***
Kisah Cinderella adalah salah satu dongeng populer di dunia. Dongeng ini menceritakan tentang Cinderella yang hidup bersama Ayah dan juga Ibu serta saudara perempuan tiri. Kisah Cinderella hanyalah dongeng belaka, tapi percayakah kamu jika kisah Cinderella benar-benar dialami oleh seseorang di dunia nyata?
Christine Reine salah satu Cinderella modern. Hidupnya sangat menyedihkan, di Indonesia Ibunya menelantarkannya, lalu di New York Ayahnya memperlakukannnya acuh. Seperti Chris hanyalah seonggok sampah tak berguna. Chris tidak pernah sekali pun merasa kebahagiaan menghampiri hidupnya. Seolah catatan kebahagiaan telah terhapuskan dari catatan takdirnya.
"Dad kumohon. Aku mohon agar Dad mendaftarkan Sekolah Rumah saja untukku. Aku tidak bisa ke sekolah lagi. Teman-teman meledekku budak dari Indonesia. Aku tidak mau ke sekolah lagi." Chris mulai putus asa. Anggapan orang mengenai dirinya sangat rasis. Chris tidak bisa bertahan di sekolahnya. Semua orang meremehkannya.
"Dewasalah sedikit, Chris! Bersyukurlah kamu bisa sekolah di sekolah elit, bersyukurlah kamu karena Melissa masih mau menerima kehadiranmu di sini. Kau sudah delapan belas tahun. Sampai kapan kamu akan bergantung pada Dad? Apakah kau tidak punya rasa bersyukur sama sekali?" Chris menggigit bibir bawahnya, menahan tangis yang akan segera tumpah. Rasanya menyedihkan mendengar ayahnya berkata seperti itu.
"Kenapa harus peduli perkataan orang lain? Biarkan mulut mereka berbusa karena mengataimu budak Indonesia. Jika itu tak benar, kenapa kau harus marah? Berhentilah mempermasalahkan hal sepele, Chris!" Chris terdiam. Permohonannya terbantahkan oleh banyak kata yang dilontarkan ayahnya. Kata-kata kejam yang menyenak hatinya.
"Di sini, kau masih bisa makan enak. Apa kau lupa apa yang dilakukan ibumu di Indonesia? Dia bahkan tidak pernah memberimu makan. Sadarlah sedikit, Chris. Kau sudah untung bisa hidup enak di rumah Dad." Air mata bergulir di pipi Chris. Sungguh, ayahnya benar-benar kejam. Ayahnya sama sekali tidak peduli terhadapnya.
Chris menyeka air matanya. "Aku bahkan tidak meminta gaun mahal seperti Alex, Aku tidak meminta mobil mewah. Aku hanya butuh perlindunganmu, Dad. Aku hanya ingin kau mengerti perasaan putrimu ini. Apa aku salah? Aku ingin Dad membungkam mulut orang yang meledekku, aku ingin Dad memukul mereka. Apa aku salah?" Chris merasa merinding, sosok ayah yang dianggapnya sebagai sosok yang peduli padanya ternyata sedikit pun tak merasa empati.
"Apa kau sedang mengajari Dad cara mendidik?" Bruce Reine terlihat berapi-api. Matanya menyala-nyala. "Aku tidak mengajari Dad. Aku hanya ingin Dad tahu kalau apa yang Dad lakukan salah. Dad lebih menyayangi Alex dan istri kejam Dad. Dad lebih menyayangi mereka ketimbang aku. Dad lebih mementingkan mereka daripada aku. Dad tidak adil!" teriak Chris lalu ayahnya memberinya tamparan keras. Pipi Chris memerah seketika.
"Anak tidak diuntung! Kau bertingkah seperti ibumu yang tak berpendidikan itu. Pantas saja temanmu mengejekmu sebagai budak. Kau memang memiliki karakter budak tak bermoral. Kau pantas mendapatkannya." Bruce menekankan setiap katanya. Chris hanya diam dengan wajah menunduk. Dia tidak bisa berhenti menangisi hidupnya.
"Ada apa ini, Bruce? Apa Chris membuat masalah lagi?" Melissa, ibu tiri Chris baru datang berbelanja. Dia membawa dua kantong plastik, satu kantong yang berisi rempah-rempah dan satunya berupa kantong pakaian. Melissa mengamati Chris lewat ujung matanya. Baginya Chris hanyalah pembuat masalah. "Anak tidak tahu diri ini menginginkan sekolah rumah. Aku tidak tahu ada apa di otak kecilnya itu? Kita sudah susah payah menyekolahkan dia di sekolah elit tapi dia merengek meminta hal lain." tegas Bruce.
Melissa menyeringai. "Apa kau tidak bisa sehari saja tidak buat masalah? Apa kau tidak bisa mencontoh sikap baik Alex? Bersyukurlah Dad-mu masih mau memungutmu dari perempuan sampah seperti Regina." Melissa mengalihkan perhatian pada suaminya. "Abaikan saja dia, suamiku. Biarkan Chris menyelesaikan masalahnya sendiri. Dia sudah besar." Bruce menghela napas. Dia membelai rambut istrinya lalu tersenyum.
"Aku percayakan dia padamu." kata Bruce kemudian menaiki tangga, berniat masuk ke dalam kamarnya. Melissa melipat tangannya di dada. Dia meminta Chris membawa barang belanjaan ke dapur kemudian membuatkan sandwich untuk Alex dan pacarnya. Alex tinggal bersama pacarnya di rumah vila di belakang rumah mereka yang berada di Seventh Avenue ini. Alex tidak bisa memasak dan dia selalu merepotkan orang tuanya untuk membawakan makan malam untuknya.
Chris menolak melakukannya, sehingga tamparan kembali mendarat di pipinya yang sakit. "Jangan bertingkah kuat di sini, Nak! Kau tidak berdaya di sini. Selama kau masih hidup dengan uang suamiku maka selama itu pula kau harus menuruti perkataanku. Bermimpilah kau seperti Cinderella. Mimpikan pangeran itu datang mengubah hidupmu!" Melissa meringis. Dia melototi Chris lalu meninggalkan gadis itu.
Chris menahan sesak di dadanya. Ia mengambil kantong plastik rempah-rempah lalu membawanya ke dapur. Chris juga membuat sandwich untuk malam ini dan besok. Ia melakukan itu seiring air matanya menetes. Sungguh, Ayah dan ibu tirinya sangat tega padanya. Chris selesai membuat sandwich satu jam kemudian.
Chris membawa sepiring sandwich ke rumah vila di belakang rumah mereka. Chris mencoba untuk bersabar mengahadapi hidupnya. Toh, apa yang diucapkan ayahnya mungkin benar. Dia hanyalah gadis tidak berguna. Dia tidak berhak meminta apa-apa karena dia hanyalah gadis yang menumpang. "Hai, Chris. Aku senang melihat wajahmu seperti itu. Kau tampak menyedihkan. Wajah itu cocok untukmu." Alex mengucapkannya saat membuka pintu vila. Dia terlihat berseri melihat Chris menangis.
"Melissa memintaku membawakan sandwich sisa ini untukmu." kata Chris berusaha tegar. Alex mengambil piring di tangan Chris. Dia mencium aroma makanan di piring dan aromanya masih segar, masih panas juga. Chris membohonginya. "Kau baik sekali, Chris. Terima kasih atas makan malamnya. Kau memang cocok menjadi budak. Pertahankanlah dirimu yang seperti ini." Alex tertawa, Zacharry pacarnya keluar dari ruang tengah. Dia menyapa Chris lalu mengecup bibir Alex.
"Usir dia, Zach. Aku mau menyiapkan makan malammu." kata Alex kemudian melangkah masuk ke dalam vila. Alex menghilang beberapa detik kemudian. "Kau baik-baik saja, Chris? Mukamu terlihat memerah. Apa orang tuamu menamparmu?" Zacharry tampak cemas, itu membuat Chris tidak nyaman. Zach terlihat pemain wanita. Dia pemain yang berwibawa.
"Aku yang salah. Aku membantah Daddy. Aku akan kembali ke rumah. Kau masuklah. Alex pasti menunggumu." ujar Chris. Zach terlihat gugup. "Chris. Maafkan Alex. Aku rasa dia hanya belum bisa menerima Ayahnya berselingkuh. Kau harus tahu bahwa Alex menyayangimu." Ucapan Zach membuat Chris menyeringai. Tidak, Alex tidak pernah menganggapnya adik. Alex gadis yang egois. Chris tahu persis bagaimana Alex dan ibunya memperlakukannya.
"Kupikir aku terpukau dengan kata-kata penghiburmu. Kau harus menanyakannya lagi, Zach. Jika Alex berkata seperti itu, Alex pasti sudah gila." Chris tersenyum miring. Ia berbalik untuk pergi sebelum Zach menarik tangannya. Zach memberinya sapu tangan. "Aku tidak bisa menghiburmu tapi aku rasa kau membutuhkan sapu tangan ini untuk menghapus air matamu. Aku mengkhawatirkanmu, Chris." Untuk sesaat Chris mematung. Ia mengamati Zach. Baru kalia ini ia merasakan kehangatan menjalar di tubuhnya. Sungguh, menyenangkan bisa diperhatikan seseorang.
See u next time!
Follow akun Wattpadku @erwingss_
Erwingg__ dan sastrabisu