“Nona Syaqila, tuan Kafa ingin nona pergi ke kamar nona dan mendengarkan audio yang terdapat di sana” ucap seorang pelayan wanita paruh baya yang menggunakan penutup kepala.
Gadis berwajah cantik khas negeri ginseng Korea itu tersenyum manis menanggapi. Ini sudah 6 bulan semenjak dia menjadi tahanan seseorang yang menurutnya adalah pria psychopath yang tak pernah menampakan wujudnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang tengah gadis itu hadapi saat itu, baru saja dia lolos dari kematian, tapi dia malah terkurung dalam sangkar emas yang menghilangkan kebebasannya.
Gadis itu memasuki kamar utama, seperti yang di titahkan oleh pelayan tadi.
“Kau sudah disini?” Dia tidak terkejut, sama seperti biasanya dia langsung di sambut dengan suara bariton itu. Suara yang keluar melalui sebuah audio speaker yang terdapat di kamar yang sudah ditiduri gadis itu selama 6 bulan belakangan ini.
Gadis itu duduk di tepi ranjang sembari mengamati setiap sudut kamera CCTV yang terdapat di kamar itu “Seperti yang kau lihat” ucapnya acuh.
“Pelayanku sedang tidak bersamaku, jadi aku tidak tahu apa yang sedang kau lakukan, Syaqila” ucap Kafa, pria dengan suara bariton yang berada di balik monitor.
Gadis itu tersenyum miris “Bukankah kau bisa melihatku dan memperhatikanku dari kameramu ini, Psychopath!”
Kafa terdiam sejenak, tak ada suara apapun yang terdengar dari audio yang menjadi penghubung satu-satunya di antara mereka itu. Gadis itu mengira dia sudah berhasil memancing emosi seorang Kafa karena panggilan yang dia sematkan untuknya, tapi ternyata gadis itu salah, Kafa sama sekali tidak marah ataupun sekedar meninggikan suaranya.
“Namaku Kafa Almi Xavier, panggil aku Kafa. Dan jujur saja aku tak pernah melihatmu secara langsung, apalagi memperhatikanmu. Pelayan yang sudah kuanggap seperti ibuku lah yang melihatmu dan melaporkan semuanya padaku, bahkan aku tidak tahu bagaimana rupa wajahmu” ujar Kafa, yang terdengar cukup meyakinkan di telinga gadis itu.
“Bukankah kau menjadi lebih mengerikan lagi? memaksa pelayanmu untuk bersama-sama menyaksikan aktifitasku” tuding gadis itu sarkas. Gadis itu cukup depresi dan tertekan untuk menghadapi segala peraturan dan perintah yang harus dia jalani di rumah mewah itu. Dia juga ingin keluar dan menikmati indahnya dunia, setidaknya setelah dia selamat dari badai yang mengahancurkan kapal keluarganya.
Kafa terkekeh sejenak “Syaqila...” panggilnya.
Gadis itu mendengus kesal, dia melipat kedua tangannya bersidekap di depan dada “Namaku Kim Yoora, bukan Syaqila!!”
“Aku tahu. Tapi percayalah, ini semua yang terbaik untukmu” ucap Kafa, berusaha meyakinkan.
“Aku sudah menuruti kemauanmu untuk tetap tinggal dalam sangkar emas ini, aku sudah melaksanakan semua yang kau titahkan, mulai dari belajar bahasamu dan juga tulisan negaramu. Lalu apalagi?! Tidak bisakah aku tetap mempertahankan nama yang orangtuaku berikan? Aku bahkan tidak tahu apakah mereka masih hidup atau justru sudah terseret ombak di laut lepas” Yoora, gadis itu sangat kacau saat ini, dia tidak bisa menahan perasaannya dan bertindak seolah semua baik-baik saja, sementara kenyatanyaaannya justru sebaliknya.
Kafa terdengar mengehembuskan nafas pelan namun terdengar berat, seolah laki-laki itu juga menanggung beban yang sama seperti Yoora “Maafkan aku jika aku terkesan memaksamu, tapi semua ini yang terbaik untukmu. Sebuah identitas baru untuk bertahan hidup di negara baru”
Yoora mengernyitkan keningnya “Siapa yang memintamu untuk membawaku ke negaramu? Aku berterimakasih karena kau telah menyelamatkan hidupku, tapi tidak bisakah kau mengirimku kembali ke negara dan keluargaku?”
Kafa terdiam lagi, sepertinya laki-laki itu tengah menimang-nimang perkataan seperti apa yang harus dia katakan untuk menenangkan gadis yang emosinya tengah meletup-letup itu.
“Maaf, tapi harus aku katakan jika itu adalah suatu ketidakmungkinan. Dengan membawamu kesini saja aku sudah mengambil resiko dan mengalami banyak masalah. Jadi selagi aku menyelesaikan semua kekacauan, bersikaplah seperti gadis yang baik, dan mulailah untuk terbiasa dengan nama Syaqila Tsabina. Setelah kamu terbiasa dengan kehidupan disini, mungkin saja aku akan membiarkanmu pergi ” jelas Kafa, mencoba bernegosiasi.
Yoora menghembuskan nafas lega, akhirnya semua beban terpendamnya sudah ia sampaikan pada laki-laki itu. Dia juga telah mendengarkan kata akan di bebaskan, jadi sekarang dia cukup tenang, dia hanya perlu menjadi gadis baik yang menuruti semua perintah tuannya.
“Tidak bisakah kita bertemu?” tiba-tiba saja apa yang ada di fikiran Yoora terucap olehnya.
Kafa di sebrang sana berdehem “Ekhem. Untuk saat ini masih belum bisa, tapi suatu saat kita pasti akan bertemu secara langsung.”
Sebercak rasa kecewa bersarang di hati Yoora saat mendengar jawaban Kafa. Biar bagaimapun, Kafa lah yang telah mengurusnya selama 6 bulan meskipun hanya dari balik layar.
“Sudahlah, lupakan saja pertanyaan konyol itu. Mungkin itu semua karena aku begitu depresi karena tak bisa melihatmu secara langsung, tapi selalu menerima perintah darimu, tentang apa yang harus aku kerjakan dan apa yang tidak” ucap Yoora, sembari berusaha meyakinkan dirinya.
“Cobalah untuk mempercayai adanya Tuhan”
Yoora tertegun atas apa yang di ucapkan Kafa tadi, selama ini memang dia tak memiliki agama serta kepercayaan apapun karena terlalu sibuk belajar dan membantu menjalankan bisnis restaurant keluarganya di Korea. Dia berfikir mungkin sekaranglah saatnya dia menggantungkan semua kepercayaan dan mimpinya pada Tuhan.
Yoora melihat kearah salah satu CCTV yang berada di pojok kamarnya, dengan ragu dia mengatakan “Boleh aku mengenal Tuhanmu?”
Uhuk!
Kafa terbatuk setelah mendengar pertanyaan mendadak yang di lontarkan Yoora.
“Secepat itu kau berubah?” tanya Kafa setelah batuknya mereda.
Yoora berdiri dan menghentakkan kakinya ke lantai, dia kesal dan berniat untuk pergi.
“Syaqila!! kembalilah dan duduk manis di ranjang” ucap Kafa yang membuat Yoora kembali duduk di ranjang.
Yoora melakukan seperti yang di perintahkan Kafa dengan kening yang mengernyit “Bagaimana kau bisa tahu jika aku pergi? bukankah pelayanmu sedang tidak ada di sana” selidik Yoora.
“Nona Syaqila, saya disini” suara itu, Yoora sudah cukup hafal dengan suara itu.
“Bi Isyah?” tanya Yoora memastikan.
Kafa berdehem “Sudahlah, aku hanya ingin memberitahu jika kau akan mulai belajar mengenai agamaku besok”
Yoora memandang tajam kearah salah satu kamera CCTV yang berada di pojok kamar “Aku memintamu untuk mengenalkanku pada Tuhanmu, bukan untuk belajar mengenai agamamu”
“Untuk mengenal Tuhanku, kau harus belajar mengenai agamaku agar tidak tersesat dan salah kaprah. Dan besok lusa aku sendiri yang akan mengajarkannya padamu” ucap Kafa sebelum memutuskan sambungan audionya.
Setelah sambungan audio terputus, Yoora pergi meninggalkan kamarnya. Tugasnya telah selesai, rasa bahagia karena sebentar lagi akan bertemu dengan Kafa membuatnya sangat bersemangat, jadi dia memutuskan untuk berkeliling guna mengetahui apa saja yang terdapat di bangunan dengan desain etnik berbalut warna coklat dan krem itu.
Yoora keluar dari pintu utama rumah mewah itu, dia dapat melihat halaman yang begitu luas dengan sisi kanan dan kiri yang memiliki banyak taman. Seperti yang biasa Yoora lihat, taman itu selalu indah dan begitu terawat. Sebenarnya Yoora ingin berlama-lama di halaman itu sembari mengaggumi keindahannya, namun dia berfikir waktu yang dia miliki tak banyak, menurutnya mungkin saja besok adalah pertemuan untuk memperoleh kebebasannya kembali.
Setelah banyak sekali pertimbangan dan juga pengandaian, akhirnya kaki ramping Yoora menuntunnya ke ujung belakang rumah itu. Tidak dapat dipungkiri jika bagian terkecil dari fasilitas hunian mewah nan megah itu sukses membuat Yoora terkagum-kagum. Lapangan golf yang minimalis namun terlihat memiliki kelasnya tersendiri, sangat cocok untuk mengisi kekosongan sudut halaman rumah tersebut.
"Aku penasaran, orang kaya gila macam apa yang mau bersusah payah merawatku yang merupakan orang asing baginya?" Gumamnya sebelum memutuskan untuk masuk kembali ke dalam rumah.
As always, menarik!!!! Tapi ini bukan tanda_tanda mau berhentiin cerita temu yg di tunggu kan?
Comment on chapter Sweet but Psycho