Besoknya, Bee melakukan hari-harinya seperti biasa, tanpa ada masalah apapun. Seperti membereskan rumah—kamarnya yang berada di depan dekat ruang tamu. Di antara ketiga teman imajinasinya memgunjunginya. Menyapanya riang dan mengajaknya mengobrol.
"Bee," panggil Vitto, duduk di atas ranjang berisi tumpukan pakaiannya sampai penyet.
"Apa?"
"Apakah kamu punya agenda hari ini?"
"Aku enggak punya agenda apapun."
"Berarti kamu enggak ke mana-mana?"
"Enggak," kata Bee, membersihkan kasur menggunakan sapu lidi.
"Kamu lagi bokek, kan?"
"Iy—oh hei! Gimana kamu bisa tahu?" ia mengerutkan alis.
"Tahu. Dari Keke kemarin. Sehabis mengunjungimu, mereka berdua, bersama VITTO Kecil mengunjungiku dan menginap di rumah. Mumpung hari libur," cerita Vitto.
"Hooh."
"Hehehe. Kapan kamu menulis lagi?"
"Habis beres-beres rumah baru aku istirahat. Kenapa?"
"Aku kangen kamu enggak menulis kelanjutan cerita kami."
"Belum. Cerita yang kutulis tentang kalian masih panjang. Aku ada rencana buat cerita lagi. Yah, kalau ku-publish mungkin ceritaku enggak ada yang membaca," katanya garing.
"Ada kok yang baca ceritamu, Bee. Aku yakin."
Bee meringis.
"Aku menunggu cerita barumu," kata Vitto.
"Ya."
"Apa kamu pernah mengirimkan ceritamu di sebuah penerbit besar?"
"Belum. Aku belum pernah mengirimkannya sekalipun."
"Coba kamu kirim, siapa tahu ada yang tembus ke penerbit besar," saran Vitto.
"Hahaha," tawa Bee."Aku enggak yakin sama cerita yang aku buat," ujarnya.
"Misalkan ceritamu itu gagal, menurutku kamu harus berusaha lagi."
"Cerita yang aku buat selama ini, sama sekali enggak ada yang bagus... Ceritaku masih kalah saing dengan Bu JK. Rowling idolaku..."
"Aku berpikiran cerita yang kamu buat itu bagus semua."
"Tapi menurutku jelek... Pembacaku saja sedikit..."
"Kamu harus berusaha lagi," Vitto menghiburnya, menepuk pundaknya pelan.
"Ya, aku akan berusaha lagi, walau itu gagal."
"Sip, itu baru pengarang kami!" Vitto tersenyum mirip Lee Jordan sehabis mengomentari Pertandingan Quiddicht—merasa asramanya, Gryffindor telah menang melawan musuhnya, Slytherin. Hawa dingin menyergapi tubuh keduanya, tetapi keduanya tidak menggubrisnya. Bee melanjutkan kegiatan menyapunya di kamar, membuangnya ke tempat sampah di depan. Vitto di balik pagar, berkata,"Bee, semangat! Kamu pasti bisa melaluinya," ucapnya memberikan semangat.
Bee mengangguk mantap, lantas menyunggingkan senyum. Kehidupannya memang sekarang menjadi hampa, seperti langit di atas kepalanya. Tanpa seseorang yang dekat dengannya tetapi ia tidak sendirian menjalani kehidupannya karena sudah ada yang menemaninya, ketiga teman khayalannya.