Beberapa waktu sebelumnya ....
Ada secercah sinar yang masuk melalui celah-celah tanah yang berlubang, menuju terowongan bawah tanah milik para starla. Sinar itu bukan berasal dari cahaya bulan, namun berasal dari cahaya matahari pagi yang akan menyinari seluruh lapisan negeri Qirollik.
"Pangeran ada di dekat sini," beritahu Teofa pada teman-temannya, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan.
"Benarkah?!" Lusi memekik dengan senang.
"Pelankan suaramu," pinta Vlademir dengan suara yang tak menyenangkan.
Robi dan Lusi saling memandang di dalam kot ajaibnya.
Lusi dapat merasakan kot ajaib yang di pegangnya berdegup dengan kencang, seolah-olah sedang menanti kehadiran kekasihnya.
"Berita baiknya adalah pangeran berada di dekat sini," Vlademir memberitahu teman-temannya yang kelihatan, "berita buruknya adalah, Serenity dan para horgat juga ada di dekat sini."
Bima tak percaya, bahwa yang mereka takutkan akan terjadi juga.
"Apapun yang terjadi, ingat, jangan lepaskan kot ajaib yang menempel di tubuh kalian." Teofa berkata dengan nada yang sangat serius, "Dengar! Di dalam kot ajaib itu, Serenity tidak akan dapat melihat kalian maupun menyentuh kalian. Namun para horgat itu dapat melihat kalian dengan jelas."
Mereka sudah sampai di ujung terowongan. Sinar matahari terlihat jelas telah mengusir kegelapan malam yang sudah menguasai negeri ini bertahun-tahun lamanya. Berarti memang, kot ajaib dan batu bertuah serta pangeran sudah ada pada jarak yang sangat dekat.
Tiba-tiba sinar matahari yang terpantul masuk menuju ujung terowongan bawah tanah milik para starla itu, menjadi gelap. Para manusia itu mundur. Mereka berjalan ke belakang hingga ke tembok dinding dalam goa.
"Hai, aku dapat melihat kalian!" Suara melengking masuk ke dalam terowongan. Makhluk itu terbang mendekati tiga manusia yang terpojok di dinding. Ada sebuah senyuman menakutkan yang mengembang di wajah makhluk itu.
Para starla tidak berbicara. Mereka tahu para horgat itu dapat melihat ketiga manusia itu dengan sangat jelas, meskipun di balik kot ajaib yang sedang mereka pakai saat ini. Dan bantuan dari starla pun tidak ada gunanya saat ini.
"Serenity, aku menemukan mereka!!!" Makhluk horgat yang baru saja masuk ke terowongan para starla itu, berteriak dengan sangat kencang, membuat para horgat yang lain ikut berdatangan masuk ke terowongan bawah tanah yang sempit itu.
"Hidung horgat memang tidak pernah salah." Suara tawa memenuhi ruangan sempit dan pengap itu.
Lusi ketakutan, dia meremas dengan kuat tangan Robi. Makhluk-makhluk itu tertawa-tawa dengan senangnya.
Serenity masuk ke dalam terowongan sempit itu.
Ketiga remaja itu belum pernah merasakan ketakutan yang teramat sangat ketika melihat wanita berjubah hitam itu.
Makhluk di dalam tudung kepala Serenity tahu bahwa mereka telah di izinkan oleh Hesper untuk memakan ketiga manusia itu.
Tudung kepala Serenity terbuka, para Wirastri berdesis senang dapat mencium bau mangsa mereka. Makan siang akan segera di mulai. Horgat itu menunjuk dengan tangan mereka dimana keberadaan ketiga remaja itu.
Bima, Robi dan Lusi terpojok hingga dinding terowongan gelap itu. Jantung mereka berdegup kencang.
Bima mengeluarkan pedang yang telah di siapkan sebelumnya. Melihat kakaknya mengeluarkan pedang, Robi juga mengambil pedangnya, mengarahkannya ke bagian depan mereka.
"Bagaimana kalian berperang apabila kalian berada di balik kot ajaib itu?" tanya salah satu horgat itu, terkekeh.
Horgat yang lain pun tak dapat menahan tawa mereka.
Para Wirastri semakin tak sabar. Serenity semakin mendekat ke arah mereka. Dia ingin segera menarik kot ajaib itu dan menghancurkan mereka semua.
Kot ajaib menjadi tak stabil. Kot itu bergerak-gerak dari tubuh mereka bertiga, seolah kot itu ingin melepaskan dirinya dari pemiliknya sekarang. Lusi memegang kuat kot ajaib itu di sebelah kiri dan Bima memegang kot ajaib itu di sebelah kanan, agar kot itu tidak lepas dari mereka. Mereka takut menjadi santapan para ular yang ada di kepala wanita berjubah hitam itu.
Starla sudah memberitahu mereka, apapun yang terjadi jangan pernah membuka kot itu ataupun bersuara.
Tapi saat ini, Lusi sudah tidak bisa menahan, sebentar lagi kot itu akan segera terlepas dari mereka.
Benar saja, kot itu tidak dapat menahan dirinya sendiri!!! Wusss ...
Kot itu lepas dari mereka bertiga, kot itu terbang ke arah luar mulut terowongan.
"Jangan tatap mata wanita itu!!!" teriak para starla serempak.
"Kyaa!!!" Mata Lusi tak sengaja menatap mata wanita itu.
"Lusi!!!" Robi dan Bima menarik Lusi yang mulai terangkat mendekat ke arah Serenity.
Serenity menatap lekat-lekat mata Lusi, "Kemari kau, anak manusia!" Suara yang keluar dari mata wanita berjubah hitam itu meminta Lusi untuk segera datang padanya.
Para Wirastri mendesis gembira. Akhirnya, mereka akan mendapat tambahan makanan.
Tubuh mereka tak sabar menjulur ke tubuh Lusi yang sudah hampir mendekat.
Robi dan Bima menarik anak perempuan itu dengan sekuat tenaga.
"Kyaaa!! Sakit!!" Lusi berusaha sekuat tenaga untuk menutup matanya, namun ia tidak berdaya.
Seketika cahaya terang berpendar menerangi terowongan sempit itu.
Serenity menoleh ke arah sinar terang itu, belum pernah ia melihat terang yang begitu kuat. Lusi terjatuh di tanah. Matanya mengeluarkan darah. Ia lemas, tak berdaya.
"LUSI!!!!" Robi dan Bima menggoncang tubuh anak perempuan itu.
Lusi tak mengeluarkan suara sama sekali. Para horgat menyerang Robi dan Bima yang lengah. Robi jatuh di atas tubuh Lusi yang tak bergerak.
"Uhhh!!" Bima bangkit dengan pedang nya di tangan. Tangannya bergetar, ia belum pernah memegang pedang sama sekali.
Robi bangun, ia mengambil pedangnya dan mengarahkannya pada makhluk horgat yang jumlanya sangat banyak tak terhitung.
"PANGERANNN!!!" teriak para starla dengan gembira. Kot ajaib ada di tangan pangeran. Batu bertuah pun ada di tangannya. Kini batu itu berpendar jauh lebih indah daripada yang sebelumnya. Sangat murni, sangat terang.
Serenity berteriak. Di ruangan kecil itu, ia tak sanggup menahan terang yang sangat terang. Terangnya sangat menyakitkan matanya, kulitnya, dan para Wirastrinya. Ruangan itu penuh jeritan para Wirastri. Mereka tak suka terang.
Sementara para horgat menyerang Bima dan Robi dengan cakar mereka yang tajam. Bima mengayunkan pedangnya, menghalau para horgat itu yang menyentuhnya. Robi mengarahkan pedangnya ke arah horgat yang hendak menyerangnya. Kedua anak laki-laki ini juga melindungi temannya yang saat ini sedang tergeletak di antara mereka.
Robi menelan ludah. Inilah saatnya, untuk bersikap ksatria. Dengan keberanian yang telah dikumpulkannya, dan kesedihan melihat temannya dilukai secara tidak wajar, ia menghapus air matanya, dan memulai perangnya melawan horgat itu.
Pedangnya mengayun ke kiri dan ke kanan. Melukai tubuh horgat yang melompat membabi buta ke arah mereka.
Para horgat lengah karena matanya tidak kuat menahan cahaya terang yang sangat terang keluar dari batu bertuah yang di pegang oleh pangeran di dalam terowongan sempit itu. Horgat-horgat itu jatuh. Mereka juga terkena pedang milik Robi dan Bima.
Kedua anak itu berusaha hingga keringat mereka berjatuhan tak menentu.
Kot ajaib yang ada di pangeran, bergerak melayang dengan cepat, menutupi tubuh Serenity yang ketakutan. Kot itu memiliki kekuatan tak terkatakan apabila kedua benda ajaib milik negeri Qirollik ini bersatu. Kot itu membungkus erat-erat tubuh Serenity dengan para Wirastri di atasnya.
Ramalan mengatakan : "Bila batu bertuah, kot ajaib dan darah tak bersalah pilihan kot ajaib tercurah, maka akan terjadi sesuatu yang ajaib terjadi."
Darah keluar dari mata Lusi, menetes jatuh ke tanah.
Kot itu menutup seluruh bagian dari tubuh Serenity.
Batu bertuah berpendar menerangi seluruh terowongan itu.
"AAAAAAAAAA!!!!" lolong keras dan kuat dari balik kot itu memenuhi terowongan itu. Sekian detik kemudian, mantel itu jatuh ke tanah. Tidak ada lagi jeritan yang memenuhi terowongan itu.
Serenity mati.
Para horgat, berubah menjadi serpihan abu yang jatuh ke tanah.
Mereka lenyap.
Robi dan Bima jatuh ke tanah, mereka lemas sekali menghadapi pertempuran yang nyata di depan mereka.
"Apakah kalian manusia itu?" tanya pangeran Arcturus mendekat ke arah Bima dan Robi yang terduduk di tanah.
"Ya, mereka manusia itu, Pangeran," jawab Esta, "oh, Pangeran ... pangeran ... aku merindukanmu." Esta seperti sedang memeluk pangeran yang saat ini duduk di depan Bima dan Robi.
"Kami sangat merindukanmu ...." Teofa dan Vlademir serta makhluk starla yang lain ikut memeluk pangeran dengan sangat bahagia.
"Aku juga sangat merindukan kalian, para Sahabatku," pangeran Arcturus melihat mata Lusi. Darah Lusi menetes ke tanah, "teman kalian ...."
Robi tidak tahan melihat penderitaan yang di alami oleh Lusi, temannya itu.
"Kot, kemarilah," pinta pangeran Arcturus pada kot ajaib miliknya.
Kot itu melayang terbang ke arah pangeran. Kot itu seakan menatap Lusi dengan kasih sayang. Kemudian seperti mengetahui apa yang hendak di perintahkan oleh pangeran, kot itu segera menghampiri Lusi yang tergeletak di tanah.
Robi mengusap air matanya berkali-kali. Ia mengusap lembut rambut Lusi.
Kot itu menutupi seluruh tubuh Lusi.
Ajaib! Tak lama kemudian, Lusi mulai bergerak. Kot itu melayang lagi ke udara, dan menuju pada pangeran.
Robi dan Bima menatap Lusi yang mulai bergerak.
"Lusi ... Lusi ..." panggil Robi, menggoncangkan tubuh Lusi yang mulai bergerak.
Lusi membuka matanya. Darah sudah tidak ada lagi pada matanya. Ia berusaha untuk duduk.
"Lusi, kau hidup!!!" Robi tidak kuasa menahan perasaannya, ia memeluk tubuh gadis itu.
Lusi tersenyum, melihat temannya menyayanginya. Ia meraba matanya. Ia merasakan beberapa menit yang lalu, matanya seperti hampir keluar, tapi sekarang, ia tidak merasakan apapun.
"Kot itu menyembuhkan matamu." Robi melepaskan pelukannya.
"Oh ... terima kasih, Kot sayang." Lusi tersenyum pada kot itu.
Lusi melihat pria tampan yang duduk di hadapannya, "Apakah kau pangeran Arcturus?"
Pangeran Arcturus mengulurkan tangannya ke Lusi, "Ya, perkenalkan. Aku pangeran Arcturus."
Lusi, Robi dan Bima memperkenalkan diri mereka masing-masing kepada pangeran yang lembut namun gagah, yang ada di hadapannya.
"Pangeran, kurasa aku melihat Hesper tadi!" Teofa memberitahu pangeran dengan cemas.
"Apa?!" Esta terkejut mendengar bahwa Hesper telah mendekat.
"Ya, benar! Hesper membawa anak manusia itu!" teriak Vlademir.
"Kak Linda!!!" Lusi mencoba segera bangun, "syukurlah dia masih hidup."
"Apakah itu kakakmu? Mengapa kakakmu bisa ada bersama dengan Hesper?" tanya pangeran Arcturus kepada mereka semua.
"Anak manusia itu mengkhianati kita," Vlademir berkata dengan sangat sebal, "anak manusia itu menyebabkan adiknya sendiri hampir buta!"
"Vlademir, diam!" perintah Lusi ke Vlademir.
"Kau merasakan sendiri sakit itu, bukan?" Vlademir kesal karena Lusi masih saja membela kakaknya yang telah mengkhianati mereka semua.
Lusi menatap dengan pandangan nanar pada udara kosong asal suara Vlademir, "Kau tidak mengerti rasanya berada di dunia yang berbeda dari duniamu. Di dunia ini hanya kak Linda yang ku miliki." Lusi menangis. Ia menghapus air matanya.
"Lusi, tenanglah," pinta Bima, "itu benar, Vlademir. Kami semua sudah memaafkan Linda. Sekarang kami minta tolong padamu, agar kau memaafkannya juga."
Pangeran menatap ketiga remaja yang telah mempertaruhkan nyawa mereka melawan Serenity dan para horgat.
"Vlademir, tolong maafkan anak manusia itu." Pangeran Arcturus angkat bicara.
"I-i-iya, Pangeran," Vlademir menjawab dengan terbata-bata.
"Mereka saja dapat memafkan anak manusia itu. Mengapa kita tidak dapat?" Pangeran berharap agar mereka semua dapat hidup tanpa perselisihan.
"Baik, Pangeran."
"Mari kita temui Hesper dan para pengikutnya." Pangeran Arcturus memimpin ketiga remaja itu.
Mereka berempat bangkit, bersama dengan para makhluk tak kelihatan yang menyertai mereka.
***
Raja Hesper bangkit dari tempat nya membungkuk. Ia baru saja hendak menjadikan Linda sebagai korban agar kegelapan menutupi negeri itu lagi. Mengusir secercah sinar matahari yang setelah bertahun-tahun lamanya tidak menerangi daerah ini.
Andai saja pangeran dan rombongannya tidak segera datang, maka Lusi tidak akan pernah lagi melihat kakaknya, Linda. Meskipun hubungan persaudaraan mereka selama ini jauh dari kata akur, namun Linda adalah satu-satunya saudara di dalam hidup anak perempuan itu.
"Kak Linda ..." ucap Lusi lirih.
Anak perempuan itu tidak sanggup melihat keadaan kakaknya yang saat ini sedang terikat di tanah dengan tubuh meringkuk. Lusi melihat wajah kak Linda sangat lusuh, tidak secantik dan seanggun apabila mereka sedang berada di sekolah. Bajunya kotor dan basah penuh dengan keringat. Ada noda tanah memenuhi wajah kak Linda, sehingga wajahnya saat ini sangat kotor dan kusam.
Bima dan Robi terperangah melihat teman mereka sedang di ikat, ada pedang di tangan Hesper yang sudah siap untuk mengorbankan Linda sebagai persembahan mereka.
"Kau tahu siapa manusia ini, huh?" tanya Hesper, wajahnya menyeringai licik.
Sesaat Linda nampak menutupi wajahnya. Anak perempuan itu lebih memilih menghadapkan wajahnya ke tanah, ketimbang memperlihatkannya pada teman-temannya.
"Dia adalah kakak perempuan salah satu manusia itu," jawab sang pangeran tanpa rasa takut.
Hesper bergerak maju. Ia menyarungkan pedangnya. Hera dan Callisto bergerak mundur ke belakang untuk memberi jalan pada tuannya.
"Aku tidak tahu silsilah keluarga dari manusia ini. Tapi yang aku tahu darahnya adalah halal bagiku." Hesper berjalan mengelilingi pangeran.
Badannya yang tinggi besar, seolah sedang memberitahu bahwa Linda sepenuhnya adalah milik dirinya.
"Kau tahu mengapa darahnya halal buatku?" tanya Hesper lagi.
"Ya, karena dia berkhianat." Pangeran tetap berdiri. Sementara Hesper mengelilinginya seperti sedang berada dalam suatu permainan.
"Hahaha ..." tawa aneh dari Hesper menggetarkan pepohonan.
Lusi dan Bima terkejut mendengar semua ini, "Jangan ..." ucap mereka berdua pelan.
"Pangeran tahu apa yang di kerjakannya," bisik Esta di telinga Lusi. Lusi menoleh ke arah kosong tempat Esta berada, dan dengan matanya seolah-olah dia bertanya, "Apa kau yakin?"
Esta mengelus rambut Lusi.
Lusi menenangkan dirinya.
"Sebagai seorang yang terhormat, aku dan pastinya kau, tidak menyukai para pengkhianat, bukan?" Hesper masih tersenyum palsu.
Pangeran mengangguk, membenarkan perkataan Hesper.
"Hera, bawa perempuan itu!" raung Hesper seakan memendam kebencian.
Linda menutup wajahnya, dia tahu bahwa sebentar lagi, dirinya akan di tarik paksa oleh Hera. Namun Hera tidak juga menarik lengannya seperti biasa.
"Leya!!!" teriak makhluk tak kelihatan.
Semua yang ada di tempat itu terkejut.
Hera sedang menarik kasar lengan Callisto!
"AKU TIDAK SUKA PENGKHIANAT!!! DARAH PENGKHIANAT ADALAH HALAL BAGIKU!!!"
"Leya?" tanya pangeran pada wanita yang di panggil Callisto itu.
Leya atau Callisto, siapapun namanya, sedang memandang pangeran dengan tatapan kerinduan.
"Kau Leya?" tanya pangeran lagi.
Callisto mengangguk, "Sudah lama tak bertemu, Pangeran."
Ada setitik air mata jatuh di pinggir mata pangeran Arcturus.
"Apa salah wanita itu?" tanya pangeran dengan suara tegas nan lembut.
"Kau bertanya apa salah wanita itu?!" geram Hesper, "tanya starla mu! Wanita ini yang membantu para starla untuk mencuri kota ajaib ku!"
"Kot ajaib itu bukan milikmu," ucap Vlademir mengoreksi ucapan sang raja.
"Vlademir berhentilah. Kita tak mau ada perang, bukan?"
Vlademir berhenti berbicara.
"Apa keputusanmu, Pangeran?" tanya Hesper dengan nada suara mengerikan.
"Ku pikir kita bisa membebaskan kedua pengkhianat ini." Pangeran menatap Hesper dengan tatapan mata seorang ksatria.
"Hm ... baiklah. Itu pilihanmu. Datanglah sore ini di tempat yang akan ku beritahu kemudian." Hesper melepaskan Linda dan Leya.
Hera menarik Linda untuk segera bergabung dengan kelompok manusia lainnya.
"Kak Linda ... syukurlah kau selamat." Linda memeluk Lusi adiknya.
"Maafkan aku, Lusi ... maafkan aku ... sungguh maafkan aku." Air mata berderai di mata Linda dan Lusi.
Bima menepuk pundak Linda dengan lembut.
Mereka menerima Linda tanpa memperhitungkan kesalahannya.
Pangeran menatap Leya yang saat ini ada di hadapannya, "Leya, temanku ... Leya ..."
Leya mendekat ke arah pangeran, "Maafkan aku, Pangeran Arcturus, aku tidak pernah mendatangi goa mu sejak hari itu." Mata Linda berkaca-kaca mengingat peristiwa sepuluh tahun yang silam. Di hari terakhir mereka bertemu.
"Panggil aku Arcturus, Leya, seperti yang biasa kau panggil dulu ...."