VITTO tiba-tiba bergantian muncul. Setelah Vitto menghilang, duduk di pinggir ranjang yang baru diduduki Vitto. Menyapanya,"Hai, Bee!"
Bee selesai mengirimkan pesan yang pesan itu tiap kali dikirim gagal, karena nomor itu sudah usang. Namun ia akan tetap menyimpannya sebagai nomor kenangan.
"Kamu sedang apa?"
Bee menutup handpone-nya, meletakkannya di rak buku di bawahnya.
"Lagi main hape," ucapnya, meraih novelnya kembali."Kalian berdua janjian toh?"
"Enggak tuh. Kami enggak janjian. Mungkin cuma kebetulan." VITTO menatap novel yang dibacanya."Waah, Harry Potter and Philsopher Stone!"
Bee menyengir.
"Kamu baca ini?"
"Ya," katanya."Ada apa?"
"Aku ke sini mau ngelihat keadaanmu," VITTO memberitahu. Menatapnya seperti tak yakin.
"Kenapa menatapku seperti itu? Ada sesuatu di mukaku?"
"Enggak ada. Cuma..."
"Cuma?"
"Aku cuma enggak yakin saja sama kamu."
"Enggak yakin gimana?" Bee merasa bingung."Kamu itu ngomongin apa sih?"
"Aku enggak yakin kalau kamu itu seorang cewek alay sama sok drama," kata VITTO.
"Aku kayak begitu?" Bee terbeliak. Selama ini perasaannya, ia sama sekali tidak merasa memiliki seperti itu. Hanya saja ia suka ngeyel dan heboh. Itu saja.
"Jangan marah dulu. Aku enggak yakin kamu kayak begitu." VITTO menambahkan. Dia tahu, Bee adalah gadis yang mudah sekali emosi bila tersinggung.
"Aku enggak begitu. Sama sekali enggak." Nada Bee tak marah.
"Syukur deh kamu enggak begitu. Maksudku, tingkahmu. Tapi kamu itu menurutku aneh."
"Aneh ya."
"Hehehe."
"Kalau aku ini aneh, pasti karakternya yang dibikinannya juga ikut aneh."
VITTO tertawa. Tawanya langsung terhenti."Kamu sudah enggak apa-apa?"
"Sudah kok. Memang dari kemarin kan aku begini, TO."
"Syukurlah. Tapi seperti yang sebelumnya, apa kamu merasa ada sesuatu yang kurang?"
Sesuatu yang kurang?
"Seperti seseorang mungkin," lanjut VITTO.
"Ada. Tapi semenjak dia enggak ada di dunia ini, hari-hariku yang menyenangkan enggak semenyenangkan sekarang."
"Begitu. Tapi kamu melakukannya merasa enggak ada apa-apa?"
"Iya."
Semenjak tantenya sudah tidak ada lagi, ia sekarang diajak jalan-jalan oleh saudara maupun pamannya, menolak secara halus, tak mau ikut. Ia berpikir, lebih menyukai jalan-jalan sendiri. Semisal ke toko buku atau sekadar mampir membeli makanan di tempat makan yang harga terbilang murah. Kalau saudara-saudara lebih menyukai ke tempat wisata dan mall.
"Untuk apa ke tempat semacam itu?" gumamnya kala itu saat akan diajak jalan-jalan. Dulu, semenjak ada tantenya, ia dan Dee diajak jalan-jalan ke tempat yang berbeda. Mereka sama sekali tidak merasakan capek. Yang ada dipikirannya hanyalah rasa senang. Tempat yang membuatnya paling berkesan adalah di Jatim Park 3—sebuah wahana yang ia sukai, bertema Harry Potter! Wahana duplikat mirip Hogsmade yang ada di novel maupun filmnya. Bedanya, untuk swafoto saja dan bisa mengenakan jubah layaknya penyihir dan sesuai dengan asrama masing-masing, bisa mengenakan syal, tongkat dan topi yang telah disediakan. Tapi sekarang, enggak begitu lagi. Ia bagaikan penyihir yang dikutuk oleh penyihir besar atas suatu perbuatan, dihukum menjadi seorang Muggle.
"Lebih enak di rumah sama jalan-jalan sendiri."
"Aku tahu, bila kamu jalan-jalan ke toko buku, pasti mood-mu kembali semula."
Dia tahu bila temannya ini sangat menyukai buku.
"Pastinya. Tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Aku lagi bokek," Bee meringis.
"Hasil dari honormu kamu tabung buat beli buku," VITTO berpesan.
"Aku selalu menyimpannya bila mendapatkannya."
"Aku saja lho, Bee, biarpun aku ini seorang pangeran, aku mana pernah boros dalam soal uang. Mama angkatku sama paman angkatku selalu mengajariku untuk berhemat. Kalau itu dikasih uang saku lebih ya kutabung. Kalau enggak, aku mencarinya sendiri dengan membantu di Balai Kota. Kalau aku enggak malas..."
"Bagus tuh," kata Bee, memuji."Jangan malas-malas. Aku pun sebenarnya malas... Tapi mau melakukannya..."
"Aku enggak malas ya! Vitto Besar tuh yang malas! Nyapu saja enggak mau! Kalau sudah sama game kesukaannya, huh jangan ditanya, malas kalau disuruh kalau enggak dipaksa!"
"Hahaha."
"Nanti, habis ini kamu kalau enggak nulis, ngapain?"
"Baca buku kalau enggak ya nonton tutorial di YouTube."
"Ya sudah. Aku pamit dulu, ya. Nanti kalau kelamaan di sini, aku entar dicariin." VITTO berdiri."Mungkin Keke besok mau ke sini, kalau jadi."
"Oke."
VITTO tersenyum. Merasa senang melihat temannya dalam keadaan baik-baik saja. Tangannya melambai padanya diiringi cahaya yang menyinari tubuhnya, seketika cahaya itu lenyap di depan mata. Setelah VITTO menghilang, ia meraih handpone kecilnya di rak lemari buku bawah, menuliskan sesuatu lalu dikirimkannya gagal lagi. Seperti chat yang lain yang pernah ditulisnya.
Karena aku berpikir, dulu ke Balikpapan membuatku senang. Alasannya masih ada tante. Sekarang? Aku enggak senang lagi, padahal Kota Balikpapan banyak kenangannya. Kenangan bersamamu...
Terkirim:
14:32:47
16-11-2021
—————
Pengiriman telah gagal
Tante Lidyawati
085xxxxxxxxxx