Seoul
Ruang tengah kediaman Nyonya Kim terasa begitu sepi, hanya ada aroma secangkir teh yang mengisi ruang diantara Ji Hyo dan Nyonya Kim. Untuk beberapa waktu yang terasa sangat lama, Ji Hyo hanya diam, memandangi tangannya yang diam dalam pangkuannya. Ia benci suasana canggung ini; suasana yang sangat berbeda dengan waktu itu, saat kakaknya dan Jun Su masih di sini. Tanpa terasa, Ji Hyo tersenyum pahit pada dirinya sendiri; menyadari bahwa moment itu tidak akan dapat terulang kembali di tempat ini. Moment bahagia dan hangat dalam ingatannya.
Menyadari ia sudah tenggelam dalam kenangannya, Ji Hyo hanya bisa mengomel dalam hati; kenapa kakakknya memintanya melakukan hal ini? Ia bahkan tidak tau bagaimana harus berbicara pada Nyonya Kim.
Ji Hyo menghirup nafasnya dalam-dalam. Ia sedikit menangkat wajahnya, dan melihat Nyonya Kim yang hanya duduk di sampingnya, menatap kosong pada apa pun di hadapannya.
Apa reaksi Nyonya Kim setelah mendengar ceritanya nanti? Marah? Senang? Sedih? Atau mungkin, Nyonya Kim sudah tidak bisa mendengarkan siapa pun lagi...
Ji Hyo menghela nafasnya. Ia sudah berjanji untuk melakukan ini.
“Aku, datang kemari hanya untuk menceritakan mimpiku semalam.” Ji Hyo memulai dengan suara yang bergetar.
Nyonya Kim hanya diam, seakan tidak mendengar suara Ji Hyo. Tidak, sejak awal kedatangannya, Nyonya Kim terlihat seperti tidak menyadari kehadirannya, atau siapa pun. Keadaannya yang seperti ini bahkan sudah lebih baik ketimbang hari-hari pertama kepergian Jun Su.
Ji Hyo kembali menghembuskan nafas panjangnya, tangannya terasa begitu dingin, “Di mimpiku, aku bertemu Chang Min oppa.” Untuk beberapa saat, Ji Hyo hanya diam menatap wajah Nyonya Kim. Mendengar nama Chang Min, Nyonya Kim tidak beraksi apa pun. Sebagian dari Ji Hyo merasa lega, tapi sebagian lainnya justru merasa kecewa.
“Chang Min oppa bilang, ia bertemu dengan Kim Jae Joong.” Ji Hyo mengatakannya dengan lebih santai, sementara Nyonya Kim masih diam.
“Chang Min oppa bilang, Jae Joong adalah laki-laki yang tinggi dan gagah, tapi wajahnya benar-benar cantik.” Ji Hyo membayangkan Jae Joong dalam ingatannya; ya, semua orang akan setuju dengan itu. “Jae Joong menjadi kakak yang baik untuk Jun Su. Ia selalu menjaga Jun Su, dan mereka berdua benar-benar akrab.” Ji Hyo berusaha mengingat seluruh detail yang diceritakan Chang Min di Hamufield. Hal itu tidak sulit karena Ji Hyo sudah mengenal Jun Su dan Jae Joong sejak kecil. “Mereka tinggal bersama dan sangat bahagia.”
Ji Hyo masih mengingat-ingat apa lagi yang harus ia katakan saat tiba-tiba Nyonya Kim memeluknya. Ji Hyo hanya bisa mematung dengan mata yang melebar sementara Nyonya Kim menangis kencang dan memeluknya cukup erat.
Perlahan, Ji Hyo membalas pelukan Nyonya Kim dan tersenyum kecil.
Hamufield
Dua orang pemuda menidurkan diri dengan santai di atas rumput yang empuk, di bawah ranting-ranting pohon yang melingkari langit malam dengan bintang-bintang yang berkelip sangat terang di sekitar bulan purnama. Tidak ada kata-kata, hanya senyuman yang menghiasi bibir Jun Su dan Chang Min.
“Aku merasa orang-orang tidak memandang hubungan kita dengan aneh di sini.” Chang Min memecah keheningan, tidak mengalihkan pandangannya dari lamgit itu.
“Ya, itu hal yang biasa.” Jun Su masih menikmati pemandangan di atasnya.
“Bolehkan aku menikah denganmu lagi?”
Seketika, Jun Su menolehkan wajahnya pada Chang Min.
Menyadari tatapan Jun Su, Chang Min membalasnya dengan senyum manis dan mata berbinar, “Kali ini, aku ingin benar-benar menikah denganmu.”
-End-