Universitas Seni Musik, tahun ketiga
Ji Hoon tidak pernah mendapat balasan dari Soonyoung. Bahkan di hari ulang tahunnya, ia mendapat ucapan selamat dari teman dan keluarganya; tapi tidak dari Soonyoung.
Dan hari ini, Ji Hoon kembali menimbang-nimbang; haruskah ia menghubungi Soonyoung?
Terimakasih pada kecintaannya pada musik, dan pada kepribadiannya yang tidak bisa bergaul, Ji Hoon menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk tugas kuliah dan karya-karyanya, membuat Ji Hoon berhasil mendapat predikat composer genius, dan menjadi lulusan tercepat diantara teman-temannya. Hari ini, ia sudah mendapat kepastian tanggal wisudanya… Wisuda pertamanya tanpa Soonyoung.
Dengan helaan nafas, Ji Hoon melempar ponselnya ke ranjang. Nama ‘Hoshi’ masih terpapar di layar, dengan ‘Selamat ulang tahun, Soonyoung.’ masih menjadi pesan terakhir yang ia kirim.
Ji Hoon menatap kosong pada langit-langit kamarnya, berusaha mengosongkan pikiran dan perasaannya yang terasa penuh. Ia masih marah karena Soonyoung melupakannya begitu saja, tetapi ia juga tidak bisa mengelak bahwa ia masih merindukan Soonyoung…
Sertifikat kelulusan SMA milik Soonyoung bahkan masih terpajang di kamar Ji Hoon, berada tepat berdampingan dengan milik Ji Hoon. Ji Hoon ingat hari itu; hari kelulusan SMA di hari yang cerah.
Ji Hoon dan Soonyoung sibuk berfoto dengan teman-teman mereka; tepatnya teman-teman Soonyoung yang akhirnya juga menjadi teman Ji Hoon. Dan meski sebagian besar tertawa senang, sebagian yang lain menangis; mereka akan meninggalkan dan ditinggalkan oleh sahabat-sahabatnya. Dan sejujurnya, Ji Hoon juga ingin menangis tiap kali ia ingat bahwa Soonyoung juga akan pergi sebentar lagi…
“Ji Hoon,” Soonyoung tersenyum lebar padanya; di bawah terik matahari yang membuat Soonyoung terlihat semakin bersinar. Soonyoung: bunga matahari yang mekar di bawah terik matahari.
Soonyoung terlihat ragu, sebelum akhirnya mengulurkan sertifikatnya pada Ji Hoon, “Mungkin ini yang terakhir untuk kita memiliki sertifikat yang sama.”
Ji Hoon bisa melihat air mata mulai menumpuk di ujung mata Soonyoung, dan Ji Hoon menggigit bibirnya, merasakan matanya juga mulai panas.
“Bisa simpankan ini untukku? Jadi kau tidak akan lupa siapa yang harus bertahan dengan masa puber Ji Hoon.” Soonyoung tertawa kecil, meski air mata tetap menetes. Ji Hoon memukul keras lengan Soonyoung, meski ia tetap mengangguk, dan menghapus air matanya dengan gerakan cepat sebelum Soonyoung mulai menggodanya.
Mengambil sertifikat yang diulungkan Soonyoung, fokusnya segera tergantikan oleh setetes darah yang tiba-tiba jatuh membasahi sertifikat Soonyoung. Saat Ji Hoon mengangkat wajahnya, Soonyoung sudah mendongak dan berusaha membersihkan wajahnya dari noda darah yang masih keluar dari hidungnya.
“Lagi? Kau masih tidak minum vitamin?” Ji Hoon mengomel, sembari ikut berlari menyusul Soonyoung yang sudah bergegas ke kamar mandi.
Ji Hoon terbangun, masih di atas ranjangnya, dan masih dengan memori tentang Soonyoung yang membuatnya tersenyum tanpa sadar. Dan Ji Hoon menyerah. Ia meraih ponsel yang tergeletak di sampingnya, mengetikkan tanggal wisudanya, dan berharap Soonyoung akan menjawabnya kali ini…
***