Bagian tersulit dalam memperjuangkanmu adalah bertahan pada kemungkinan akan 'bersama' dalam waktu yang tak jelas kapan datangnya~
Akira
.
.
Sesuai dengan janji Rena pada Melly, malam ini dirinya yang akan jaga shift i-Mart sampai jam 9 malam. Rena mengenakan rok selutut, rompi berwarna hijau dan rambut yang dikuncir ekor kuda agar terlihat lebih rapi. Terlihat seorang pelanggan memasuki i-Mart, refleks Rena menyapanya.
"Selamat datang, selamat berbelan... Ra-rama?"
Ya, pelanggan yang masuk itu adalah Rama. Rama yang mendengar namanya dipanggil seketika memalingkan wajah ke sumber suara. Saat melihat Rena, Rama tampak sedang berpikir.
"Lo... lo dulu temen sekelas gue kan, sebentar hmmm" Rama tampak berpikir, "Re... Re..." Rama berusaha mengingat nama Rena.
"Rena, aku Rena" sahut Rena.
"Ah bener, Rena Sanjaya. Lo kerja di sini?" tanya Rama.
"Hm, b-buat ngisi waktu luang sama nambah uang jajan aja sih hehe."
"Oh, bentar-bentar kok muka lo merah? Lo sakit?"
"Hah? N-nggak kok. Silahkan kalau mau lanjut belanja!"
Buru-buru Rena memotong percakapan mereka. Benar kata Rama, saat ini wajah Rena sudah memerah, reaksi yang wajar ketika seorang perempuan bertemu dengan lelaki pujaannya. Lagipula ini adalah rally obrolan terpanjang selama dia kenal dengan Rama.
Tak membutuhkan waktu lama bagi Rama untuk menyelesaikan aktivitas belanjanya. Saat hendak membayar, tiba-tiba ada seorang gadis menghampiri Rama.
"Sayang, kok lama sih" seorang gadis berbaju minim tampak bergelanyut manja di lengan kiri Rama.
"Kenapa turun? Ini gue udah mau bayar" kata Rama sambil berusaha melepaskan dekapan di lengannya.
Melihat itu Rena mendadak jadi sedih. Ternyata memang benar rumor kalau Rama senang bermain perempuan.
"Se-semuanya 120 ribu" kata Rena sedikit lesu.
"Nih" Rama mengulurkan uang 150 ribu. "Kembalinya buat lo aja. gue duluan ya."
"Eh?"
"Ayo" Rama keluar dari i-Mart dengan menggandeng tangan gadis itu.
Setelah kepergian Rama, Rena pun mendesah kecewa. Rama sudah meninggalkan i-Mart, tapi pikiran Rena masih tertuju pada lelaki itu. Apa iya dia bisa dekat dengan Rama, pikirnya. Karena saking sibuknya berpikir, dia tidak memperhatikan seseorang yang ingin membeli rokok.
"Marlboro Ice Blast satu."
Tanpa melihat siapa pembelinya, Rena langsung saja memberikan rokok itu. "Totalnya 59 ribu" kata Rena lesu.
Orang itu memberi uang pecahan 100 ribu. Dengan wajah yang masih lesu, Rena memberikan uang kembalian pada pelanggan tersebut. Namun saat mendongakkan kepala dia terkejut sebab yang sedang membeli rokok adalah,
"Kamu..." panggil Rena.
"Aldrian" ucap Rena dalam hati.
"Lo..." sejujurnya Al tidak tahu nama Rena.
"Ah pantes ini toko sepi, yang jaga aja mukanya kusut kayak baju yang nggak di setrika" sarkas Al.
"Ehh sembarangan kalau ngomong."
Namun saat Rena memeriksa keadaan toko, ternyata benar perkataan Al, toko sedang sepi. Seketika ia memasang wajah ramahnya.
"Baiklah, ini saja kak?"
"Hm."
"Al, kamu ngerokok?" tanya Rena sambil menyiapkan kembalian Al.
"Bukan urusan lo" Al mau mengambil kembalian dari Rena, tapi Rena malah memundurkan tangannya.
"Apa?" Al heran dengan tingkah Rena yang tidak mau memberinya uang kembalian.
"I-itu, seragam kamu. Mau aku antar ke mana?"
"Besok pas jam istirahat pertama temuin gue di atap gedung serbaguna."
"Kita kan sekelas, kenapa nggak ku balikin di kelas aja."
"Gue nggak mau kelihatan berinteraksi sama lo, banyak gosip nanti."
"Oh hmm oke."
Buru-buru Rena memberikan kembalian pada Al. Al segera berbalik hendak melangkahkan kaki, namun tiba-tiba ia memutar tubuhnya kembali menghadap Rena. Rena yang tadi sudah kembali ke mode cemberutnya, terpaksa harus tersenyum lagi.
"Siapa nama lo?" tanya Al.
"Hah, Re-rena" jawab Rena terbata saking gugupnya.
"Hn" Al mengangguk lalu melenggang pergi meninggalkan i-Mart.
Sepeningal Al, Rena menepuk-nepuk pipinya gemas. "Astaga, mimpi apa aku semalam ya. Aku dinotice sama dua cowok paling populer di SMA. Tadi aku seneng banget pas Rama datang. Tapi pas Al yang datang, perasaan aku kok jadi nggak enak ya. Aiisssshh" Rena mengacak rambutnya frustasi.
***
Dengan menenteng sebuah goodybag berwarna biru langit, Rena berjalan memasuki gerbang sekolah. Ah, tahun ini ia akan sekelas dengan Al dan Karina, dua jenis manusia yang paling ingin ia hindari di muka bumi ini.
Saat hendak melanjutkan perjalanan ke kelas, Rena melihat kedatangan motor Ducatti Panigale merah bersamaan dengan mobil Lexus GS 200 T putih. Semua orang pasti tahu jika pemilik mobil putih itu adalah Rama, sedangkan pemilik motor merah itu adalah Al. Tentu saja mereka saat ini menjadi pusat perhatian.
Mobil itu berisi Rama, Derry, dan Bayu. Jika Rama Prastowo Aji adalah anak pemilik perusahaan SUPRA, perusahaan terbesar penghasil alat elektronik rumah tangga, maka Derryansyah Airlangga adalah anak pejabat pemerintah pusat, dan Bayu Ringga Jati merupakan anak pemilik Rumah Sakit JIH yang memiliki puluhan cabang di Indonesia.
Rama, Derry, dan Bayu keluar dari mobil. Disusul Al yang telah melepaskan helmnya. Kebetulan mereka berjalan dengan saling memotong. Ah ini pemandangan langka, bisa melihat 4 cowok ganteng dalam satu frame.
"Parah si, damage-nya Rama gak main-main."
"Derry sama Bayu juga keren banget anjir."
"Gila, Al auranya tambah nguar."
"Tuhan pasti sedang tersenyum saat menciptakan mereka."
"Hidup memang nggak adil ya" bisik para siswa-siswi.
Entah kenapa waktu terasa berjalan lambat ketika mereka berempat hampir bersimpangan. Wuusshhh... hembusan angin menerbangkan anak-anak rambut mereka. Tepat sebelum saling melewati, mereka berhenti untuk memandang satu sama lain.
Al melihat tiga orang di depannya ini bergantian. Sampai saat ia bertemu pandang dengan Rama, tatapan mereka terasa lebih dalam seolah ada yang ingin mereka ungkapkan.
"..."
"..."
Dengan dengusan kecil Rama mengakhiri drama di pagi hari ini dan berlalu lebih dulu. Sedangkan Al, ia terlihat menahan sesuatu dalam dirinya. Itu terbukti dari tangannya yang ia tahan agar tidak mengepal.
"Ram, lo nggak marah sama gue gegara kejadian kemarin kan?" tanya Derry dalam perjalanan menuju kelas.
"Itu bukan urusan gue, tapi jangan terlalu sering nyangkut-pautin gue sama dia" ujar Rama.
"Oke deh."
Sementara Rena yang masih berdiri di tempatnya malah jadi berpikir keras, "Iya juga ya, kalau dipikir-pikir aku nggak pernah lihat interaksi mereka berdua. Semacam ada dinding yang misahin mereka. Tapi apa ya?" gumam Rena.
Seolah langsung mendapat jawaban dari Tuhan, di perjalanan menuju kelas, tak sengaja ia mencuri dengar dua orang siswi yang sedang bergosip tentang dua pangeran itu.
"Jadi gini, Al sama Rama itu dulu satu SMP. Nah rumornya mereka suka sama satu cewek, dan akhirnya jadi perang dingin sampai sekarang."
"Masa sih gara-gara cewek? Terus ceweknya milih siapa?"
"Entah gue juga ngga tahu, tapi gue denger-denger ceweknya sekolah di luar negeri."
Jujur saja ini bukan pertama kalinya Rena mendengar rumor antara Al dan Rama. Hanya saja dia memang tidak peduli dengan itu. Namun tampaknya sekarang Rena mulai penasaran dengan hubungan Al dan Rama di masa lalu.
.
.
Teeetttttt.....
Bel masuk telah berbunyi. Tampak seorang guru cantik bernama Ariana Fitri a.k.a Bu Ari memasuki kelas XI IPA 2 yang merupakan kelas Rena. Karena ini merupakan hari pertama Bu Ari memasuki kelas, kemungkinan hari ini tidak ada pelajaran, melainkan saling kenalan dan membuat kontrak belajar.
"Halo semuanya, Saya Ariana Fitri bertugas untuk mengajar mapel Kimia. Selain itu setahun ke depan saya akan menjadi wali kelas kalian. Jadi jangan banyak bikin ulah ya."
Sebagai guru kimia, Bu Ari terlihat cukup modis dengan kacamata yang bertengger manis di wajahnya. Bu Ari ini adalah sosok tegas dan cukup killer. Dia tidak segan-segan mengeluarkan muridnya jika gaduh saat pelajaran atau menghukumnya karena terlambat masuk kelas. Meskipun demikian Bu Ari adalah sosok yang baik dan friendly jika berada di luar kelas.
"Baiklah untuk yang pertama saya ingin mempresensi kalian. Jawab hadir untuk yang namanya saya panggil."
"Abigail Yusmi?"
"Hadir buk."
"Achi Mustika?"
"Hadir buk."
"Adhisty Karina?"
"Hadir."
"Aldrian Putra Wijaya?"
Tidak ada jawaban...
"Aldrian Putra Wijaya!" panggil Bu Ari sekali lagi.
"Tidak ada Bu" jawab siswa lain.
"Kemana dia? Tadi pagi saya lihat dia masuk sekolah."
Semua orang di sana pun memikirkan hal yang sama tak terkecuali Rena. Jelas-jelas tadi pagi mereka melihat Al berjalan dari parkiran.
Yah, mereka tidak tahu saja jika saat ini Al sedang dalam masalah. Ia tengah di kepung oleh 5 kakak kelas di koridor belakang sekolah yang sepi.
"Oh jadi ini yang namanya Al, lumayan sih tapi kayak banci Thailand" kata siswa yang bernama Brian. Brian adalah anak kelas 12 IPS 3 yang memang terkenal suka cari gara-gara dengan adik kelas.
"Alah paling bisanya skin care-an doang" ujar salah satu teman Brian.
Al mengerinyitkan dahinya tanda bingung. Oke, saat ini mood Al sedang baik, jadi dia tidak akan langsung terpancing emosi.
"Kalau kalian nahan gue cuma buat kenalan, gue nggak ada waktu. Gue gak tertarik sama cowok" ujar Al.
"Bangsat! Lo pikir gue gay" kata siswa berambut mowhak.
"Terus mau kalian apa?" tanya Al.
"Jauhin Alexa" ujar Brian.
"Alexa?" gumam Al. Ah Al ingat, ketika malam minggu kemarin ia sempat menolong seorang perempuan di Beer Garden.
"Gue bisa jelasin" kata Al.
"Alah banyak omong lo!"
Lima orang itu maju menyerang Al. Di lain sisi, seorang siswa di balik tembok terlihat menyaksikan perkelahian tersebut. Siswa itu bernama Beny Pramula yang juga berada satu kelas dengan Al.
"Iya kan dia berantem lagi" ujar Beny.
Beny sengaja izin keluar kelas memang untuk mencari Al. Melihat Al yang sedang dikeroyok, ia pun berpikir bagaimana caranya untuk membubarkan mereka. Dan ide cemerlang pun muncul. Seketika Beny langsung mendekati perkelahian dan pura-pura panik.
"Woi-woi, kepala sekolah otw ke sini!" teriak Beny.
"Shit" kata salah satu senior yang mengeroyok Al.
Perkelahian seketika berhenti. "Coy, cabut!" ajak Brian.
"Oh iya, kalau lo berani deketin cewek gue lagi, mampus lo!" kata Brian sebelum benar-benar pergi meninggalkan Al dan Beny.
"Lo gak apa-apa Al?" tanya Beny.
"Gapapa" kata Al sambil merapikan seragamnya yang kusut.
"Oh iya, lo dicariin Bu Ari. Mending lo masuk kelas deh."
"Gue ga mood" tiga kata ini mengakhiri percakapannya dengan Beny. Al tampak santai berjalan melewati Beny.
"Tapi Al...." Beny memandangai punggung Al yang mulai menjauh.
Beny tahu ia tidak akan bisa menghalangi Al. Akhirnya dengan langkah lesu ia pun memilih untuk kembali ke kelas. "Yah, sia-sia gue nyariin dia," gumamnya.
Di saat siswa-siswi lain berkutat dengan mata pelajaran, Al lebih memilih untuk duduk santai menikmati semilir angin di atap gedung serbaguna. Yah ini jadi spot favorit Al saat bolos. Karena merasa bosan ia pun mengeluarkan rokok di saku celananya dan menghisapnya dengan perlahan.
"Sial, dua kali gue dikeroyok cuma gara-gara cewek" Al menghembuskan napasnya kasar.
.
.
Teetttt... tetttt... Bel istirahat pertama berbunyi. Al benar-benar tidak kembali ke kelas hingga mapel Kimia berakhir. Bu Ari tentu saja melaporkan keabsenan Al pada kepala sekolah.
"Dia tidak masuk kelas saya Pak" lapor Bu Ari.
"Hah, Al.. Al.." kepala sekolah segera meraih telepon di depannya dan menghubungi seseorang. "Halo Pak Rendy, tolong cek cctv sekitar sekolah. Al absen dari kelas padahal sudah sampai di sekolah. Saya khawatir dia berbuat ulah" titah Pak Rian.
Mendapatkan perintah dari kepala sekolah tentu Pak Rendy segera menjalankannya. Sama halnya dengan Pak Rendy, Rena pun juga sedang mencari Al. Bedanya Rena ada janji untuk menyerahkan seragam kepada Al.
Rena sebenarnya yakin tidak yakin jika Al berada di atap gedung serbaguna mengingat dia bolos kelas, bisa saja Al pulang kan. Namun tentu saja, jika tidak ke sana, Rena tidak akan tahu bagaimana hasilnya. Untuk itu, dengan mantap ia melangkahkan kakinya menuju gedung serbaguna. Saat di tengah perjalanan dia berpapasan dengan Pak Rendy.
"Pagi Pak" sapa Rena pada Pak Rendy yang merupakan salah satu guru olahraga dan sekaligus pelatih tim basket sekolah.
"Eh Rena, Pagi."
Mereka hendak berpisah namun tiba-tiba Pak Rendy memanggil Rena. "Rena kamu sekelas sama Al kan? Lihat Al gak?"
"Eh, hmmm saya nggak lihat pak. Emang kenapa pak?" Rena tidak memberitahu Pak Rendy karena Rena sendiri tidak tahu kepastian Al di mana.
"Dia bolos kelas kan? Ternyata dia berkelahi dengan kakak kelas di koridor belakang."
"Hah?"
"Kalau gitu bapak duluan ya, kalau lihat Al segera kabari."
"Oh iya pak siap."
Kabar Al yang berkelahi dengan kakak kelas telah tersebar. Selama perjalanan menuju atap gedung serbaguna Rena mendengar anak-anak bergosip.
"Berantem lagi cuy dia."
"Gila sih, baru kemarin padahal dia berantem sama Derry."
"Dia kira lagi sekolah di Suzuran kali ya hahah."
"Untung dia ganteng dan anak orang kaya. Kalau enggak beeh udah jadi bahan bully dia itu."
"Eleehh dia masih di SMA ini juga pasti karena bapaknya. Itu bapaknya pengusaha properti, donatur utama yayasan Citra Buana lagi."
Dan sederet perkataan lainnya yang jika didengar langsung oleh Al, pasti terasa menyakitkan.
Rena menggelengkan kepalanya lalu memantapkan diri menuju atap gedung serbaguna. Tak sampai 5 menit, dan Rena sudah berada di depan pintu besi berwarna hitam yanag merupakan pintu menuju atap. Rena sebenarnya ragu, namun setelah menarik napas panjang ia akhirnya membuka pintu itu juga.
Hal pertama yang ia rasakan adalah hembusan kencang dari angin. Kemudian ia mengedarkan pandangan mencari sesuatu. Dan benar saja, ia menemukan seseorang yang dicarinya. Dengan langkah pelan Rena menghampiri orang yang tengah terduduk itu.
"Al..." panggil Rena.
Al menengok ke arah sumber suara. Dilihatnya Rena yang bertampang cengo sedang berdiri dalam jarak radius 2 meter darinya. Kemudian Al mengalihkan pandangannya dari Rena dan kembali mengisap rokok. Sementara Rena gagal fokus melihat beberapa putung rokok berserakan di dekat kaki Al.
"Al, kamu tahu kan kalau ga boleh ngerokok di lingkungan sekolah" kata Rena.
"Kenapa? Mau lo aduin? Aduin sana gue ga takut" Al masih santai mengisap rokoknya.
"Hah, aku kesini mau balikin seragam kamu."
"Taruh aja situ."
Rena menghela napas dan menaruh goodybag di lantai, "Aku pergi ya."
"..." yang dipamiti hanya diam.
"Oh iya, kamu dicari Pak Rendy."
"Hn."
Habis sudah kesabaran Rena. Pecuma berbicara dengan Al, percuma berbicara dengan tembok yang diberi nyawa. Dengan kesal ia meninggalkan Al. Rena harap ini adalah terakhir kalinya ia berurusan dengan makhluk yang bernama Aldrian.
Al sendiri terlihat menghela napasnya tidak suka. Saat Al hendak mematikan rokoknya tiba-tiba ada yang menginterupsinya lagi.
"Al..."
Bersambunggg.....