Seoul
“Bisakah kita mencari café yang lebih sepi?” Ji Hyo menatap Jun Su yang terlihat bersemangat.
Jun Su menggeleng dan memaksa Ji Hyo memasuki café di hadapan mereka, “Ada kejutan untukmu.”
Ji Hyo menghela nafasnya dan membiarkan Jun Su menyeretnya masuk.
Jun Su segera sibuk mencari-cari seseorang, dan senyumnya segera mengembang melihat gadis berambut kemerahan duduk di sudut ruangan.
Cassie merasakan seseorang mengetuk bahunya. Ia menoleh dan mendapati Jun Su yang tersenyum lebar padanya. Sesaat kemudian, ia tidak bisa melepaskan matanya pada sosok gadis di samping Jun Su.
“Ji Hyo?” Cassie memekik.
Mata Ji Hyo sudah melebar, ia tidak percaya akan apa yang dilihatnya.
“Cassie!”
“Hey, bukankah itu Ji Hyo?” Ah Ra menyenggol pelan lengan Ji Hye. Matanya mengarah ke dalam café di pusat perbelanjaan itu. Ji Hye mengikuti arah pandangan Ah Ra dan mendapati sosok Ji Hyo dan Jun Su yang terlihat tertawa senang dengan seseorang lain yang tidak dikenalnya. Mereka terlihat akrab.
“Kau mau menyapanya?” Ah Ra menatap Ji Hye yang mematung.
Ji Hye hanya mengangkat sebelah ujung bibirnya, “Kau bercanda? Itu hanya Ji Hyo dan teman-teman anehnya.”
“Hey, sampai kapan kau akan membenci kembaranmu sendiri?” Ah Ra hanya menggumam kecil sementara Ji Hye sudah mengarahkan kamera ponselnya pada sosok ketiga orang itu.
Hari sudah larut saat Chang Min turun dari mobilnya. Badannya sudah terasa pegal. Ia sudah sangat merindukan sosok Jun Su beberapa hari ini. Pekerjaannya di Daegu benar-benar menyita waktu dan tenaganya.
“Oppa,” Ji Hye menatap lurus ke arah pintu yang terbuka, menampilkan sosok kakaknya yang sudah beberapa hari meninggalkan Seoul itu.
Chang Min mengerutkan keningnya, tidak biasa dengan sapaan Ji Hye. Gadis itu bangun dari sofa ruang tengah dan menghampirinya.
“Aku punya banyak teman model, apa Oppa tidak tertarik?” senyum Ji Hye terlihat mengejek.
Chang Min menghela nafasnya cukup keras, “Kau tidak lihat suamiku sudah tinggal di sini?”
Ji Hye membuang muka dan terlihat jijik, “Jangan katakan hal seperti itu.” Ji Hye segera menunjukkan layar ponselnya pada Chang Min. “Bagaimana kalau ternyata Jun Su menyukai wanita?”
Chang Min menatap foto itu dalam-dalam. Wanita di foto itu terlihat menarik dengan wajah kebarat-baratannya, tapi yang lebih membuat Chang Min kesal adalah tatapan Jun Su pada wanita itu. Jun Su menatapnya dengan mata yang berbinar, dengan wajah yang terlihat ceria. Ia tidak ingat kapan Jun Su sesenang itu saat bersamanya.
Jun Su hanya duduk diam di ujung ranjang. Jantungnya berdebar keras hanya untuk menunggu Chang Min masuk.
“Chang Min tidak akan tahu kecuali kau mengatakannya.”
Ucapan Cassie masih terdengar jelas.
“Ayolah, sampai kapan kau akan membuat hidupmu menderita di Seoul?”
Suara pintu yang terbuka membuat Jun Su menoleh dengan cepat. Sosok Chang Min yang tinggi segera terlihat. Untuk sejenak, Jun Su hanya diam memandang sosok Chang Min yang sudah sangat dirindukannya.
“Chang Min, ada sesuatu yang ingin kubicarakan.” Jun Su menatap Chang Min, dan menyadari raut tidak senang di wajah itu. “Bisakah kita pindah ke apartment?” suara Jun Su terdengar ragu, tidak seperti yang direncanakannya.
Chang Min menghela nafas dengan kesal, “Sudah berapa kali kita membicarakan ini? Aku lelah.”
Chang Min berjalan cepat ke kamar mandi, sementara Jun Su hanya bisa terdiam. Mungkin ini bukan saat yang tepat, tapi keadaan ini sudah membuatnya gila.
Chang Min membiarkan air panas membasahi seluruh tubuhnya. Apa-apaan ini? Ia benar-benar merindukan Jun Su, ia ingin pelukan hangat, tapi laki-laki itu justru mengungkit hal yang jelas-jelas membuatnya tambah kesal.
Sudah cukup lama Jun Su tidak mengungkit soal pindah ke apartment... apakah itu karena teman wanitanya?
Tidak... Jun Su bukanlah orang yang akan selingkuh dengan wanita lain.
Chang Min berusaha membuat dirinya yakin akan hal itu, tapi wajah bahagia Jun Su di foto itu membuatnya naik darah.
Meski sudah larut dan tubuhnya terasa lelah, Ji Hye masih duduk di ranjangnya. Lampu kamar yang masih menyala terang menampilkan raut wajahnya yang murung menatap layar ponsel dalam genggamannya. Foto ketiga orang yang diambilnya siang tadi menunjukkan raut wajah bahagia, memberi kesan sahabat yang sedang berkumpul. Tetapi itu bukanlah yang ia tunjukkan pada Chang Min; yang kakaknya lihat adalah potongan gambar utuh itu, di mana Ji Hyo seakan tidak ada di sana, dan seperti sihir, kesan sahabat berubah menjadi kesan romantis.
Ji Hye tidak mengerti apa yang membuatnya gelisah. Ia begitu bersemangat menunjukkan potongan foto itu pada kakaknya, tapi setelah apa yang diinginkannya tercapai, ia justru mendapat perasaan mengganjal. Ia tidak tersenyum atau tertawa senang seperti dugaannya, ia justru merasa bingung. Lebih pada tidak ingin mengakui perasaan bersalahnya.
Tidak ingin memikirkan persaannya lebih lama, mata Ji Hye justru menangkap sosok Ji Hyo. Ia tidak pernah melihat kembarannya tertawa selebar itu. Tanpa sadar, perasaan hangat yang aneh sudah menyelimutinya, membuatnya tersenyum kecil tanpa ia sadari.
Jun Su terdiam di ranjangnya. Menimbang-nimbang apakah ini saat yang tepat baginya untuk membicarakan permasalahan ini. Hari sudah semakin larut, tetapi tidak ada yang bisa menjamin bahwa mood Chang Min besok akan lebih baik. Pekerjaan Chang Min di Seoul selalu membuat laki-laki itu pulang malam dengan wajah kelelahan.
“Chang Min,” Jun Su memandang ke arah Chang Min yang baru saja menyelesaikan mandinya. Jun Su membenarkan posisi duduknya, ‘tidak ada gunanya untuk menunggu lebih lama’, “Aku benar-benar ingin pindah. Aku tidak betah di sini.” Jun Su tidak berani menatap wajah Chang Min, ia hanya membiarkan pandangannya jatuh pada selimut yang menutupi kakinya.
“Kenapa? Agar bisa lebih leluasa bersenang-senang dengan temanmu?” Chang Min menatap Jun Su dengan tatapan marah. Itu adalah sesuatu yang tidak pernah Jun Su lihat sebelumnya.
“Apa? Ini tidak ada hubungannya dengan temanku.” Jun Su tidak percaya Chang Min menatapnya dengan tatapan seperti itu. Itu bukan Chang Min yang dikenalnya.
Chang Min berdecak dan membuang muka.
Jun Su tidak mengerti ada apa dengan Chang Min, tapi ia tau Chang Min memikirkan hal yang tidak-tidak tentangnya.
“Keluargamu tidak menyukaiku, kau tahu betapa beratnya tinggal dengan orang-orang yang tidak menyukaimu?” Jun Su berusaha menahan emosinya, tetapi kata-kata yang keluar dari mulutnya sendiri membuatnya kaget. Ia tidak bermaksud sekasar itu…
“Tidak menyukaimu? Mereka bahkan memintamu untuk tinggal di sini!” suara Chang Min yang keras membuat Jun Su tersentak. Ini adalah pertama kalinya Chang Min berteriak padanya.
“Aku tidak mengerti kenapa mereka memintaku untuk tinggal di sini, tapi hanya Ji Hyo yang benar-benar menerimaku.” Jun Su menatap tajam wajah Chang Min. Apakah Chang Min benar-benar tidak mengerti perasaannya?
“Apa saat kau sudah mendapat apartment yang kau mau, kau sudah berencana untuk mengajak gadis itu bersenang-senang di sana?” Chang Min tidak bisa menahan isi pikirannya sendiri. Mendengar tuduhannya sendiri, Chang Min merasa sedikit menyesal. Sejujurnya ia merasa pikirannya kelabu sejak lama; masalah pekerjaan dan kesepian membuatnya gila.
Jun Su mengertukan keningnya, tidak mengerti dengan maksud Chang Min, “Aku tidak mengerti apa yang kau biacarakan-“
“Kau hanya kurang beradaptasi di sini. Jangan buat keluargaku kecewa dan mereka akan lebih menerimamu.” suara dingin Chang Min terdengar menusuk.
Jun Su benar-benar hanya bisa terdiam sementara Chang Min meninggalkannya.
Chang Min bahkan tidak mau mendengarkan ceritanya sekarang...
Ji Hyo melipat tangannya di dada, menatap Chang Min yang baru saja keluar dari kamarnya.
“Oppa, aku mendengar semuanya.” Ji Hyo menatap lurus pada Chang Min.
Chang Min berdecak, “Sejak kapan kau suka menguping?”
“Apa yang Oppa katakan padanya itu? Baik di sini atau di manapun, hanya ada Oppa yang-“
“Ji Hye,” Chang Min memotong kalimat Ji Hyo, “menunjukkan foto Jun Su yang berduaan dengan seorang gadis hari ini. Mungkin gadis yang sama dengan yang Eomma bicarakan.” Chang Min tersenyum pahit pada dirinya sendiri.
Dahi Ji Hyo berkerut dalam, “Tapi hari ini-,” ucapan Ji Hyo terhenti saat ia menyadari sesuatu. ‘Shim Ji Hye!’
Ji Hyo segera berjalan cepat menuju kamar kembarannya, meninggalkan Chang Min yang hanya diam di tempatnya dan menatap heran pada adiknya itu.
Ji Hyo membuka lebar kamar kembarannya itu tanpa permisi dan langsung menghambur masuk, membuat Ji Hye tersentak.
“Apa yang kau lakukan?” Ji Hye setengah berteriak melihat Ji Hyo yang berjalan mendekat.
“Apa yang kau katakan pada Chang Min oppa? Kau tidak melihatku di sana? Foto apa yang kau ambil?” untuk pertama kalinya, Ji Hyo di Seoul menjadi seperti Ji Hyo di Hamufield.
Ji Hye hanya terdiam dengan mata yang memandang lekat-lekat kembarannya itu. Rasa panik mulai mengguyurnya.
“Kemarikan ponselmu.” dengan cepat, Ji Hyo berusaha merenggut ponsel yang tergeletak di samping Ji Hye.
Ji Hye segera meraih ponselnya dan menggenggamnya erat-erat, berusaha menjauhkan benda itu dari jangkauan Ji Hyo.
“Apa yang kau lakukan?!” Ji Hye tidak bisa menahan teriakannya sembari menahan Ji Hyo yang belum berhenti berusaha merebutnya. “Hentikan! Sampai kapan kau akan bersikap gila seperti ini, anak aneh?!”
Seketika, Ji Hyo mematung mendengar panggilan itu. Panggilan yang sudah lama tidak didengarnya, tetapi masih meninggalkan luka lebar di hatinya. Mendengar itu dari kembarannya sendiri, Ji Hyo dapat merasakan lukanya kembali berdarah.