"Indahnya senyummu mengingatkanku pada indahnya sunrise di puncak gunung Mahameru, dalamnya tatapanmu mengingatkanku betapa dalamnya lautan di samudra, cantiknya parasmu mengingatkanku betapa sempurnanya alam semesta yang telah tuhan ciptakan"
***
Seperti biasa hari ini Artha harus pulang larut, pekerjaan yang menumpuk memaksanya untuk kembali lembur. Bukan hanya Artha saja tapi kawan satu timnya dan beberapa teman di tim lain juga harus lembur.
"Hah, lembur lagi lembur lagi." Artha menggerutu pelan dengan wajah kusam. Wajah lelah memang sulit untuk disembunyikan. Terlihat rekan kerja Artha yang lain tak bisa menyembunyikan wajah kusam mereka.
Maklum saja ini hari jum'at seharusnya pukul 16.30 mereka sudah pulang, tapi kali ini setidaknya mereka harus pulang jam 19.00. Tidak terlalu malam sebenarnya, tapi rasa lelah sudah tak tertahankan lagi.
Entah kenapa Artha tiba-tiba saja melamun, menghentikan jarinya yang sejak dari tadi menekan huruf-huruf pada keyboard komputernya. Suasana sekitar seakan berubah menjadi hening, menenggelamkan tubuhnya pada derasnya kisah di masa lalu. Perlahan bayangan wajah wanita di masa lalu itu memaksa untuk menampakkan diri dalam pemikirannya dan memaksa masuk kembali kedalam hati yang sedang baik-baik saja, walaupun belum pulih sepenuhnya.
Dalam lamunannya ia terjebak dalam dimensi kenangan masa lalu, terlihat siluet lampu jalanan kota seakan menyambutnya dengan ramah. Kenangan-kenangan tentangnya dengan jelas terputar kembali dalam ingatannya.
Kota Bandung menjadi saksi bisu betapa lamanya mereka menjalin suatu hubungan. Bayangan dirinya dan kisah tentangnya telah berada diseluruh kota ini. Kota yang begitu indah, menyenangkan dan terkadang menyebalkan.
''Aku sangat mencintai kota ini, tentang suasananya, indah pemandangannya dan semua kisah tentangnya" ujar Artha yang saat itu bayangan dirinya sedang memandang indahnya kota Bandung di atas ketinggian tebing keraton.
Bandung indah ya tha?
Nalurinya membuka obrolan.
Indah, tapi ga seindah dulu.
Kangen dulu ya tha, kalo weekend lo suka banget kesini sama dia liat malemnya bandung.
Dia seneng banget kalo ketempat tinggi kaya gini, bisa liat bandung seluruhnya katanya.
Tebing keraton tempat favoritnya ya tha ?
Salah satu tempat favoritnya.
Kangen ya tha?
Biasa aja sih, cuman kadang tiba-tiba ada rasa nyesel aja sih.
Dia lagi apa ya tha?
Entah, mungkin lagi jalan sama pacarnya yang baru.
Berpikir positif aja tha, biar lo nya ikhlas buat ngelepasin.
Gue udah ikhlas kok.
Lo belum sampe ke fase mengikhlaskan tha, lo baru ngelewatin fase melepaskan.
Beneran kok gue udah ikhlas.
Kalo lo udah ikhlas ayo keluar tha, dari dunia masa lalu lo, simpan baik-baik kenangan itu jangan lo mencoba memperbaiki masa itu, bangun tha.
Tha, lo tuh hidup bukan di dunia Fana ciptaan lo sendiri, tapi lo hidup di dunia nyata, tha. Ini realita lo.
Nalarnya menambahkan apa yang dikatakan oleh nalurinya. Mereka tidak kuasa melihat tuannya yang sesekali tenggelam ke dasar masa lalunya itu.
"Tha mau pesen makan ga ? kita mau delivery nih" tanya Arman dengan berteriak. Itu cukup mengejutkan Artha yang sedang melamun. Artha terperanjat dari lamunannya dan seketika keluar dari dimensi masa lalunya.
"Pesan apaan ?" jawab Tian yang sedang berada tepat disebelah kanan Artha.
"Nasi goreng lima belas ribu nih banyak per porsinya." jawab Arman dengan memberikan selembar kertas kepada Artha untuk menuliskan nama siapa saja yang akan memesan.
Tiga puluh menit kemudian nasi goreng yang mereka pesan akhirnya tiba. Seketika mereka meninggalkan sejenak pekerjaannya dan mulai berkumpul di ruang tengah kantor sambil melahap nasi goreng yang dipesan lewat aplikasi ojek daring.
Setelah menghabiskan nasi goreng, mereka melanjutkan kembali pekerjaan dengan kondisi perut yang kekenyangan yang membuat mata dengan tak sengaja terpejamkan. Rasa kantuk mulai terasa dan sekarang mereka sudah tak lagi fokus pada pekerjaannya. Tangan yang dari tadi terus menekan huruf pada keyboard kini beralih pada ponsel, itu salah satu cara untuk mengalihkan rasa kantuk.
Tidak terasa jam sudah menunjukan pukul 19.05.
Artha bergegas merapihkan pekerjaannya, kertas demi kertas mulai ditumpuk dan dimasukannya kedalam lemari. CPU ia mulai matikan, disusul monitor dan terakhir tak ketinggalan UPS pun dimatikan.
"Man pulang nebeng ya sampe persimpangan ?" tanya Artha pada Arman dengan menepuk bahunya.
"Oke siap tha!" jawab Arman dengan senyum tipis dan acungan jempol tangan kanannya, menandakan jika ia setuju.
Baru saja beberapa langkah Artha melangkahkan kakinya keluar dari pintu kantor ia baru tersadar jika ternyata ponselnya masih ia charger di samping CPU.
"Astagfirulloh handphone ketinggalan." Artha menepuk dahinya dan berbalik badan dengan rasa kesal pada dirinya sendiri, berlari kecil memasuki ruangan kantor yang sudah gelap yang hanya mengandalkan penerangan dari balik jendela luar. Artha mulai mencabut charger dan memasukkannya ke dalam tas sling bagnya tanpa berani menengok karah lain.
"Ah cereboh dasar Artha jadi balik terakhir nih." Artha bergumam. ia pun keluar kantor dengan langkah kaki yang agak cepat. Maklum kalo malam suasana kantor berubah menjadi horor. Arsitektur bangunan yang masih mempertahankan bentuk bangunan seperti model bangunan jaman belanda menambah atmosfir horor semakin kuat kala memasuki ruangan-ruangan dalam kantor di malam hari.
Beberapa teman Artha sudah berjarak beberapa langkah didepannya, Artha berjalan paling belakang dan tidak sengaja ia melihat seorang wanita sedang duduk di dekat pos security dengan memegang sebuah mangkuk bakso.
"Malem pa," perempuan itu menyapa dan menawarinya sebuah bakso dengan tersenyum.
Artha tidak menjawab tawarannya, ia hanya membalas senyumnya.
"Ramah sekali, siapa ya ?" tanya Artha di dalam hati.
Itu bukan pertama kalinya Artha melihatnya, sudah beberapa kali ia bertemu dengannya dan perempuan itu selalu memberikan senyum tanda menyapa. Artha heran karena biasanya tidak ada seorangpun yang menyapa atau memberi senyum apalagi jika tidak kenal walaupun kita satu kantor.
Karena keramahannya membuat Artha menjadi penasaran, rasa ingin tahu muncul secara tiba-tiba walau hanya sekedar ingin tahu siapa namanya.
Tak lama kemudian Arman sudah berada didepan Artha dengan sepeda motornya.
"Ayo tha!" ajak arman.
"Oh, ayo." jawab Artha dengan tidak mengalihkan sedikitpun pandangannya dari perempuan itu.
Ketika mereka melewatinya, perempuan itu masih ada disana dan ketika berpapasan dia memberikan senyum dan Artha pun dengan segera membalas senyumnya.
"Begitu ramah, manis sekali senyumnya" ujar Artha bergumam.
Ciecie, siapa tuh, Tha.
Nalarnya yang tengil mulai menggoda tuannya.
Gak tau siapa gak kenal.
Yah, tha. Parasnya yang cantik itu secara tidak sengaja aku simpan di kepalamu ini, yah entar lo bakal inget terus nih.
Apaan sih lo, lebay.
Wahai tuanku sepertinya aku merasakan rasa yang berbeda.
Kali ini nalurinya meledek tuannya.
Senyumnya mirip dia ya ?
Yah, Tha. Move on dong ayo move on.
Melihat perempuan yang ramah itu mengingatkannya pada seorang perempuan di masa lalu yang begitu ceria nan ramah dia adalah orang yang paling Artha sayangi di muka bumi ini walaupun telah berlalu.
Ya, itu di masa lalu.