***
Bagi sebagian besar orang, sarapan pagi adalah bagian penting untuk berkumpul bersama keluarga. Tapi bagi Chris tidak, dia selalu mengusahakan untuk tak berkumpul dengan ayahnya maupun ibunya terlebih lagi Melissa dan anaknya Alex. Pagi ini Chris berangkat ke sekolah lebih pagi bahkan sangat pagi untuk dikatakan berangkat sekolah.
"Putrimu persis seperti Regina. Sama-sama gadis bodoh. Lihat, dia melewatkan makan pagi hanya karena marah pada kita." Melissa membuka obrolan ketika dia dan suaminya sedang menyantap roti lapis isi telur. "Kenapa kau harus menyebut nama wanita itu? Aku sudah memilihmu tinggal di sini. Bisakah kau tidak membahas dia lagi?" Bruce terlihat masam. Entahlah, apakah ia sedang khawatir dengan Chris ataukah dia hanya jengkel mendengar nama Regina.
"Maafkan aku, suamiku. Aku rasa aku mengucapkan kesalahan." Melissa tersenyum manis. Dia mengalihkan obrolan dengan menuangkan kopi ke dalam gelas suaminya. "Tidak sarapan pagi tak akan membuat Chris mati. Kita bahkan memberinya uang saku kemarin. Semalam dia membuat sandwich, kurasa dia membawa bekal ke sekolah." Melissa menenangkan suaminya.
"Aku tidak peduli padanya, Melissa. Aku tak mau bahas Chris pagi-pagi seperti ini." Bruce masih menampakkan mimik kesal ketika Alex dan Zacharry masuk ke dalam rumah. Zacharry sudah rapi dengan jas hitamnya. Dia sudah akan berangkat ke kantornya. "Apa yang terjadi Mom? Kenapa Daddy murung begitu? Chris membuat masalah lagi? Di mana tikus kecil itu?" tanya Alex penasaran.
"Hei, Chris bukan tikus. Dia adikmu." bisik Zach menyela. Alex meringis, dia melototi Zach. "Aku tidak suka kau membela dia. Chris hanyalah tikus kecil bagiku. Kau juga harus menganggapnya tikus kecil." Zach menghibur Alex dengan memberikan senyuman. Lebih baik tak berkomentar agar Alex tak membesarkan masalah sepele ini.
"Chris berangkat sekolah pagi-pagi. Aku tidak sempat melihat dia keluar rumah." Melissa menjelaskan dengan gamblang. Alex mengangguk-angguk. Dia tersenyum licik. "Pagiku terasa bahagia tidak melihat wajahnya." Alex menuangkan kopi untuk Zach lalu memberikannya pada pria itu.
Zach meneguk kopinya ketika Bruce memusatkan perhatian padanya. "Kau pergi kantor pagi sekali, Zach. Apa atasanmu tak membiarkanmu datang siang?" Bruce bertanya sedetik kemudian. Dia tak mau terlihat muram karena Chris. "Orang kantoran selalu berangkat pagi. Belakangan ini, aku mendapat banyak pekerjaan kantor. Sulit untuk tak datang pagi." Zach bekerja di perusahaan kosmetik. Dan dirinya di tempatkan di bidang pemasaran. Sangat sulit untuk bolos dari pekerjaannya. Dia harus melakukannya banyak presentasi di beberapa klien.
Zach terlihat buru-buru. "Aku rasa aku harus berangkat sekarang. Sampai nanti Mr Reine dan Mrs Reine. Terima kasih untuk kopinya." Zach mencium kening Alex lalu berjalan keluar rumah. Dia cukup ahli meyakinkan Alex kalau dia tidak butuh sarapan. Pria itu menghilang secepat kilat. "Mommy merasa kau dan Zach harus segera menikah. Usia kalian sudah cukup untuk menikah. Apa kalian tidak berpikir untuk memiliki bayi?"
Alex tertawa. "Mengurus Chris saja Mom sudah kerepotan. Bagaimana kalau aku sudah punya bayi? Sudahlah, Zach juga belum siap punya anak seperti juga aku." Alex belum memikirkan pernikahan. Ia sedang sibuk-sibuknya memulai karir di Claudia. Dia salah satu desainer untuk gaun Claudia. Alex menikmati pekerjaannya. "Mom hanya mengingatkan. Mom takut dia jatuh cinta pada gadis lain. Kau tahu 'kan seperti apa kehidupan Mom dan Dad?" Bruce merasa hawa pembicaraan menyindirnya. Bruce akhirnya memilih meninggalkan ruang makan. Alex memutar bola matanya, dan tidak berniat melanjutkan obrolannya. Dia jauh lebih mengerti bahwa Zach pria yang setia.
***
Chris berangkat sekolah naik bus. Suasana hatinya selalu buruk setiap kali berjalan masuk New Utrech High School. Setiap hari ia dipanggil budak. Ia merasa tidak nyaman di sekolah. Ia ingin program sekolah rumah. Tapi Ayahnya sama sekali tidak mengerti perasaannya. "Hei budak New Utrech sudah tiba!" Beberapa cowok nakal menyorakinya saat ia melewati lorong-lorong sekolah. Chris tidak tahan setiap kali mendapatkan julukan itu.
Chris mencoba untuk bersabar. Ia berjalan menuju lokernya. Chris mengambil buku paket bahasa Inggrisnya. Ketika ia hendak melangkah menuju kelas bahasa, dua orang cewek menghalangi jalannya. Katherine dan Emily adalah gadis paling populer di New Utrech High School. Mereka berdua adalah simbol ratu penindasan. "Minggir. Aku tidak mau berurusan dengan kalian." kata Chris malas.
"Kau lupa di mana tingkat sosialmu berada? Aku harus ingatkan dirimu, Chris. Kau hanyalah anak budak, kau juga budak di sekolah ini. Sepatuku tertimpa es krim. Sekarang bersihkan sepatuku!" Katherine tersenyum mengejek. Chris tidak melakukan apa-apa. "Apa kau tuli? Bersihkan sepatu, Kate." perintah Emily.
Chris menghela napas. "Aku mungkin terlihat lemah tapi aku tidaklah seperti yang terlihat. Aku tidak mau membersihkan sepatumu. Apa di rumahmu tak ada pembantu?" Chris tidak mau lagi diinjak-injak. Semalam ia sudah latihan keras menjadi pemberontak. Ternyata tidak terlalu sulit melawan orang-orang penindas. Hanya saja, rasa takut di dalam hatinya tidak bisa hilang. Katherine dan Emily selalu menakutkan walau wajah mereka cantik. "Kau berani pada kami? Beraninya kau--" Katherine akan menampar Chris. Namun Adrïen muncul. Katherine tidak jadi melakukannya. Dia malah menarik tangan Emily pergi. Bagaimana pun Katherine mengincar Adrïen sudah lama.
"Kau tidak apa-apa? Kate dan Emily memang seperti itu. Dia selalu bertingkah sebagai penguasa." Adrïen mengamati Chris penuh simpati. Chris memahami tatapan itu. "Aku bisa menjaga diri. Pergilah, aku tidak butuh siapa pun untuk membelaku." Chris tidak mau terlihat lemah. Tidak mau bergantung pada orang lain untuk bertahan di sekolah. Adrïen mungkin cowok paling dihargai di sekolah karena dia populer serta wajahnya yang rupawan. Tapi Chris tidak mau memanfaatkan kebaikannya apalagi kalau hanya karena cowok itu kasihan.
"Baiklah, aku pergi dulu kalau begitu." Adrïen melangkah menjauh. Dia tak menoleh ke belakang untuk memastikan Chris baik-baik saja. Cowok itu tetap berlalu. "Sadarlah, Chris. Dia Adrïen Baker. Memperhatikanmu bukan berarti dia menyukaimu." Chris bergumam. Adrïen ramah pada siapa pun. Dia bukan tipe bajingan tampan yang digilai cewek-cewek. Dia tipe cowok keren yang pantas dikagumi karena rasa pedulinya yang tinggi.
Chris memilih masuk kelasnya. Dia tidak boleh memercayai siapa pun. Semua orang penindas. Mereka akan menguncilkan Chris entah sampai kapan. Chris tidak menyukai masa-masa SMA. Ia mendambakan kehidupan kuliah yang mungkin menyenangkan. Di bangku kuliah, tidak ada yang namanya penindasan. Mungkin ada tapi jarang terjadi.
"Kau sudah sarapan? Aku tidak melihatmu pagi ini? Kau baik-baik saja?"
Zach mengirim pesan padanya saat jam pelajaran pertama berlangsung. Chris merasa senang mendapat pesan itu. Dari sekian banyak orang di dunia ini. Hanya Zach yang mau memberikan perhatian padanya. Zach adalah pria spesial bagi Chris. Pria itu baik, wajahnya pun lumayan keren.
"Terima kasih telah memperhatikanku. Kau sangat spesial bagiku."
Chris hendak mengirim pesannya tapi diurungkan. Mendadak dia mengingat Alex. Apa yang akan terjadi jika Zach berselingkuh dengannya? Apa yang akan dilakukan Alex? Zach dan Alex sudah hidup bersama lebih dari empat tahun. Chris tidak berpikir merusak hubungan mereka meski Chris membenci Alex dan ibunya.
"Aku membawa bekal. Aku baik-baik saja. Aku selalu tersenyum di sekolah."
Chris mengirim pesan itu, kemudian kembali fokus belajar. Untuk sejenak Chris melupakan Zach. Adrïen Baker memenuhi otaknya. Bolehkah dia berharap pada sosok Adrïen? Chris terkenal sebagai cewek tak berpotensi. Semua julukan buruk ada padanya. Apakah Adrïen akan menganggapnya spesial? Faktanya hidup Chris bagaikan sandwich gosong. Apakah masih ada yang menyukainya.
See u next time!
Erwingg__ dan sastrabisu