Setelah mengantarkan makan siang untuk Aiza, Cynthia langsung pergi dari UKS. Sepertinya ia benar-benar sakit hati mendengar ucapan Vero dan Nathan. Bahkan ketika berada di dalam kelas, Cynthia lebih banyak diam. Padahal biasanya ia banyak bicara.
"Lo kenapa Cyn? Lo sakit hati ya?" tanya Aiza saat pergantian jam pelajaran.
Sebagaj jawaban, Cynthia menggeleng pelan.
"Kalo gitu, jangan diem aja dong!" bujuk Aiza.
"Gue suka sama Vero," jawab Cynthia cepat. Ia melirik bangku Vero yang kosong. Mungkin ia membolos lagi. "Tapi gue lagi coba buat jaga diri. Gue nggak mau pacaran lagi. Seperti yang lo bilang, kalo pacaran itu haram."
Aiza mengangguk paham. "Terus, apa hubungannya sama lo jadi pendiem? Sumpah, otak gue nggak nyampe." tanya Aiza.
"Gue suka Vero. Tapi dia suka gue," jawab Cynthia murung.
"Ya ampun Cyn! Gue kira kenapa. Jangan gitu dong! Masa' cuma karena itu lo ngediemin gue? Nggak bisa gue nggak denger suara lo. Sepi banget rasanya," kata Aiza.
"Masalahnya, kayaknya Vero suka lo," imbuh Cynthia.
"Astagfirullah Cyn. Bukannya apa ya. Kalaupun misal Vero suka sama gue, gue nggak bakal peduli kali. Apalagi kalo udah tau lo suka dia. Jelas gue nggak bakal coba sekalipun buat suka sama dia. Oke?" kata Aiza panjang lebar.
"Nggak tahu Za. Gue nggak tahu," ujar Cynthia.
"Iya, nggak papa. Tapi jangan diem terus. Cerita sini!" desak Aiza.
"Lo pikir daritadi gue ngapain? Kumur?" dengus Cynthia.
"Eh, iya juga. Hehe. Sayang Cynthia," ujar Aiza sambil mencubit pipi teman sebangkunya itu. Membuat Cynthia meringis kesakitan, meski tak lama kemudian ikutvtertawa bersama Aiza.
Cynthia Merdika. Putri seorang politikus yang cukup ternama di ibukota. Sejak dulu, gelar primadona selalu berhasil ia sabet. Mata bulat besar, hidung mancung, bibir tipis, tubuh tinggi langsing, dan kulit putih bersih. Tak lupa rambut hitam panjang yang halus dan selalu wangi. Tak heran jika banyak lelaki yang berusaha untuk mendekatinya. Nathan misalnya.
Nathan dan Cynthia mulai berpacaran saat kelas sepuluh. Mereka dikenal sebagai couple goals di sekolah. Dan hampir semua orang di sekolah mendukung hubungan mereka yang harmonis dan selalu saling support satu sama lain.
Satu tahun setelah berpacaran dengan Nathan, Cynthia menjadi semakin dekat dengan Aiza, si peraih paralel satu di angkatan mereka. Cynthia mulai berusaha membenahi diri. Ia mulai mengenakan hijab. Rajin salat berjamaah di mushola sekolah. Mengikuti kajian keagamaan setiap Hari Jumat. Dan masih banyak yang lainnya.
Nathan yang melihat perubahan Cynthia, tentu tak menyukai hal itu. Ia memprotes sang pacar. Bahkan memintanya untuk melepas hijab. Namun, diluar dugaan, Cynthia justru memutuskan Nathan secara sepihak. Tentu saja Nathan tak terima. Ia menyalahkan Aiza akan hal itu. Menuduh Aiza telah mengelabuhi Cynthia untuk memutuskannya.
Hal itulah yang menyebabkan Nathan kemudian berusaha mengalahkan Aiza di pemilihan ketua OSIS tahun ini. Walaupun pada akhirnya ia dinyatakan kalah dan hanya mendapat posisi sebagai wakil. Dan Nathan masih tak berhenti berusaha mengalahkan gadis itu. Meski ia sebenarnya sudah kehilangan perasaannya pada Cynthia, namun dendamnya pada Aiza masih membara.
Aiza menepuk jidatnya pelan. 'Ya ampun, anak SMA. Kebanyakan drama banget. Parah. Bikin pusing aja.' batinnya.
"Sayang, kamu udah siap?"
Kepala sang mama muncul dari balik pintu kamarnya. Wajah yang semula ceria itu mendadak berubah menjadi datar kala menyaksikan penampilan putri semata wayangnya itu.
"Kamu pake apaan sih? Kita tuh mau ke makan malam, bukan pengajian!" pekik mama Cynthia sambil menunjuk jilbab Cynthia.
"Ma, ini tuh namanya nutup aurat," terang Cynthia.
"Ada-ada aja kamu tuh. Jangan besar banget gini! Ditali ke belakang aja! Jijik mama lihatnya,"
"Ma, ntar auratnya nggak ketutup lho,"
"Kamu mau gitu diejek sama yang lain karena pake beginian? Mending nggak usah pake jilbab aja sekalian kalau gitu,"
"Astagfirullah Mama,"
"Udah, buruan! Iket jilbabnya ke belakang! Atau mama buang semua jilbabmu?" ancam sang mama. "Cepetan! Mama tunggu di bawah."
Setelah kepergian sang mama, Cynthia menayap pantulan dirinya di cermin. Dengan terpaksa, ia mengikat jilbabnya ke belakang. Menampakkan bagian depan bajunya yang berhiaskan manik-manik cantik.
Ponsel di atas meja riasnya bergetar. Menampilkan notifikasi pesan dari Aiza. Dan seketika itu juga dirinya tersenyum kecut.
Ah, andaikan saja ia bisa menjadi seorang Aiza. Yang bisa melakukan semua yang ia inginkan. Yang bisa dengan bebas melaksanakan keyakinannya. Sayangnya, ia hanyalah seorang Cynthia.