Bee adalah seorang gadis culun. Ia gadis yang sangat menyukai dunia menulis. Semenjak ia suka menulis, kerap dirinya selalu berimajinasi. Bahkan, sampai dirinya memiliki teman imajinasi. Teman imajinasi? Pasti setiap orang, apalagi anak-anak kecil juga memiliki teman imajinasi. Teman-teman imajinasilah yang selalu menemaninya setiap hari. Kerap teman-temannya jarang sekali muncul. Hanya di waktu dan hari tertentu, mereka akan muncul di hadapannya dan di sampingnya. Kalau dilihat-lihat gadis itu mirip sekali dengan karakter Risa—yang memiliki lima teman hantu belanda yang baik hati. Kalau yang ini bukan hantu, melainkan imajinasinya. Bee setiap hari selalu membantu ibunya di rumah. Semenjak lama lulus dari kuliah—yang mana kuliahnya yang ditempuh hanya D1 atau sering orang-orang bilang, Diploma mengambil setahun. Ya, ia tak seperti saudara-saudara yang lain yang bisa menempuh pendidikan hanya dilalui selama empat tahun yang istilah kerennya adalah S1 atau dibilang Sarjana. Memang, bayang-bayang akan sekolah di perguruan tinggi ia sempat memikirkannya. Tapi, ia memikirnya dua kali. Dari segi ekonomi, keluarga terbilang cukup. Walau itu untuk makan sehari-hari. Kalau soal biaya kuliah, sang ibu mampu hingga membiayainya selama dua semester. Dari dirinya sendiri, ia terbilang tak pintar alias bodoh, lebih tepatnya. Tak seperti saudara-saudara lainnya dan teman-temannya yang bisa menempuh kuliah di universitas negeri dan universitas swasta yang terbilang wahid. Tapi, sudahlah, ia tak pernah berpikiran macam-macam. Asal satu, ia bisa sekolah. Tak apa kuliah setahun. Yang penting bisa mendapat ilmu, dan ilmunya bisa dipakai dan diingat seterusnya. Semisal dirinya mengambil kuliah empat tahun, menjadi pengangguran seperti sekarang ini, ia kerja apa? Tahun dan dunia sekarang, selain kemampuan yang dimiliki, sekarang faktor keberuntungan!
Bee membantu ibu setiap paginya, membereskan pekerjaan rumah. Seperti anak cewek kebanyakan. Ia bukanlah gadis pemalas dan manja. Walau terkadang mood-nya sering jelek dan bawaannya malas. Selama sekolah, ia diajarkan untuk hidup susah. Sampai sekarang ini. Ada pikiran yang terkadang mengganjal. Semisal hal yang membuatnya sepele. Masih melanjutkan acara menyapu halaman di depan rumah. Cuaca hari itu masih tampak dingin, semburat cahaya matahari di ufuk menyinari. Tiba-tiba tanpa sepengetahuannya, muncullah teman imajinasinya, Khalisya, di sampingnya menyapa,"Hallo, Bee!"
Bee menoleh, menghentikan menyapunya sebentar."Oh, hallo," jawabnya.
Khalisya menatap teman culunnya itu. Tampak tak seperti biasanya."Ada apa?"
"Enggak apa-apa."
"Bohong!" kata Khalisya, menatap muka di sampingnya yang kisut kayak polong Snargalluf bila dipencet.
"Enggak, Cantik."
Panggilan itu, sebenarnya panggilan kesayangan untuk gadis lolita itu.
"Kelihatan dari mukamu. Kalau ada masalah," tebaknya. "Masalah apa sih?"
Bee menghela napas, membuang daun-daun kering yang berjatuhan di cikrak."Ada."
"Tuh, kan?" tebakan Khalisya benar. Gadis itu tak suka dibohongi."Ceritain," desaknya.
"Apa aku ini buruk, ya?" ucapnya sedih."Buruk? Kata siapa kamu buruk?"
"Menurutku juga begitu. Yah, kata orang-orang terdekatku..."
"Mana mungkin. Menurutku kamu enggak buruk, kok. Aku karaktermu, Bee, sudah lama menjadi karaktermu dan temanmu, aku sudah mengerti karaktermu kayak apa," kata Khalisya.
"Benarkah?" jawab Bee."Kalau orang lain, beranggapan enggak sama kayak kamu. Mereka beda, Ke..."
"Aku rasa, mereka yang enggak sepenuhnya memahamimu," kata Khalisya lagi.
"Mungkin saja."
"Bukan mungkin saja. Tapi memang iya. Orang-orang seperti kayak begitu enggak mengerti kamu kayak apa, bahkan mungkin saudara-saudaramu yang lain enggak bakal memahami," kata Khalisya sebal."Aku enggak suka orang model begitu, Bee! Bisanya cuma melihat dari depannya saja, tapi kenyataannya enggak," tambahnya tak suka."Sehabis ini, kamu mau ngapain?"
"Yah, masih bersih-bersihlah! Kan, perkerjaannya belum selesai! Belum jemuran yang kemarin belum pada kering, habis ini mau kujemur. Ganti pasirnya Albus juga belum."
"Siapa Albus?"
"Kucingku—lebih tepatnya kucing kami."
Albus, kucingnya berbulu oranye dan babar namun penurut dan memiliki ekor botol, bermata cokelat dan kucing jantan. Kerap dikudang-kudang atau bahasa Indonesia—memanggil dengan manja. Panggilan kesayangannya adalah Albus Dumbledore, yang diambil dari karakter di novel dan film Harry Potter. Dia juga termasuk kucing kesayangan dalam keluarga. Suka memasuki kamar Bee yang ada di depan, di samping ruangan tamu. Kucing itu selalu menaiki kasur, mengeong-ngeong di dekatnya. Biasanya seperti itu meminta jatah makanan dan apabila diberi pakan oleh ibu, dia merasa tak puas kalau sang majikan sendiri yang tidak memberinya makan.
Bee dan Dee, adik kembarnya memang memiliki kucing berjumlah tujuh ekor. Salah satu kucing adalah kucing liar yang sering mampir di rumah mereka bernama Lupin, yang juga diberi nama dari karakter guru pelajaran Ilmu Hitam di novel maupun di film Harry Potter favoritnya. Bee dan Dee kadang memberikannya pakan. Memberi nasi dicampur ikan pindang yang direbus, kadang kala diberi pakan ceki kering yang harganya murah.
"Oh, ya sudah. Aku mau pergi dulu. Kapan-kapan aku mampir ke sini ajak Bang Vitto sama VITTO..."
"Ya," Bee kembali fokus pada sapunya. Melanjutkan menyapunya.
Gadis lolita itu menghilang diiringi kemilauan sinar kuning. Berlanjut hingga pagi berganti siang, siang berganti malam. Bila siang, Bee akan selalu membantu orang tuanya di tempat penggilingan pada milik ayahnya. Aslinya sih, milik sang kakek yang meninggal akibat penyakit kanker hati. Itu dulu meninggalnya sewaktu ia dan Dee, adik kembarnya masih SMA kelas 12. Sembari menunggu dengan membaca buku atau majalah yang dibawanya dari rumah ataupun menulis. Malam harinya, ia akan beristirahat dan melanjutkan menulis cerita yang ditulisnya di handpone. Kadang kala ia bosan, ia selalu menonton kartun ataupun tutorial di YouTube. Seperti sekarang ini. Diam-diam, sembari menulis, yang alih-alih membuka WhatssApp dan melihat status orang-orang dikenalnya. Tak ayal, ke reset! Reset, adalah pembersihan total suatu aplikasi dan satu-satunya akun yang menjadi kenangannya telah hilang! Ya, akun kenang-kenang itu milik orang yang disayanginya. Untungnya, akun LINE-nya tidak ikut terhapus, jadi ia merasakan lega sekaligus sebal. Karena chat penting, sticker-sticker pemberiannya dari temannya yang berkenalan, berteman baik di sebuah grup di LINE, berteman hingga di WhatssAp juga ikut menghilang. Padahal, sticker-sticker itu adalah sticker favoritnya, Harry Potter! Untungnya, nomor-nomornya tak ikut menghilang. File yang lainnya tetap utuh di handpone. Diam-diam ia selalu menulis chat di WhatssAp, walau orang yang disayanginya sudah tidak ada di dunia ini lagi. Di LINE atau di chat yang masih disimpannya, tanpa sepengetahuan orang lain maupun adik kembarnya sekalipun.
Di LINE:
Kam, 11 November 2021
Tante, maaf, WhatssAp-mu ke hapus gara-gara vertifikasi. Untung, LINE-nya enggak hilang. Maaf, ya.
Begitu isi pesannya. Ia percaya, bahwa orang yang di chat-nya sudah tak ada. Itupun hanya centang satu.