Read More >>"> Gino The Magic Box (Bab 1: Gino The Magic Box) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Gino The Magic Box
MENU
About Us  

Ayu kecewa. Ia kecewa dengan membawa segepok berlembar-lembar kertas puluhan yang dilihat beberapa sebagiannya penuh dengan coretan sang pembimbing karena skripsinya salah dan keliru. Bukan hal biasa baginya. Sudah beberapa kali ia membuat skripsi yang bagaikan lembaran-lembaran kertas gulungan yang dikerjakan oleh Harry Potter di ruang Rekreasi. Bedanya, ia membuat skripsi di rumah mewahnya—di kamar yang menjadi tempat favoritnya yang dilengkapi perpustakaan. Kamarnya itu sengaja dibuat oleh sang abang, Rangga, untuknya karena pemuda itu sangat mengerti adik perempuannya menyukai buku. Di kamar itulah, ia rela tidak beranjak dari apa namanya skripsi atau apalah itu, yang membuat puyeng kepalanya dan rela bergadang semalam untuk dapat menyelesaikannya. Ia membuatnya tidak sendirian, melainkan ada dua teman kembarnya yang ikut membantu mengerjakan. Karena tugas skripsi yang dibuatnya boleh beranggotakan minimal dua atau tiga kelompok. Untung saja, ia mempunyai teman yang dapat dipercaya, walaupun hanya sedikit.

Ia menghela napas, berjalan keluar dari kantor dosen dengan perasaan sedih. Karena skripsinya yang dibuatnya bersama dua temannya salah lagi.

"Salah lagi?" kata Rianty, salah satu dari dua teman kembarnya. Mereka sekelas dan duduk sebangku dengan bangku panjang di kelas mereka.

"Jangan ngomong kalau salah lagi," kali ini Riany.

Ayu menatap mereka bergantian. Memperlihatkan tugas yang dibuat mereka."Salah lagi..."

"Tuh, kan!" Ranty mengambilnya dari tangan Ayu."Kita ke perpustakaan yuk, mumpung di sana lagi sepi. Yang lain soalnya lagi ada di kantin," ajaknya.

Ayu dan Rianti setuju. Mereka bertiga melangkah menuju perpustakaan. Perpustakaan di kampus yang menjadi tempatnya belajar berada di ujung. Melewati lorong, mereka sampai di depan pintu yang terbuat dari kayu. Pintu itu terbuka secara sihir. Di dalam ruangan itu sangat sepi seperti perkataan Rianty tadi. Mereka masuk dan menghampiri meja kosong yang tertutupi oleh rak-rak berisi berbagai macam segala buku. Dari buku baru, buku lama, bahkan buku yang dianggap terlarang. Mereka duduk. Riri meletakkan puluhan lembar kertas yang dibawanya di atas meja. Menatap satu per satu.

"Buset, sadis bener tuh, Pak Pembimbing!" Riany terbelalak melihat banyaknya coretan di sana sini.

"Iya. Mana yang di bawah itu sisanya aku yang ngerjain," timpal Rianty, tidak kalah.

"Maaf, ya, teman-teman..." ucap Ayu,"gara-gara pakai saranku, semua jadi kacau..."

"Jangan ngomong kayak begitu! Kalau kamu, kita juga salah. Padahal pakai saranmu itu bagus lho. Tapi, kenapa Pak Pembimbing enggak setuju?"

"Enggak tahu," kata Rianty."Mungkin enggak cocok saja."Kita ubah saja kata-katanya." Menatap per lembar bundelan skripsi."Ada yang typo juga. Ya sudah, Ay, biar kami yang membetulkan. Dua hari kan kamu yang memperbaiki sama yang menambah kata-katanya. Kamu gantian istirahat saja. Oh, ya, buku skripsi punya abangmu masih kamu simpan? Boleh kami pinjam buat refrensi?"

"Masih. Aku bawa, kok. Buat
jaga-jaga." Membuka tas, merogoh sesuatu di dalamnya. Memperlihatkannya kepada dua temannya."Nih, bawa saja. Kalau sudah diperbaiki, aku bantuin kok sisanya."

Rianti menerima skripsi yang sudah dicetak menjadi sebuah buku-yang alih-alih halamannya tebal."Terima kasih."

Di ruangan itu, mereka membahas perbaikan skripsi yang mereka buat hingga tidak sadar hari dengan cepat menjelang sore. Mereka beranjak keluar. Sang penjaga perpustakaan baru kembali beberapa jam setelah mendapat suplai buku berupa buku terjemahan Rune kuno, beberapa buku filsafat tentang sihir alam, makhluk mitologi dan Bagaimana Caranya Menjadi Penyihir Baik. Mereka bertiga berpisah. Ayu keluar menuju aula kampus. Biasanya, jika ia pulang, ia akan mampir ke kantor dekan menemui abangnya. Namun, sekarang memutuskan untuk pulang. Karena seluruh badannya letih akibat bergadang mengerjakan tugas skripsi. Tidak seperti kebanyakan para mahasiswi dan mahasiswa yang rata-rata membawa sepeda melayang, mobil melayang yang tergolong mewah. Ia lebih memilih pulang atau pergi menaiki taksi melayang online. Tepat di gerbang kampus, ia segera memasan taksi online di handpone-nya. Setelah memesan, melihat sosok yang amat di kenalnya—bersama seorang wanita diboncengannya—Virgo Emocore atau biasa dipanggil Virgo. Pemuda itu mantan mahasiswa di Kampus Extreme. Dia sekarang menjadi dosen di kampusnya, mengajar Ilmu Rune Hitungan. Kampus Extreme, dulunya adalah kakek buyut angkatnya dan turun-temurun kampus itu diwariskan oleh keluarganya. Dan sekarang yang mewarisinya ada generasi keempat, Yaitu Rangga Extreme, cucunya. Keluarga angkatnya dulu semasih hidup dari generasi memimpin kampus ini. Kampus Extreme juga membangun fasilitas selain kampus, ada sekolah tingkat. Seperti SD, SMP, SMA, dan SMK khusus sihir. Kampus Extreme adalah bukan satu-satunya kampus sihir. Masih banyak kampus sihir yang lain yang mana mempunyai hubungan baik dengan kampus Extreme, sistemnya mirip kampus maupun sekolah-sekolah di dunia Manusia. Juga berhubungan baik antara penyihir dengan Manusia. Virgo berpapasan dengan hanya tersenyum. Dia membonceng Sukma, yang dulu mahasiswi di Kampus Extreme tetapi beda jurusan. Pipinya merona.

Alangkah enaknya bila dibonceng seperti itu, pikirnya.

Pikiran itu buru-buru ditepisnya. Sekarang yang dipikirkannya adalah bagaimana ia bisa pulang dan beristirahat. Lama menunggu selama satu menit, taksi online melayang yang dipesannya datang. Pintu terbuka otomatis, ia masuk dan mobil melayang meluncur meninggalkan kampus. Selama setengah jam, taksi online memasuki kawasan kompleks perumahan elit. Berbelok memasuki blok A, melesat menuju beberapa rumah nan megah. Sang sopir bertanya padanya letak rumahnya. Ia menunjukkan letak rumahnya, tepat di salah satu pagar, yang di dalamnya terdapat rumah megah. Mobil melayang berhenti di depan pagar, sebelum turun, ia membayar sang sopir. Keluar saat pintu terbuka otomatis, turun. Melangkah masuk. Raut wajahnya sedih mengingat akan skripsinya. Ayu, salah satu dari ratusan mahasiswi di Kampus Extreme yang mendapatkan predikat sebagai "Penyihir Gagal". Setiap pelajaran mempraktikkan ilmu sihir bahkan mantra, ia selalu gagal dan melakukan kesalahan. Maupun itu di tugas lain. Malang nasibnya. Beda dengan Rangga, yang mendapatkan predikat menjadi mahasiswa calon penyihir terbaik di kampusnya. Soal akademik, dikatakan nyaris sempurna! Ayu bangga memiliki saudara laki-laki yang terkenal pintar namun diam-diam sering iri bila abangnya berhasil dalam meraih suatu prestasi. Ia dikatakan biasa-biasa saja dalam pelajaran. Tidak ada hal khusus. Jangankan pelajaran praktik sihir saja payah. Ejekkan kerap sekali menghinggapinya. Ejekkan tersebut terus sampai dirinya akan lulus. Ejekkannya pun masih ingat di pikirannya.

"Beda banget sama abangnya, ya?"

"Abangnya yang namanya Rangga itu?"

"Iih, mau-maunya saja si Rangga mempunyai adik sebodoh dia."

"Bodoh dan sering gagal pula!"

"Jangan berteman apalagi dekat-dekat dengannya! Bisa-bisa kita tertular bodoh dan gagal!"

"Aku mending memilih abangnya dari pada dia!"

"Jangan dekat-dekat!"

"Kalau bodoh, ngapain dia kuliah di sini?"

"Mending enggak usaha menjadi penyihir sekalian!"

"Hahaha!"

"Hahaha!"

Mengingatnya saja membuatnya muak, namun ia membalasnya dalam diam. Membiarkan mereka semua yang mengejeknya dengan sesuka hati. Abangnya tahu ia kerap diejek seperti itu membela bahkan melabraknya tidak terima adiknya diperlakukan seperti itu. Abangnya, menghiburnya seraya berkata,"Jangan dengarkan mereka, Ay."

Ia hanya mengangguk patuh. Maka, selama lima tahun ini ia tetap bertahan. Di balik itu semua, masih ada teman yang mau berteman dan menerima kekurangannya. Seperti saat ini, sehabis membahas skripsi. Langkahnya terhenti saat melihat sosok pria. Pria itu tampak tampan bak pangeran. Rupanya tertutupi kerudung jubah. Dia mengenakan jubah hitam panjang. Menghampiri Ayu.

"Baru pulang kuliah, ya?" tanya ramah.

Ayu ragu-ragu dan takut menyapanya,"I-iya..."

"Kamu di rumah ini sendirian?" mendongak, menatap rumah tingkat nan megah itu.

"E-enggak, Tuan... Saya tinggal sama abang..."

Pria itu kembali menatap Ayu. Seperti mengetahui akan sesuatu.

"Sepertinya kamu sedang mempunyai masalah?"

Ayu terdiam. Berpikir, bagaimana pria tampan di hadapannya kini mengetahui masalah yang menimpanya hari ini? Ia menundukkan kepala.

"Bener, kan?" tanyanya tersenyum."Ceritakan saja."

Ayu menghela napas. Ia menceritakan semua yang dihadapinya selama ini hingga ejekkan yang sering menancap pada dirinya. Pria itu mengangguk-angguk. Masih dengan tersenyum,"Kamu enggak boleh begitu. Jangan pesimis dulu, saya tahu kamu seorang penyihir. Penyihir sepertimu harus percaya diri. Buktikan kepada abangmu, teman-temanmu kalau kamu juga bisa menjadi seorang penyihir hebat!" menepuk kedua pundak Ayu.

"Tapi, saya..."

"Saya tahu bagaimana caranya mengatasi permasalahanmu." Satu tangan pria itu terulur, mulutnya menggumamkan sesuatu seperti merapalkan mantra, mengeluarkan sihir lalu sihir itu berubah menjadi sesuatu benda, berupa kotak cokelat kusam tua."Ini, kuberikan padamu." Mengulurkannya pada Ayu.

Ayu menerimanya.

"Kotak?" katanya,"Buat apa ini?"

"Ini bukan kotak sembarangan. Memang kotak ini sudah tua dan terlihat kusam. Jangan salah, kotak ini bila digunakan dengan baik, akan dapat membantu dalam tahap belajar menggunakan sihir lebih dalam," jelas pria itu.

"Benarkah?"

"Ya, tetapi kamu harus berjanji, rawatlah kotak ini seperti saya merawatnya dulu. Nah, saya pergi dulu. Semoga harimu indah," pamitnya.

"Tu-tunggu! Siapa nama Anda, Tuan?"

Pria itu tidak menjawab pertanyaannya, seketika tanda sihir berwarna cahaya biru sapphire muncul di bawah telapak kakinya. Dia pun menghilang.

"Dia menghilang?!" takjubnya, tidak percaya. Menatap kotak itu di tangannya."Apakah kotak ini bisa membantuku?" Ia menghampiri pintu pagar, pintu pagar langsung terbuka lebar. Memasuki teras yang disekililingnya terdapat sebuah taman. Taman itu abangnyalah yang selalu merawatnya. Banyak berbagai macam bunga yang di tanam.Abangnya sangat suka menanam dan merawatnya karena taman itu adalah bekas almarhum mamanya. Menghampiri pintu, merogoh saku. memasukkan kuci ke lubang kunci, dan terbuka pintu—memperlihatkan seisi ruangan yang sama megahnya. Namun terlihat sepi. Setiap hari ia sering disuguhkan keadaan seperti ini. Sang abang kadang kala kerap pulang malam. Ia menghampiri tangga, menaikinya menuju kamarnya. Membuka kamar, meletakkan tas dan kotak tadi di atas ranjang. Sebelum beranjak tidur, dirinya menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Beberapa menit, pintu kamar mandi terbuka lebar. Memperlihatkan Ayu sehabis mandi dan sudah lengkap dengan mengganti baju dengan daster berwarna pink.
Dengan handuk berwarna senada terpasang di atas rambutnya.
Menyisiri rambutnya menggunakan sisir. Karena rambutnya basah. Duduk di kursi, menatap kotak yang diberikan pria tadi. Mencoba meraba kotak itu. Dilihat lebih seksama, kotak itu sama sekali terawat dan bersih. Masih meraba-raba, tangannya tanpa tidak sengaja menekan agak kencang dua gundukan bulat timbul mirip layaknya mata.

"Sakit, tahu!"

Ayu menjerit, beranjak dari kursi langsung terjungkal.

Gedebuk!

Ayu menyeret tubuhnya mundur ke belakang.

"Dasar Manusia tidak sopan!" sahutnya tidak suka. Kotak itu melayang menghampiri Ayu.

Ayu menyeret tubuhnya mundur lagi ke belakang hingga menabrak lemari berisi koleksi bukunya.

"Ja-jangan mendekat!" pekiknya ketakutan.

Kotak itu tidak peduli, mendekatkan mukanya mirip dengan buku monster ke muka Ayu.

"Eem, kamu sengaja ya, yang menekan kedua mataku?!" katanya."Aku enak-enak tidur malah terganggu!

"Ma-maafkan aku! Aku tidak tahu kalau kotak seperti dirimu hidup..."

"Kotak katamu?! Enak saja! Biarpun aku ini kotak, aku bukan sekadar kotak!"

"Lalu, ka-kamu ini siapa?" tanya Ayu, masih ketakutan.

"Aku? Aku adalah Gino, Gino si kotak sihir!" matanya yang menyipit, mulai melebar tajam.

"Jadi, kamu Gino, ya... Maaf, aku enggak tahu. Lain kali aku akan mengelusmu dengan lembut... Karena orang itu bilang padaku, aku harus merawatmu dengan baik..."

"Orang itu? Siapa yang kamu maksud?"

"Masa enggak tahu, Gino kan miliknya?"

"Jangan panggil aku Gino! Panggil aku Tuan Gino! Karena aku berumur lebih tua darimu!"

"Baiklah. Tapi, jangan sakiti aku ya, Tuan Gino..."

"Siapa yang akan menyakitimu Gadis Kecil? Aku enggak akan menyakitimu jika saja kamu berbuat hal buruk terhadapku."

Ayu tersenyum. Ia tidak merasa ketakutan lagi."Jadi, mulai hari ini Tuan Gino tinggal bersamaku, ya!"

Gino menatapnya. Percaya atau tidak dirinya yang hebat ini akan tinggal dengan gadis culun itu mulai hari ini. Seperti meminta persetujuan."Baiklah. Aku akan tidur di sini."

Ayu bersorak, melompat memeluknya. Membuat Gino terkejut, jatuh dalam pelukannya."Asyik, Tuan Gino baik, deh!" soraknya."Berarti Tuan bisa membantuku, kan?"

Gino berusaha bangun namun tidak bisa.

"Membantu apa?"

"Membantuku dalam menggunakan sihir!"

"Kamu penyihir, bukan? Kenapa aku harus mengajarimu?" katanya, tertiban oleh tubuh gadis di atasnya.

"Aku memang penyihir, tapi aku adalah penyihir gagal..."

"Ayolah, Gadis Kecil, kamu bukan seperti itu," Gino berusaha bangun.

"Tapi Tuan Gino bisa membantuku?" ulang Ayu seperti memohon.

Gino terdiam sejenak. Menimbang-nimbang dia mau menerima atau tidak tawaran gadis itu. Agak lama menimbang-nimbang, dia pun mengangguk pelan.

"Yeei!" Ayu kembali senang.

"Tapi, lepaskan aku dari pelukkanmu!" pekik Gino.

Ayu melepaskan pelukannya. Gino akhirnya dapat bernapas lega.

"Dengar, Gadis Kecil," ucap Gino.

"Namaku Ayu. Ayu Extreme," jawab Ayu.

"Dengarkan aku, Ayu. Jika kamu ingin menjadi penyihir—mempelajari sihir dan mantra, kita lakukan besok... Karena aku masih ingin melanjutkan tidurku."

Ayu terlihat kecewa.

"Besok, deh. Aku janji. Sebelum itu, aku tanya, sihir apa yang masih belum bisa kamu kuasai?"

"Sihir senjata mungkin. Karena aku masih belum bisa menggunakannya," kata Ayu.

"Sihir senjata, ya? Hmm..." Gino melayang mondar-mandir seperti manusia sedang bingung dalam pekerjaannya.

"Sihir senjata, setahuku setiap penyihir harus mempunyai daya sihir yang memumpuni. Terlebih setiap penyihir itu bisa mengendalikannya. Penyihir yang bisa menggunakan sihir akan bisa memanggil sesuatu semisal hewan. Bedanya, kalau senjata sihir, memanggil senjata yang muncul dari telapak tangannya," jelas Gino.

"Jadi begitu, ya?"

"Iya. Misal daya sihirmu tidak bisa mencapai batas, dan dapat dikontrol, mungkin kamu bisa menggunakannya. Ya sudah. Aku balik tidur lagi."

"Tunggu!"

"Apa lagi? Kan sudah aku jelasin. Masa penjelaskanku kurang paham?"

"Bukan itu."

"Terus?"

"Saya boleh enggak menggunakanmu selama belajar menggunakan senjata sihir?"

"Hmm?" Gino tampak berpikir. Lama sekali. Menyakinkan dirinya patut dilayak digunakan atau tidak."Kamu memangnya mau menggunakan saya?"

"Tentu saja!"

"Benar, nih?"

Ayu mengangguk mantap.

"Kalau saya menolak?"

"Jangan menolaknya, dong! Katanya Tuan Gino sudah janji mau mengajari saya sihir senjata?"

"Mau. Tapi, kamu menggunakanku dengan baik atau enggak?"

"Saya akan menggunakan Tuan Gino dengan baik. Tuan Gino bukan barang. Tapi sekarang sudah menjadi teman bagi saya," ungkap Ayu tulus.

Teman ya?

"Baiklah. Boleh."

Gino berbalik melayang ke arah tempat tidur, kembali melanjutkan tidur setelah apa yang Ayu lakukan padanya.

Ayu tersenyum. Gino telah setuju dengannya dan menjadi paham. Perutnya seketika berbunyi. Ia beranjak dari kamar. Meninggalkan Gino yang sudah pulas tertidur memasuki alam mimpi. Menuruni tangga, berbelok ke arah dapur seperti biasa untuk membuat makan malam. Bergeser, langit sore menjadi gelap menandakan malam menjelang. Rangga, menaiki mobil melayang merahnya menuju arah pulang. Dari kampus tadi, dia memutuskan untuk pulang karena pekerjaan yang dikerjakan sudah usai dan melihat kondisi adiknya. Tidak ada hambatan selama dalam perjalanan pulang. Padatnya jalan terkendali. Mobil melayang yang dikendarainya melesat berbelok ke salah satu jalan ke arah kompleks perumahan elit. Di antara beberapa rumah megah, memberhentikan mobil melayang-nya saat pintu pagar bergeser terbuka. Melesat masuk melewati taman, masuk ke dalam garasi. Dia turun, melangkah masuk yang terhubung dengan rumah. Aroma masakan merebak hingga ke ruang tamu. Melangkah ke dapur, melihat adik perempuannya sedang memasak spatula bergoyang-goyang sendiri mengoseng nasi yang telah dikasih bumbu, sosis, telur dan sawi serta tidak ketinggalan petai kesukaan Ayu. Mendekati adiknya.

"Lagi bikin nasi goreng, ya?" tanya Rangga memperbaiki posisi kacamata yang berbingkai kotak ungu tua, sudah di belakang Ayu.

Ayu tersentak kaget. Tangannya yang menggerakkan spatula tanpa memegangnya terjatuh ke lantai."Ah!"

"Ma-maaf," Rangga mengembalikkannya dengan sihir, otomatis spatula tersebut kembali bergerak melanjutkan mengoseng dengan sendirinya.

"Aduh, Abang! Kaget, tahu!" serunya.

"Hehehe. Tumben kamu bikin nasi goreng? Biasanya kalau kamu lagi malas, bikin roti panggang atau menggoreng telur ceplok mata sapi."

"Kepingin saja."

Rangga menghampiri kursi, menggesernya. Menunggu adiknya selesai dalam kegiatan masaknya. Beberapa menit, nasi goreng pun telah matang. Dengan sihirnya, nasi goreng buatannya berpindah sendiri ke dua piring masing-masing. Ayu melayangkan jemarinya, dan piring-piring tersebut melayang perlahan ke arah meja. Salah satunya ke arah abangnya.

"Woow, kayaknya enak, nih," kata Rangga, meraih sendok, kemudian mencicipinya.

Sebelum makan, Ayu membereskan peralatan masaknya, menyihirnya otomatis berpindah ke westafel, melakukan pekerjaannya mencuci. Ia sendiri menghampiri kursi, menggesernya, duduk. Ikut makan. Menatap abangnya yang mulai menyicipi nasi gorengnya.

"Bagaimana?"

"Uum, enak, kok," ujar Rangga, di sela santapannya.

Ayu menyantap nasi gorengnya sendiri.

"Bagaimana skripsimu?" tanya Rangga, membuka obrolan.

Ayu menyendok nasi goreng."Gagal lagi, Bang," katanya, melahap nasi goreng.

"Gagal lagi?" Rangga berhenti menyantap."Enggak apa-apa. Perbaiki lagi."

"Sudah kuperbaiki. Tapi masih saja salah. Dosen Pembimbing benar-benar kejam."

"Kamu bukannya mengerjakan sama dua teman kembarmu?"

"Iya. Sekarang, tugas itu dikerjakan bergantian dengan mereka. Hari ini aku mau istirahat."

"Ya, sudah. Sehabis makan ini, kamu boleh istirahat," kata Rangga, mengulurkan telunjuknya ke ceret mungil, ceret itu melayang ke meja. Tutupnya terbuka, menuangkan air ke dalam dua gelas masing-masing.

Selesai menyantap nasi goreng yang kata abangnya enak, ia segera membereskan piring dan gelasnya. Menyihirnya untuk melakukan pekerjaannya sendiri. Melangkah keluar dari dapur, menaiki tangga. Sebelum melakukan aktivitasnya untuk beristirahat, ia berbelok ke kamar mandi, bersebelahan dengan kamarnya. Seperti biasa, menggosok gigi sebelum tidur. Rangga sendiri, melangkah keluar dari dapur, menghampiri tangga, menaikinya. Melangkah ke kamarnya sendiri. Kamar tidur di rumah besar nan megah itu hanya terdiri dari tiga kamar. Satu kamarnya lagi adalah kamar khusus tamu yang berada di bawah di dekat ruang tengah. Kamarnya bersebelahan dengan adik perempuannya yang di depannya ada sebuah balkon khusus untuk menjemur pakaian. Saat melewati kamar adiknya, untuk mengecek adiknya sudah beranjak tidur atau belum, yang pintu kamar terbuka agak lebar memperlihatkan nuansa kamar yang simple dan rapi. Masuk ke dalamnya, melihat adiknya belum beranjak tidur karena kosong. Keluar dari kamar urung melihat sesuatu berbentuk kotak berada di atas tempat tidur. Curiga. Dia curiga, Ayu membawa barang sembarang ke rumah. Apalagi benda itu mengandung sihir hitam yang setiap penyihir dilarang menggunakannya tanpa izin! Dengan pandangan waspada, dia melangkah masuk kembali ke arah ranjang. Menatap teliti benda itu. Dia merasakan benda di depannya ini tidak ada energi sihir berbahaya. Berbanding terbalik dengan bentuknya yang ternyata mengandung sihir positif.

"Enggak berbahaya." Mencoba menyentuh dan mengangkatnya. Menyentuh tengahnya yang berwarna kilat keemasan. Membukannya lebar-lebar."Di dalamnya sebenarnya isinya apa—?"

"AAAARGH...!!"

"Hah?!"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Di Hari Itu
419      296     0     
Short Story
Mengenang kisah di hari itu.
Dessert
867      443     2     
Romance
Bagi Daisy perselingkuhan adalah kesalahan mutlak tak termaafkan. Dia mengutuk siapapun yang melakukannya. Termasuk jika kekasihnya Rama melakukan penghianatan. Namun dia tidak pernah menyadari bahwa sang editor yang lugas dan pandai berteman justru berpotensi merusak hubungannya. Bagaimana jika sebuah penghianatan tanpa Daisy sadari sedang dia lakukan. Apakah hubungannya dengan Rama akan terus b...
My Halloween Girl
994      527     4     
Short Story
Tubuh Kevan bergetar hebat. Ia frustasi dan menangis sejadi-jadinya. Ia ingat akan semalam. Mimpi gila itu membuatnya menggila. Mimpi itu yang mengantarkan Kevan pada penyesalan. Ia bertemu dengan Keisya dimimpi itu. “Kev, kau tahu? Cintaku sama besarnya denganmu. Dan aku tak akan membencimu,”. Itu adalah kata-kata terakhir Keisya dimimpinya. Keisya tak marah dengannya. Tak membencinya. Da...
Gray November
2381      914     16     
Romance
Dorothea dan Marjorie tidak pernah menyangka status 'teman sekadar kenal' saat mereka berada di SMA berubah seratus delapan puluh derajat di masa sekarang. Keduanya kini menjadi pelatih tari di suatu sanggar yang sama. Marjorie, perempuan yang menolak pengakuan sahabatnya di SMA, Joshua, sedangkan Dorothea adalah perempuan yang langsung menerima Joshua sebagai kekasih saat acara kelulusan berlang...
Surat Terakhir untuk Kapten
541      387     2     
Short Story
Kapten...sebelum tanganku berhenti menulis, sebelum mataku berhenti membayangkan ekspresi wajahmu yang datar dan sebelum napasku berhenti, ada hal yang ingin kusampaikan padamu. Kuharap semua pesanku bisa tersampaikan padamu.
Between the Flowers
451      245     1     
Romance
Mentari memilih untuk berhenti dari pekerjaanya sebagai sekretaris saat seniornya, Jingga, begitu menekannya dalam setiap pekerjaan. Mentari menyukai bunga maka ia membuka toko bersama sepupunya, Indri. Dengan menjalani hal yang ia suka, hidup Mentari menjadi lebih berwarna. Namun, semua berubah seperti bunga layu saat Bintang datang. Pria yang membuka toko roti di sebelah toko Mentari sangat me...
KataKu Dalam Hati Season 1
3527      1062     0     
Romance
Terkadang dalam hidup memang tidak dapat di prediksi, bahkan perasaan yang begitu nyata. Bagaikan permainan yang hanya dilakukan untuk kesenangan sesaat dan berakhir dengan tidak bisa melupakan semua itu pada satu pihak. Namun entah mengapa dalam hal permainan ini aku merasa benar-benar kalah telak dengan keadaan, bahkan aku menyimpannya secara diam-diam dan berakhir dengan aku sendirian, berjuan...
Mendadak Pacar
7816      1549     1     
Romance
Rio adalah seorang pelajar yang jatuh cinta pada teman sekelasnya, Rena. Suatu hari, suatu peristiwa mengubah jalannya hari-hari Rio di tahun terakhirnya sebagai siswa SMA
Bulan di Musim Kemarau
344      234     0     
Short Story
Luna, gadis yang dua minggu lalu aku temui, tiba-tiba tidak terlihat lagi. Gadis yang sudah dua minggu menjadi teman berbagi cerita di malam hari itu lenyap.
Mr.Cool I Love You
80      69     0     
Romance
Andita harus terjebak bersama lelaki dingin yang sangat cuek. Sumpah serapah untuk tidak mencintai Andrean telah berbalik merubah dirinya. Andita harus mencintai lelaki bernama Andrean dan terjebak dalam cinta persahabatan. Namun, Andita harus tersiksa dengan Andrean karena lelaki dingin tersebut berbeda dari lelaki kebanyakan. Akankah Andita bisa menaklukan hati Andrean?