Hamufield
“Jun Su!”
Jun Su menoleh dan mendapati Ji Hyo sudah menatapnya dengan nafas yang tersengal. Ji Hyo yang baru saja pulang dari pertandingannya di luar kota itu segera mencari Jun Su begitu ia kembali menginjakkan kaki di Hamufield.
“Hey, Ji Hyo! Bagaimana pertandinganmu?” Jun Su tersenyum lebar pada gadis yang masih berusaha mengatur nafasnya itu.
“Ke mana saja kau?” Ji Hyo tidak menghiraukan pertanyaan Jun Su.
“Aku berada di sini seharian. Akan ada pertunjukan musikal yang besar akhir musim nanti.” Jun Su tersenyum lebar.
“Tidak, Jun Su. Kau, di Seoul. Dirimu yang di Seoul menghilang sejak dua hari lalu!” Ji Hyo benar-benar terlihat frustasi. Ji Hyo bisa melihat tatapan Jun Su yang berubah meredup.
“Bisakah kita bicarakan hal ini di tempat lain?” Jun Su tersenyum kecil, sementara Ji Hyo hanya menatapnya dalam-dalam.
Tidak memerlukan waktu lama bagi mereka berdua untuk sampai di pantai kecil kota itu. Selama perjalanan, keduanya hanya diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Kakakku benar-benar mengerikan.” Ji Hyo membuka pembicaraan, segera setelah mereka duduk di pasir pantai itu. “Ia tidak berhenti marah-marah pada semua orang.” Ji Hyo menghela nafas dan menatap kosong debaran ombak di hadapannya.
“Benarkah?” Jun Su menatap pasir putih di sekitarnya. Ia bisa membayangkan Chang Min yang marah besar. Pasti mengerikan.
“Ia tidak berhenti menyalahkan semua orang karena tidak menjagamu dengan baik.” Ji Hyo tersenyum pahit, begitu pula dengan Jun Su.
“Di mana kau?” Ji Hyo menoleh dan menatap Jun Su. “Aku benar-benar mengkhawatirkanmu. Dan, aku juga mulai mengkhawatirkan kakakku. Dia sudah terlihat frustasi.” Ji Hyo kembali tertunduk.
“Maaf, aku sudah membuat banyak kekacauan di rumahmu.” Jun Su tersenyum kecil.
“Tidak, aku yang minta maaf. Aku tahu keluargaku tidak memperlakukanmu dengan baik, dan aku tidak pernah ada untukmu di sana...” Ji Hyo kembali menatap lautan di hadapannya. Ia membenci dirinya sendiri. Dirinya di Seoul.
“Terimakasih sudah menjadi temanku di sini, dan di sana, Ji Hyo.” Jun Su mencubit pelan pipi Ji Hyo. “Tapi, sudah saatnya aku pergi dari hidup Chang Min. Chang Min, pastikan dia melanjutkan hidupnya dengan baik.”
“Kau hidupnya. Kembalilah padanya.” Ji Hyo kembali menatap wajah sayu Jun Su.
Jun Su hanya diam dan tersenyum pahit pada dirinya sendiri.
“Setidaknya, bisakah kau mengucapkan selamat tinggal padanya? Jelaskan alasanmu untuk pergi, dan buat dia mengerti.” Ji Hyo tahu itu tidak akan menghentikan Chang Min untuk patah hati, tetapi setidaknya, ia tidak ingin melihat kakaknya yang terus bergulat dengan pikirannya sendiri.
Jun Su menggeleng kecil, “Saat aku melihatnya lagi, aku tidak akan bisa mengucapkan selamat tinggal. Aku tidak akan bisa pergi darinya.” Jun Su menghela nafasnya, menatap matahari yang tenggelam di hadapannya. “Aku tidak pernah ingin mengucapkan selamat tinggal untuknya, tapi ini sudah berakhir, Ji Hyo.”
Seoul
Jun Su mencoba untuk kembali bangun di Seoul dan merasakan kepalanya benar-benar pusing. Tembok tua di kamar itu terlihat kabur.
Sudah lebih dari 48 jam ia memaksakan dirinya untuk tidur. Tubuhnya terasa kacau. Tapi ia tidak bisa menahan rasa sakit di hatinya.
Setiap kali ia bangun di dunia ini, ia hanya bisa merasakan kehampaan. Rasa rindunya pada Chang Min terasa lebih menyakitkan dari pada pusing di kepalanya.
Jun Su berusaha membuat dirinya bergerak. Ia meraih dua pil obat tidur dan botol air mineralnya. Ia butuh tidur... ia ingin berada di Hamufield... Dunia ini membuatnya sesak.
Diam-diam, Ji Hyo mengamati Chang Min yang kembali merokok dan menanggak minuman kerasnya di ruang tengah. Asap tebal dan bau rokok yang menyengat sudah memenuhi seisi ruang tengah itu. Ji Hyo tidak pernah menyangka ia akan melihat kakaknya yang selalu menjadi panutan dan kebanggaan keluarganya itu menjadi seperti ini.
“Apa yang kakakku lakukan padamu? Aku akan menghajarnya! Aku akan melakukan apa pun, tapi temui dia, sekali saja?” Ji Hyo tidak menyerah untuk membujuk Jun Su.
“Chang Min tidak melakukan apa pun padaku. Tapi aku akan senang kalau kau menghajarnya.” Jun Su tertawa kecil, dan segera mendapat cibiran dari Ji Hyo.
“Lalu? Apa yang mebuatmu pergi? Apa kau tidak mencin-”
“Ji Hyo,” Jun Su memotong kalimat Ji Hyo dengan cepat, “berjanjilah padaku untuk tidak mengatakan alasanku untuk pergi pada Chang Min, atau siapa pun.”
Ji Hyo hanya bisa terdiam dan menatap Jun Su dengan bingung, “tapi kena-”
“Janji?” Jun Su kembali memotong kalimat Ji Hyo.
Ji Hyo menghembuskan nafasnya dan menyerah, “Janji.”
Jun Su tersenyum tipis. Ia menarik nafasnya dalam-dalam, “Ayahmu menginginkan seorang gadis untuk menjadi menantunya.”
Seketika, Ji Hyo hanya bisa menahan nafas.
“Tuan Shim tidak ingin aku berada di rumah itu.” Jun Su menghembuskan nafasnya perlahan.
“Aku tidak mengerti, bukankah mereka semua sudah merestui hubungan kalian?” Ji Hyo merasa pikirannya dipenuhi awan hitam.
Jun Su tertawa kecil, mengejek dirinya sendiri, “Tidak ada yang merestui kami di sana. Selain kau.” Jun Su mencubit pelan pipi Ji Hyo dan tersenyum pada gadis itu. Tapi gadis itu tetap terlihat kebingungan dan berkutat dengan pikirannya sendiri.
“Eomma? Bagaimana dengan ibuku? Eomma juga tidak merestui kalian?” Ji Hyo menatap Jun Su seperti anak yang kehilangan arah.
Tidak bisa menatap Ji Hyo, Jun Su mengalihkan pandangannya ke arah lautan gelap di hadapannya, “Nyonya Shim memintaku untuk tidak bekerja dan diam di rumah. Ia tidak ingin ada yang tahu. Hubungan kami terlalu memalukan baginya.”
Ji Hyo merasa malu dan kecewa dengan keluarganya sendiri, membuatnya tidak bisa menatap laki-laki di hadapannya, “Maaf-“
“Kau tahu ‘kan, aku tidak bisa berdiam diri di rumah. Itu membuatku gila.” Jun Su tertawa kecil dan mengacak rambut Ji Hyo. Membuat gadis yang selalu ia anggap sebagai adiknya itu untuk kembali tersenyum.
Ji Hyo tidak tahu sejak kapan, tetapi air mata sudah membasahi wajahnya.