“Apa yang sedang kaulakukan?”
Kau berjengit kaget ketika suara yang sangat familier itu terdengar di belakangmu, membuatmu meremas-remas kertas yang berisi tulisanmu, lalu membuangnya ke tempat sampah.
“Apa itu?”
“Bukan apa-apa,” sahutmu acuh tak acuh. Kau menyesap kopimu, yang ternyata sudah hampir habis entah sejak kapan, kemudian bangkit dari kursi dan berlalu pergi.
“Hei—”
Laki-laki itu mematung di tempatnya.
“Padahal aku baru saja akan mengajaknya makan bersama,” gumamnya pelan. “Apa salahku sampai-sampai ia begitu?”
Ia membungkuk sedikit, meraih kertas yang baru saja dibuang itu, mencoba membacanya.
“Hai, Marcellinus.
Hai, Marcellinus.
Aku harap, kita memiliki perasaan yang sama.”
Laki-laki itu terdiam.
“Ah, kau suka padaku.”