siapkan."
Rangga berdiri, beranjak keluar dari dapur menuju tangga. Menuju lantai dua-salah satu dari kamar yang dekat dengan balkon. Kamar adiknya terbuka sedikit. Di dalamnya tanpa ada cahaya sedikit pun. Mengintip di balik pintu. Melihat adiknya tampak tertidur. Mencoba masuk, menepuk kedua tangan pelan dan cahaya muncul di lampu-semua di kamar tersebut menjadi terang. Menghampirinya, duduk di tepi ranjang. Menatap gadis yang dikuncir belakang itu sama sekali belum mengganti pakaian. Pakaian yang dikenakannya masih sama sesudah ke kampus. Mencoba membangunkannya pelan."Ay, bangun... Ay..."
Ayu kemudian menggeliat pelan.
"Uugh..."
"Ay, bangun... Ini sudah malam..." Dengan sabar Rangga berusaha membangunkannya.
"Uugh... Eem... Aku masih
mengantuk..."
"Kan, entar bisa tidur lagi. Ayo, makan dulu. Lihat, kamu belum mandi. Tuan Gino di bawah, dia lagi menyiapkan makanan," bujuk Rangga.
"Entaran saja, Bang. Aku masih mengantuk..."
"Ayo, bangun!" Rangga menarik kedua tangan adiknya dengan paksa agar bisa bangun."Jangan jadi cewek malas, Ay! Abang enggak suka lihat kamu kayak begini malasnya!"
"Uugh!" Ayu bangun dengan terpaksa."Iya, iya, aku bangun!" Rambutnya yang dikuncir sudah awut-awutan serta pakaiannya.
"Kamu kenapa?" tanya Rangga."Enggak biasanya kamu malas kayak begini. Kamu ada masalah?"
Ayu terdiam sembari menguap.
"Aku enggak ada masalah apa-apa," kata Ayu.
"Yang benar?" kali ini Rangga dengan nada penekanan.
"Iya, Bang..."
"Ay, kalau ada masalah kamu tuh harus ngomong ke Abang biarpun itu masalah sekecil atau sebesar apa pun. Kalau Abang enggak ada, kamu sama siapa nanti?"
"Abang jangan ngomong begitu, ah! Aku enggak suka." Ayu memberengut.
"Makanya, cerita. Kamu punya masalah apa?"
"Dibilang aku enggak punya masalah, kok."
Rangga menatap adiknya dengan tatapan selidik sekaligus tidak percaya."Kata Tuan Gino, kamu jadi pemurung setelah pulang dari kampus. Dia cerita soal syal."
Ayu terbeliak.
Syal?! Batin Ayu. Ia jadi teringat bahwa kotak ajaib tersebut masih di dalam tas.
"Benar, kan?" tebak Rangga.
"Enggak, Bang. Syal punya VITTO... Dia bilang dari abangnya..."
"Dari Virgo?"
Ayu mengangguk.
"Bukan dari ceweknya Virgo?"
"Cewek, Bang?" Ayu menatap abangnya."Setahuku Bang Virgo enggak punya cewek..."
"Memang enggak punya. Tapi, ada satu cewek yang sedang dia taksir. Sukma."
Ayu mendengarnya lagi-lagi tidak suka.
"Abang juga suka sama Kak Sukma?"
"Enggak," jawab Rangga.
"Tapi, ya, Bang, kalau soal respek, lebih baik VITTO daripada abangnya."
"Memang. Karena Virgo itu egois..." Rangga seraya berdecak.
Ternyata abangnya itu tidak suka dari sifat Virgo. Virgo yang amat dikagumi oleh para kaum hawa, memiliki sifat yang egois. Seperti dirinya.
"Abang kok bisa ngomong begitu? Bang Virgo kan orang baik."
"Dia baik. Tapi aku enggak suka sifat egoisnya itu. Dulu, sewaktu kuliah, satu jurusan, aku pernah melihatnya memberikan sebuah cokelat kepada adik kelasnya yang mana cokelat itu dari cewek yang menyukai dirinya."
"Maksud Abang, dia enggak mau cokelat itu?"
"Iya."
"Ceweknya yang menyukainya bagaimana?"
"Dia sakit hati tahu cokelat itu diberikan orang lain."
"Kalau misalkan aku pacaran, ya pacaran sama dia, Abang mau menerimanya?" kata Ayu hati-hati.
Rangga tertawa. Tawanya seperti tawa mengejek. Bukan mengejek dirinya, melainkan orang lain.
"Pacaran sama dia? Wah, Ayu! Kamu punya pikiran seperti itu? Jelas, ya kamu penganggumnya. Abang sih, enggak tahu... Mungkin enggak akan merestui."
Ayu langsung memeluknya.
"Lho?"
**
"Bagaimana?" tanya Iyan kepada adik angkatnya. Saat mereka berempat makan bersama di ruang makan.
"Apanya?" VITTO meraih daging cincang yang sudah dibumbui.
"Soal Ayu."
"Kak Ayu mau. Dia sudah tahu website yang kukasih tahu."
"Biasanya anak jurusan desain, kan, tahu, TO." Virgo melahap sayur asamnya.
"Ayu? Siapa dia?" tanya Yan-Yan melahap cokelat di tangannya.
"Teman VITTO," jawab Iyan."Baguslah, kalau dia sudah tahu."
"Dia kan anak desain, ngapain kudu dikasih tahu segala? Kayak anak bodoh saja."
"Bodoh, Bang, katamu?"
"Dia kan bodoh. Masa menggunakan senjata sihir saja enggak bisa," ejek Virgo."Masa kalah sama kamu, TO. Kamu sudah bisa menguasainya. Eh, dia yang senior enggak bisa."
"Bang, jangan suka ngomong begitu kenapa?" VITTO menghentikan makannya. Sampai daging cincang yang dimakannya tersempil di sela giginya."Jangan suka menghujat orang. Enggak baik itu. Kalau kedengaran orangnya, bagaimana?"
"Ck, enggak, enggak..." Virgo berkelit."Dia enggak bakalan mendengar. Memang dia bodoh, kan? Masih pintar Rangga, makanya dia mewarisi kampus berserta sekolah yang lain."
VITTO diam. Merasa jengkel terhadap perkataan abangnya ini. Melanjutkan makannya.
"Sudah, Go, mending kita lanjutkan makan," kata Iyan.
Di rumah Keluarga Extreme sama. Mereka makan bersama di dapur. Mereka melahap ayam goreng krispi dengan lahap. Ayu sampai menambah saking laparnya.
"Pelan-pelan, Ay. Ini masih ada kok sisanya," Rangga melahap paha. Memang, ayam goreng krispi yang dipesannya adalah rasa pedas tercampur rasa manis. Dominan rasanya dengan paduan gurih.
Gino dengan sihirnya melambaikan segelas air pada Ayu. Gelas langsung terseret di depan Ayu."Nih, airnya. Lihat, kamu sampai megap-megap kepedasan."
Ayu megap-megap saking pedasnya. Padahal, ayam yang dipesan tidaklah terlalu pedas."Terima kasih." Ia meraihnya dan meneguknya.
"Hahaha. Kamu beneran lapar, ya?"
Ayu meletakkan gelas di meja kembali. Mengangguk,"Habis, aku lapar... Dan, aku sudah lama enggak makan ini..." Menatap abangnya."Tumben Abang pesan ini? Memang ada apa?"
Rangga tersenyum.
"Abang pesan ini karena hari ini kan hari spesialmu."
"Aku kan, enggak berulang tahun di hari ini?"
"Bukan, memang bukan hari ulang tahunmu. Tapi, Abang membeli ini karena merayakan hari kelulusanmu. Maaf, kalau perayaannya cuma sederhana," kata Rangga.
Ayu tidak menjawab. Ternyata, abangnya memesan makanan di depannya sekarang karena merayakan hari kelulusannya. Walau kesannya amat sederhana, ia cukup senang dan terhibur. Abangnya sangat tahu bila dirinya gampang sekali kesepian dan ingat akan hari ulang tahunnya. Dingat-ingat, abangnya sangatlah berbeda dengan Virgo. Virgo, sangat suka dengan keramaian dan mewah. Sementara Rangga? Rangga sangat sederhana dan jarang memperlihatkan kemewahan. Soal selera berbanding jauh. Rangga lebih suka lokal dan simpel. Keluarga angkatnya dari dulu memang terpandang namun jarang sekali menampilkan dari segi kemewahan ketimbang keluarga besar yang lain.
"Terima kasih, ya, Bang," ucap Ayu tulus.
Rangga menampilkan senyumnya."Sama-sama." Dia senang melihat adiknya senang."Kapan sidangnya?" Memulai topik pembicaraan.
"Mungkin dua minggu belakangan ini. Kenapa?"
"Abang cuma nanya. Yah, aku sudah senang mendengar kamu sudah lulus. Tapi, mengingat kamu masih belum bisa menggunakan senjata sihir..."
"Akan aku usahakan," kata Ayu."Biarpun gagal."
"Aku tahu kamu bisa, Ay." Rangga memberi semangat."Masih ada banyak waktu."
"Dia bisa bocah," kata Gino,"kalau dia mau berusaha."