Jasmine merasa tidak terlalu semangat belajar daring pagi ini. Hari ini adalah hari pertamanya belajar bersama teman-teman baru di salah satu SMA Negeri dekat rumahnya. Ia terus mengucek matanya sambil membaca materi yang diberikan guru Bahasa Indonesia. Bu Sari, guru bahasa Indonesia kelas 10 memberikan tugas meringkas materi teks laporan hasil observasi. Di saat Jasmine ingin mengambil buku catatannya, grup WhatsApp teman-teman kelas 10 IPA 7 barunya mulai ramai. Mereka semua berkenalan di grup dan saling menyimpan kontak satu sama lain. “Ini cowok kok bacot banget sih. Baru juga kenalan, udah langsung minta di-save. Di grup kelas pula ngomongnya,” gerutu Jasmine ketika membaca pesan dari grup kelasnya. Nomor yang menampilkan nama Dilan Santara sangat semangat untuk berkenalan dan saling simpan kontak terutama dengan perempuan. Jasmine memutar kedua bola matanya lalu mematikan jaringan internet karena ia ingin fokus menyelesaikan tugas yang diberikan gurunya.
Karena pandemi yang melanda ini, Jasmine hanya bisa berkenalan dengan teman sekelasnya secara virtual. Setelah 3 hari belajar tanpa menggunakan buku, ketua kelas yang bernama Jony, menginformasikan jadwal pengambilan buku paket ke sekolah. Jasmine berjalan kaki menuju SMA barunya karena ia malas menaiki mobil. Sesampainya di sekolah, ia mendapati banyak wajah-wajah baru dan merasa malu untuk berkenalan sehingga ia hanya diam.
“Kita kekurangan buku, jadi bu Ayi nyuruh kita nyari pasangan karena bukunya dibagi satu berdua,” jelas Intan, wakil ketua kelas. Jasmine langsung panik, ia berusaha melihat-lihat dan mencari teman baru. Ia tersenyum canggung kepada seorang gadis tinggi yang wajahnya datar, mungkin biasa-biasa saja. Jasmine mengajak dia berkenalan dan akhirnya mereka sepakat untuk berbagi buku. Jasmine dan gadis tinggi bernama Widya itu mulai mengobrol dan beradaptasi, seorang cowok yang bernama Alden memerhatikan mereka berdua. Alden sedikit tertarik dengan Jasmine yang terlihat sangat ramah tetapi agak canggung itu.
Setelah beberapa jam pengambilan buku dan sesi bertemu teman baru itu, Jasmine hanya berkenalan dengan Widya dan juga beberapa teman SMP-nya dulu. Jasmine cepat-cepat berjalan pulang sambil membawa buku paket yang beratnya lumayan tersebut. Baginya, membawa beban yang berat lebih bagus daripada harus berkenalan dan mengobrol dengan orang asing. Ia melewati jalan pintas yang sepi menuju rumahnya. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang saat melihat cowok teman sekelasnya berhenti di depannya. Cowok itu adalah Alden, ia mematikan motornya dan menoleh ke arah Jasmine yang ada di belakangnya.
“Rumahmu dimana?” tanyanya ramah. Jasmine tersenyum, ia sangat canggung dan juga agak takut. “Ini cowok yang namanya Dilan Santara ya? Duh, aku kemarin bilang dia bacot karena ribut di grup. Mau apa ya dia?” ucap Jasmine dalam hati. “Deket kok, a-aku duluan ya,” Jasmine mulai berjalan terburu-buru, namun langkahnya dihentikan saat Alden turun dari motornya. “Sini aku anterin aja,” tawarnya sambil tersenyum dan mendekat. Jasmine merasa takut sekali, ia berhenti berjalan dan mundur sedikit, kemudian ia tersenyum gugup dan berkata, “rumahku deket kok. Aku gak mau ngerepotin kamu,” Alden menggeleng, “aku gak repot kok, yuk naik,”
Dengan terpaksa Jasmine menerima perkataan Alden. Ia naik perlahan saat Alden menaiki motornya duluan. “Kenalin nama aku Alden, namu kamu siapa?” tanyanya sebelum menyalakan mesin motornya. “Jasmine,” “jelasin lokasi rumah kamu,” Jasmine memulai menjelaskan alamat rumahnya dan mereka pun melaju. Alden menuruni laju motornya dan berhenti ketika sampai di sebuah ruko yang klasik namun kuno. “Makasih ya, maaf ngerepotin,” ujar Jasmine setelah turun dari motor Alden. Jasmine berharap Alden segera pergi sebelum mamanya keluar dan mendapati dirinya dibonceng seorang cowok.
Alden dapat mengerti perasaan Jasmine lewat raut wajahnya yang cemas. “Aku pulang dulu ya,” dengan senyum yang jahil, Alden melanjutkan, “titip salam sama orang tuamu ya,” Jasmine mengangguk lalu melambaikan tangan. Beruntung sekali, mamanya tidak keluar untuk menengok dan sialnya ada seorang cowok yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua. “belum sebulan sekolah udah dapet pacar ya kamu?” tanya Justin, kakak Jasmine. “Tadi gak sengaja ketemu di gang sunyi dan dia cuma temen sekelas aku” jelas Jasmine. Justin mengamati adiknya dari atas sampai bawah, “kamu gak diapa-apain kan?” Jasmine menggeleng, kemudian dia masuk ke kamarnya untuk merapikan buku-buku barunya.
Setelah merapikan buku dan berganti baju, suara ketukan pintu terdengar. Jasmine membuka pintu dan terkejut melihat sebuah boneka hantu yang seram menatapnya. Tawa Justin pun meledak saat Jasmine berteriak dan menutup mata dengan kedua tangannya. “kakak apa-apaan sih? Boneka siapa ini?” “Hehehe, ini boneka punya temen kakak. Bonekanya serem, dia mau buang. Jadi, kakak minta deh sebelum dibuang,” jelas Justin. “Eh, nonton film horror yuk, kakak baru download tadi nih, kayaknya seru deh,” tawar Justin bersemangat. Jasmine langsung menggeleng. “Ayolah temenin kakakmu yang kesepian ini,” bujuk Justin sambil mengguncang pelan tangan Jasmine. “Nanti kakak aduin ke mama kalau kamu pulang sama cowok lho,” ancamnya. “Iya iya, aku temenin, tapi jangan ngaduin ke ayah sama mama ya?” Justin tersenyum senang, ia tahu adiknya takut menonton film horror dan sekarang ia akan menjahili adiknya yang penakut itu.
Sudah seminggu Jasmine dihantui oleh perasaan takut akibat menonton film horror bersama Justin. Namun, perasaan takut itu bertambah saat mengetahui sekolah akan mulai tatap muka. Jasmine segera memulai percakapan dengan Widya lewat WhatsApp untuk mengatakan dia akan duduk bersama Widya hari Senin nanti. Mereka sepakat namun yang terjadi keesokannya sangatlah tidak sesuai ekspetasi Jasmine. Ia telat datang ke sekolah pertama tatap muka pagi ini. Ketika memasuki kelas X IPA 7, ia melihat Widya telah duduk dengan seorang perempuan yang belum ia ketahui namanya. Widya memasang ekspresi ‘aku minta maaf’ ketika pandangan mereka berdua bertemu. Semua sibuk memandang Jasmine yang berdiri di dekat pintu kelas. Ada seorang murid yang berkata, “hei, guru udah datang,” lalu seisi kelas tertawa sambil menatap Jasmine. Alden berdiri mendekati Jasmine, “kamu duduk disana ya,” katanya seraya menunjuk bangku kosong paling timur. Nampak seorang cowok yang duduk sendirian menatap Jasmine dan Alden. Cowok itu duduk di bangku paling timur no 2 dari belakang, Jasmine terpaksa melangkah ke bangku tersebut.
Cowok itu bangun dan mempersilakan Jasmine duduk di bangku yang menempel dengan dinding kelas. Cowok itu menyodorkan tangannya, mengajak Jasmine berkenalan. “Dilan, kenalin nama aku Dilan,” Jasmine membulatkan kedua matanya, dia tidak menyangka akan duduk bersama cowok yang pernah ia bilang ‘banyak omong’ dan ini pertama kalinya ada seorang cowok yang mengajaknya bersalaman untuk berkenalan. “Ja-jasmine,” jawabnya gugup dan malu. Dilan mendekatkan kursinya dengan kursi Jasmine. “ugh, apa lagi ini?”gumam Jasmine. Tak hanya mendekati kursi, ia juga menaruh buku paket Sejarah di tengah-tengah mereka berdua. Jasmine benar-benar tidak mengerti apa yang dilakukan Dilan. “Ada tugas dari pak Ardi, kamu gak punya buku Sejarah kan?” tanyanya. Akhirnya, Jasmine mengerti maksud Dilan. “Dilan lumayan baik juga sih kalau dilihat-lihat,” gumam Jasmine sesekali menatap Dilan sekilas. Jasmine penasaran, kenapa Dilan tidak duduk dengan temannya, maksudnya apakah ia masih tidak memiliki teman setelah ia berkenalan di grup. Apakah Dilan sama sepertinya yang sulit bersosialisasi dengan orang asing?
Jam menunjukkan pukul setengah sepuluh, itu artinya jam istirahat akan dimulai sebentar lagi. “Jasmine, kamu mau ke kantin?” tanya Alden menghampiri bangku Jasmine. “tunggu-tunggu…apa-apaan ini?” pikir Jasmine dalam hati. Oke, Alden memang sering mengobrol dengan Jasmine lewat chat WhatsApp setelah kejadian mengantar Jasmine pulang ke rumah. Alden tampak semangat sekali menjalin pertemanan dengan Jasmine. Bagi Alden, Jasmine sungguh gadis yang unik. Alden senang sekali melihat senyum gugup Jasmine ketika diajak berbicara, dia juga suka cara Jasmine yang selalu menyahut apapun yang dikatakan Alden meskipun lewat chat. Alden selalu memulai obrolan, awalnya Alden hanya menanyakan pertanyaan umum untuk mengenal Jasmine lebih banyak. Lama kelamaan, Alden menceritakan banyak hal, mulai tentang mata pelajaran yang sulit, keinginannya di masa depan, Alden juga menceritakan masalahnya ketika ia sedang kesal dan meminta saran dari Jasmine. Kini, Alden masih tetap ingin mengenal Jasmine dan memperhatikannya. “Iya, aku mau ke kantin,” jawab Jasmine akhirnya. “Barengan yuk,” tawar Alden. Jasmine menghela napas kecil dalam hatinya namun mengangguk mengiyakan tawaran Alden. Dilan hanya terdiam mendengarkan percakapan itu, ada banyak pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya.
Sekolah tatap muka sudah berjalan dua minggu dengan lancar. Hubungan Alden dan Jasmine kian merekat seperti hubungan adik dan kakak. Jasmine mulai berani sedikit terbuka kepada Alden begitu juga Alden yang tampak selalu semangat berbicara dengan Jasmine. Alden mengetahui banyak hal unik setelah mengenal Jasmine, Jasmine suka sekali menertawakan lelucon receh yang keluar dari mulut Alden. Terkadang, jika suasana hati Jasmine sangat membaik, ia sangat suka tertawa bahkan karena hal kecil yang tidak lucu sekalipun. Jasmine juga jarang menatap mata cowok yang menatapnya karena ia akan sangat gugup jika diperhatikan. Hal itulah yang membuat Dilan juga sedikit tertarik dengan Jasmine. Dilan sering mengganggu Jasmine disaat Jasmine sedang kesepian ataupun saat dalam suasana hati yang membosankan. Maka dari itu, tak hanya Alden, Dilan pun juga memiliki hubungan yang terbilang cukup dekat dengan Jasmine.
“Mana tasku?” tanya Jasmine suatu hari. Ia baru saja kembali dari perpustakaan bersama Alden. “Maksudmu?” tanya Dilan sok polos. “Cepetan bilang, ini udah mau jam masuk kelas,” seru Jasmine tidak sabaran. “Coba kamu cari diluar kelas,” sahut Dilan. Jasmine menggerutu sambil berjalan keluar kelas. Dilan memang memperlakukannya dengan baik tapi terkadang Dilan juga sering membuatnya kesal. Kesana kemari Jasmine mencari tas hitamnya dan tak lama kemudian jam istirahat pun berakhir, namun Jasmine masih tidak menemukan tas hitam kesayangannya. Ia buru-buru masuk kelas dan berencana akan melampiaskan rasa marah dan kesalnya pada Dilan. Saat tiba di kelas, Jasmine melihat tas miliknya duduk manis di bangkunya, begitu pula dengan Dilan yang sedang duduk manis sambil tertawa melihat Jasmine. Jasmine berjalan ke bangkunya dan memukul Dilan untuk melampiaskan semua kekesalannya pada cowok nakal itu. Dilan tertawa puas walaupun tangannya terus dipukuli oleh Jasmine. “Maaf-maaf,” katanya sambil menghentikan pukulan Jasmine kepadanya. Dilan sangat gemas melihat ekspresi Jasmine saat ini, ia mengelus pelan rambut temannya itu.
Tak terasa Jasmine sudah melalui satu tahun pertemanannya bersama Dilan dan Alden, juga Widya. Hari ini adalah penerimaan raport kelas 10. Alden mendapatkan peringkat pertama di kelas X IPA 7 sedangkan Jasmine hanya bisa mendapati peringkat kelima. “Kamu kenapa agak murung gitu?” tanya Alden ketika mereka berjalan bersama menuju parkiran sekolah. Jasmine memutuskan untuk ikut pulang bersama dengan Alden. “Padahal aku berharap banget bisa dapet peringkat tiga besar, padahal aku juga udah berusaha keras, tapi masih kurang ternyata,” ucap Jasmine sedih. Alden merangkul pundak Jasmine, “kamu udah berusaha keras kok, kamu gak bisa dapat peringkat tiga besar karena Tuhan mau nguji kamu. Setelah ini, kamu akan berusaha lebih keras lagi atau menyerah bersaing sama temen-temen kita. Tunjukin semangat kamu buat bisa ngalahin aku sama temen-temen yang lain juga,” seru Alden bersemangat. Jasmine tersenyum manis sekali, ia sangat menyukai Alden yang selalu menjadi sahabat terbaik sekaligus kakak baginya. Jasmine lalu menyentuh tangan Alden yang berada di pundaknya. “Kelas sebelas nanti kita sering-sering yuk belajar bareng. Kita giliran aja belajarnya di rumah siapa gitu,” seru Jasmine yang tiba-tiba sangat bersemangat. Alden mengangguk kemudian menyodorkan jari kelingkingnya, “kita bakalan jadi sahabat seperjuangan selamanya kan?” Jasmine tersenyum tipis, ia tak menyangka setelah sekian lama berteman dan bersama, Alden hanya menganggapnya sebagai sahabat. Namun ia segera mengangguk dan mengaitkan jari kelingkingnya bersama dengan jari kelingking Alden.
Entahlah, tapi di liburan ini, Jasmine sering memikirkan Alden dan momen-momen bersama mereka. Jasmine sedang duduk di ruang keluarga sambil mencorat-coret buku jurnal miliknya. Entah kenapa, Jasmine merasa ia sedikit menginginkan hubungan yang lebih dari sekedar sahabat dengan Alden. Aroma cookies cokelat yang harum masuk ke dalam lubang hidung Jasmine, membuat Jasmine ingin mencicipi cookies buatan kakaknya. Baru saja ia akan beranjak ke dapur, namun Justin sudah keluar membawa sepiring cookies yang baru saja keluar dari oven. Jasmine tersenyum senang dan mencomot sebuah cookies begitu Justin meletakkan nampan berisi cookies tersebut di meja ruang keluarga. “Uhmnn, enak kak,” ujar Jasmine memuji cookies buatan Justin. Justin memasang wajah datar lalu memutuskan untuk menonton televisi. Jasmine bangun dan memutuskan duduk dekat kakaknya, ia kemudian tidur bersandar di bahu Justin sambil menikmati cookies. Justin mengelus rambut adiknya, “nanti sore kita jalan-jalan yuk. Kamu mau kemana nih?” “berdua aja kak?” Justin mengangguk, “ayah sama mama bakalan ngajak kita piknik keluarga weekend nanti. Ayah juga ngebolehin kita buat keluar berdua sepanjang liburan ini, kecuali pas piknik nanti,” “Ya udah, kalau ke pantai gimana kak? Nanti sore sekitar jam 5 kita berangkat,” usul Jasmine. Justin sepakat dengan usulan adiknya.
Angin pantai dan sinar matahari yang hangat menyambut kedatangan Jasmine. Ia tersenyum melihat ombak pantai yang menyentuh kakinya. Justin menatap adiknya yang terlihat sangat cantik dengan rambut dikuncir kuda seperti biasanya tetapi angin memainkan rambut-rambut pendek tipis yang terlepas dari karetnya sehingga membuat remaja berumur 15 tahun itu lebih cantik dari biasanya. Justin tahu adiknya itu sedang jatuh cinta pada Alden namun Justin mengambil langkah cepat dengan bertemu dengan Alden. Justin tahu segalanya tentang kedekatan Alden dan adiknya. Beberapa hari sebalum pembagian raport, Justin sempat berbicara kepada Alden. Sebelumnya, ia hanya berbicara lewat chat, tentu saja Justin mendapatkan kontak Alden dari handphone adiknya. Justin menyuruh Alden untuk mengawasi adiknya di sekolah dan melarang Alden untuk menginginkan hubungan yang lebih dari sahabat. Alden menuruti perkataan Justin, meskipun di dalam hati Alden terdapat perasaan yang lebih mendalam terhadap Jasmine. Alden melihat perubahan diri Jasmine selama setahun ini. Dia sadar bahwa Jasmine benar-benar jatuh cinta padanya, namun ia tak mau melanggar perkataan Justin. Yang sekarang harus Alden lakukan adalah menjaga jarak sedikit dengan Jasmine.
“Kamu ada orang yang kamu suka?” Jasmine menoleh ke arah Justin, “kok tiba-tiba sekali?” gumamnya. Jasmine terdiam, Justin tertawa kecil. “kakak udah tahu kok, udah tahu juga siapa orangnya,” Jasmine benar-benar ingin menangis saat ini. Namun, sebelum air matanya turun, Justin sudah memeluknya. Justin tidak mau adik kecilnya menangis, ia mengusap kepala Jasmine dengan lembut. “Jasmine, kamu beruntung banget punya sahabat yang selalu mendukung kamu. Kakak seneng banget kamu bisa belajar dan berteman sama Alden. Alden juga udah cukup bahagia selama bisa terus di samping kamu kok. Kakak cuma ngak mau kalau hubungan kalian jadi agak canggung karena perasaan kalian sendiri. Untuk sekarang, berteman aja dulu, buat kenangan yang banyak. Kalau udah besar nanti, kakak ngak akan ngelarang perasaan kalian kok. Alden juga punya perasaan spesial buat kamu, dia selalu nganggap kalau kamu itu spesial,” jelas Justin. Sore itu, Jasmine merasa lebih baik. Ia sudah cukup bahagia menjalin hubungannya dengan Alden yang memang lebih spesial dari apapun.
Seminggu sebelum tahun ajaran baru dimulai, Alden datang ke rumah Jasmine untuk belajar bersama. Alden sungguh kaget ketika pintu rumah Jasmine dibuka dan Jasmine langsung memeluknya. “Alden, makasih ya udah mau sahabatan sama aku. Aku bersyukur banget punya temen yang selalu nyemangatin aku. Aku udah cukup bahagia selama kamu bisa di samping aku. Makasih buat semuanya ya, Al,” ujar Jasmine. “Kamu itu spesial buat aku, Jasmine. Kamu ada di samping aku aja udah lebih cukup dari apa pun. Makasih udah nemenin aku juga ya,” sahut Alden. Alden mengelus rambut Jasmine lembut, “Nanti pas sekolah lagi, Jasmine jangan terlalu deket sama cowok lain ya,” Alden kembali menambahkan. Alden merasa sedikit khawatir dan cemburu melihat Jasmine dan Dilan yang lumayan akrab setelah duduk bersama. “Dilan cuma temen kok. Dia sama kayak aku. Dia susah bergaul sama orang baru. Tapi, sekalinya udah akrab, dia itu menyebalkan sekali,” Alden meletakkan jari telunjuknya di bibir Jasmine. “udah jangan ngomongin dia lagi. Kita belajar yuk,” Mereka bersama-sama masuk ke rumah dan belajar di ruang keluarga. Justin lega melihat adiknya yang ceria dan bersemangat, ia sangat menyayangi adiknya lebih dari apapun.