Loading...
Logo TinLit
Read Story - Moira
MENU
About Us  

.

.

.

“…”

.

.

.

Aku memijit pelipisku yang seperti membuat kepalaku pusing.

“Jadi, Franz akan menyerang Sang Ratu saat acara nanti?” tanyaku.

“Iya, Yang Mulia.”

Aku memukul mejaku sekuat tenaga, berharap semua ketegangan ini menghilang meskipun hasilnya sia-sia. “Kenapa orang itu mencoba mencelakai Diana? Apa yang membuat laki-laki busuk itu merencanakan sesuatu pada Diana?”

“Tempat pelacuran itu, juga semua bisnis yang di jalankan Tuan Franz jatuh,” jawab Alpha.

Aku tertawa sarkas, “Jelas-jelas yang menyelediki pekerjaannya itu berasal dari istana. Tidak mungkin hanya karena alasan ini, bukan?”

“Sepertinya Tuan Daniel dalang di balik ini semua.”

“Untuk apa menyerang Diana? Memangnya apa yang akan mereka dapatkan jika mencelakai Diana?”

“Sepertinya bukan karena posisi Diana, tapi dendam pribadi dengan Keluarga Levada.”

“Hm?”

“Saya tidak terlalu tahu, tapi Tuan Franz memang sering datang ke kediaman Levada, setiap saya melihatnya dengan Tuan Levada, selalu saja terjadi adu mulut. Mungkin Tuan Franz meminta modal atau semacamnya, tentu saja Tuan Levada tidak akan memberikannya.”

“Cih!!! Mencoba mencelakai Diana hanya karena masalah ini?”

“Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan?”

“Tetap lanjutkan saja persiapan acara nanti.”

“Yang Mulia…”

“Jika mereka ingin mencelakai Diana di depan umum, mereka juga harus siap dengan ganjarannya juga, bukan? Kita buat seluruh orang tahu agar tidak macam-macam denganku.”

“Hukuman publik?”

“Lanjutkan saya pekerjaan Diana, ia tak perlu tahu. Kita hanya perlu memperketat keamanannya saja.”

“Baik, Yang Mulia.”

Diana juga bersikap aneh belakangan ini. Semenjak aku memintanya untuk mengurusi acara ulang tahun kerajaan, sepertinya ia terbebani. Biasanya ia menikmati pekerjaannya, sekarang rasanya berbeda. Ada sesuatu yang ia sembunyikan.

Suara langkah seseorang membuat perhatianku pada langit malam itu teralihkan, tak jauh dari tempatku tiba-tiba Diana muncul tanpa menggunakan alas kaki. Matanya terlihat sembab, apa dia menangis?

“Sedang apa kau malam-malam begini?” tanyaku.

“Hikh… hikh…” Diana menangis.

Sambil berjalan dengan langkahnya yang berat, Diana menghampiriku sambil terus menangis. Begitu ia sampai di depanku, Diana memelukku sambil terus terisak.

Apa yang membuatmu sampai menangis seperti ini, Sang Ratu? Lagi-lagi aku tidak bisa mencegah air matamu itu.

 

**

 

Setelah Diana tiba-tiba menangis lalu memelukku pada malam hari. Aku meminta ijin kepada Nyonya Levada untuk datang ke istana. Diana tidak akan mengatakan terus terang dengan apa yang terjadi padanya, dan mungkin saja dia merindukan keluarganya. Untuk itulah aku meminta Nyonya Levada untuk datang ke istana. Tadinya aku berharap Ibu Diana bisa menginap di istana, tapi beliau pulang saat sore hari. Kemudian di hari-hari berikutnya, kondisi Diana sudah lebih baik seperti dulu.

Meskipun, Diana tidak banyak berdebat saat rapat denganku, sepertinya masih ada sedikit hal di dalam pikirannya yang masih mengganggu.

Siang itu aku sengaja meminta para pelayan untuk menyiapkan tempat minum teh di dekat danau lalu menyeret Diana pergi. Tentu saja mengajaknya baik-baik akan ditolak mentah-mentah oleh perempuan itu.

“Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan?” tanyanya begitu aku sukses membawanya sampai ke gazebo.

Kami berdebat, tentu saja sehari tanpa mendengar Diana yang seperti ini rasanya ada yang kurang. Sambil menyesap secangkir kopi, aku memperhatikan Diana yang masih menikmati buku yang hampir aku lempar ke danau. Seingatku itu buku yang baru dibeli Michael, memang akhir-akhir ini Diana senang sekali membaca. Sengaja aku menambah koleksi buku di perpustakaan, bahkan aku sudah berencana untuk memperluas perpustakaan istana dan melerakan ruang kerjaku agar Diana bisa lebih nyaman berada di perpustakaan.

Selalu saja otakku dipenuhi oleh Diana dan Diana lagi. Kadang aku merasa kesepian jika Diana tidak memperhatikanku seperti dulu, tapi kadang aku bersyukur melihat perubahan Diana yang sekarang.

Atau melihat perubahan lain dari sosoknya yang sekarang tengah serius meracik kopi. Padahal perempuan di daratan Xavier jarang ada yang mengerti mengenai minuman pahit ini. Diana memang selalu mengejutkanku.

 

**

 

Aku memegang tangan Diana yang kian hari kian kurus. Hampir tiga bulan sudah Diana tidak sadarkan diri. Dokter istana memberikan ramuan agar tubuh Diana tidak kehilangan asupan makanan. Wajahnya juga semakin kurus dan pucat.

“Kau ingat saat kita berlatih dansa? Aku masih yakin jika kau sengaja menginjak kakiku, lalu kau tertawa hanya karena alasan seperti itu.” Aku masih berceloteh sambil mengelus tangan kecil Diana. “Percaya tidak, itu senyuman tulus pertamamu padaku. Ternyata melihatmu tersenyum atau tertawa atau menyunggingkan gigi-gigimu itu, membuatku gemas dan ingin melahapmu. Tapi sepertinya itu tidak mungkin.”

Diana sudah melewati musim gugur dengan percuma, lalu sebentar lagi salju akan turun. Aku memandang nanar wajahnya yang masih sama seperti tiga bulan lalu, matanya masih belum terbuka meskipun ia masih bernapas.

“Dan aku menciummu lagi,” kataku sambil mengulas senyuman. “Ayo bangun, Diana. Aku merindukan suaramu yang memanggil namaku. Sekarang aku akan berterus terang, tidak akan ada lagi hal-hal yang kututup-tutupi. Aku akan membuatmu berhenti salah paham, selama ini yang kulakukan padamu atas dasar rasa cintaku yang tidak bisa kukendalikan, dan aku jadi tidak bisa mengendalikan diriku sendiri. Diana…”

Meskipun selama ini aku selalu menceritakan segalanya, Diana tak kunjung bangun, tapi aku merasa jika perempuan ini sedang mendengarkanku. Dia seperti duduk di sisi ranjang, membalas genggaman tanganku seperti ini, dan tersenyum. Hanya saja perasaan itu tidak bisa dibuat nyata dengan mata kepala sendiri.

“Bangunlah…”

Pintu kamar Diana diketuk seseorang, setelah aku memberi perintah, Alpha lalu muncul. “Tuan Liam sedang ada di ruang tamu, Yang Mulia.”

“Malam-malam begini dia datang berkunjung?” tanyaku.

“Sepertinya ada hal penting yang ingin disampaikan.”

Aku melepaskan genggaman tanganku dan menaruhnya seperti sedia kala. Lalu membelai wajah Diana dan mengecup keningnya yang terasa dingin.

“Aku segera ke sana. Tolong jaga kamar Diana.”

“Baik Yang Mulia.”

Bukan hanya istana, tapi seluruh daratan Xavier kacau balau setelah aku memberi perintah untuk mengeksekusi siapa saja yang membelot dari kerajaan. Termasuk orang-orang yang berencana mencelakai Diana. Kejadian itu jadi bencana besar bagiku, Diana tidak sadarkan diri, beberapa keluarga bangsawan terpaksa aku penjarakan, dan jejak Tuan Daniel beserta komplotannya masih belum ditemukan. Ditambah para ksatria yang jumlahnya menurun drastis.

“Aku akan memerintahkan ksatria-ksatria dari Kerajaan Onyx untuk membantumu.” Begitu kata Liam sambil menyesap minumannya.

“Kalau kau kembali ke tempatmu, ayahmu pasti tidak akan membebaskanmu kali ini.”

“Itulah risikonya, Yang Mulia. Lagipula aku tidak bisa selamanya bersembunyi di belakangmu. Kau sudah banyak membantuku, kali ini biarkan aku yang membantumu.”

“Pasti akan sulit bagimu untuk memerintah Kerajaan Onyx, apalagi mendapat dukungan dari kerajaan lain.”

“Setidaknya aku harus mencoba membangun hubungan dengan kerajaan lain setelah ayahku pensiun nantinya. Lagipula kau sekarang ada di sisiku, bukan?”

Aku menyeringai, “Kau sedang memanfaatkanku?”

“Tentu saja, seperti yang kau lakukan padaku juga, bukan?” Liam ikut menyeringai. Kemudian ia menyimpan gelasnya, “Yang Mulia Ratu, bagaimana?”

Aku mengalihkan perhatianku, “Belum sadarkan diri.”

Lama kami saling terdiam. Mungkin Liam juga tidak senang dengan kabar tentang Diana yang masih sama selama tiga bulan terakhir.

“Semoga Yang Mulia Ratu masih bisa melihat musim dingin tahun ini.”

Kuharap juga begitu.

 

**

 

Aku meminta Alpha dan ksatria yang berjaga di depan kamar Diana untuk pergi. Malam-malam begini aku selalu tidur di kamarnya, persis saat Diana menjagaku dulu. Aku berharap mungkin Diana terbangun tengah malam, dan aku bisa menjaganya sendiri.

Kamar ini dulunya adalah tempat kesukaan ibuku. Ayah dan Ibu tinggal di kamar ini, sementara aku menempati istana utama. Ibu juga senang merawat tanaman di samping kamar ini, persis seperti Diana. Tiba-tiba saja waktu di tempat ini berhenti berputar saat mataku menangkap sesosok yang tidak asing lagi, sedang memandangi tanaman di hadapannya yang terhalang kaca jendela yang besar itu. Di tangannya terdapat benda yang selalu menggantung di atas jendela kamarnya itu. Sosok itu lalu melihat ke arahku, dan ia terlihat terkejut lalu menundukkan kepalanya seperti dulu.

“Yang Mulia,” katanya dengan suara parau.

Aku berlari menghampirinya lalu memeluk tubuhnya yang kecil dan ringkih, “Diana...”

Akhirnya kau kembali, dengan sosokmu yang sama seperti saat pertama kali kita menikah dulu.

 

Salam Hangat,

SR

ig: @cintikus

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
Similar Tags
Danau Toba and My English Man
689      425     0     
Romance
Tentang Nara dan masa lalunya. Tentang Nara dan pria di masa depan.
The Red Eyes
24058      3761     5     
Fantasy
Nicholas Lincoln adalah anak yang lari dari kenyataan. Dia merasa dirinya cacat, dia gagal melindungi orang tuanya, dan dia takut mati. Suatu hari, ia ditugaskan oleh organisasinya, Konfederasi Mata Merah, untuk menyelidiki kasus sebuah perkumpulan misterius yang berkaitan dengan keterlibatan Jessica Raymond sebagai gadis yang harus disadarkan pola pikirnya oleh Nick. Nick dan Ferus Jones, sau...
Yang Terlupa
455      259     4     
Short Story
Saat terbangun dari lelap, yang aku tahu selanjutnya adalah aku telah mati.
DANGEROUS SISTER
9012      2065     1     
Fan Fiction
Alicea Aston adalah nama barat untuk Kim Sinb yang memiliki takdir sebagai seorang hunter vampire tapi sesungguhnya masih banyak hal yang tak terungkap tentang dirinya, tentang jati dirinya dan sesuatu besar nan misterius yang akan menimpanya. Semua berubah dan menjadi mengerikan saat ia kembali ke korea bersama saudari angkatnya Sally Aston yang merupakan Blood Secred atau pemilik darah suci.
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
14441      2526     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
To The Girl I Love Next
409      287     0     
Romance
Cinta pertamamu mungkin luar biasa dan tidak akan terlupakan, tetapi orang selanjutnya yang membuatmu jatuh cinta jauh lebih hebat dan perlu kamu beri tepuk tangan. Karena ia bisa membuatmu percaya lagi pada yang namanya cinta, dan menghapus semua luka yang kamu pikir tidak akan pulih selamanya.
Say Your Love
521      392     2     
Short Story
Dien tak pernah suka lelaki kutu buku sebelumnya. Mereka aneh, introvert, dan menyebalkan. Akan tetapi ada satu pengecualian untuk Arial, si kutu buku ketua klub membaca yang tampan.
Teman Berbagi
3687      1357     0     
Romance
Sebingung apapun Indri dalam menghadapi sifatnya sendiri, tetap saja ia tidak bisa pergi dari keramaian ataupun manjauh dari orang-orang. Sesekali walau ia tidak ingin, Indri juga perlu bantuan orang lain karena memang hakikat ia diciptakan sebagai manusia yang saling membutuhkan satu sama lain Lalu, jika sebelumnya orang-orang hanya ingin mengenalnya sekilas, justru pria yang bernama Delta in...
Creepy Rainy
448      302     1     
Short Story
Ada yang ganjil ketika Arry mengenal Raina di kampus. Fobia hujan dan bayangan berambut panjang. Sosok berwajah seperti Raina selalu menghantui Arry. Apakah lelaki itu jatuh cinta atau arwah mengikutinya?
Rindu
407      298     2     
Romance
Ketika rindu mengetuk hatimu, tapi yang dirindukan membuat bingung dirimu.