Jun Su berusaha menata buku di rak atas dengan susah payah. Ia benar-benar berharap pertandingan basket Kenichi segera usai dan kembali bekerja. Hanya Kenichi yang bisa meraih rak tinggi itu tanpa bantuan tangga.
Jun Su sudah merasa lengan dan kakinya pegal, namun ia belum berhasil menyisipkan buku yang dibawanya ke sana, ‘Astaga, ke mana tangganya?’
Peluh sudah membasahi dahinya. Ia sudah lelah dengan ini. Dengan sedikit lompatan, Jun Su berusaha memasukkan buku itu, namun yang terjadi tidak seperti yang ia harapkan. Matanya melebar melihat buku-buku tebal itu keluar dan terjatuh dari rak. Yang bisa Jun Su lakukan hanyalah melindungi wajahnya dari buku-buku tebal itu dengan lengan kecilnya.
Matanya terpejam erat, namun setelah beberapa detik memejamkan mata, ia tidak merasakan sakit. Buku-buku itu tidak jatuh.
Perlahan, Jun Su membuka matanya. Ia hanya bisa terbelalak melihat Chang Min sudah berdiri di hadapannya, menahan buku-buku itu untuk tidak jatuh.
Chang Min segera memasukkan buku-buku itu ke dalam lemari, “Kau tidak apa-apa?”
Jun Su mengangguk pelan, “Terimakasih.”
Chang Min menatapnya untuk sesaat, dan tersenyum. Senyum yang berbeda. Senyum ramah yang manis.
“Aku bisa membantumu dengan buku-buku ini.” Chang Min melirik tumpukan buku di troli.
Jun Su tidak percaya ia berjalan bersama Chang Min saat ini. Chang Min yang ia pikir begitu sombong ternyata cukup baik. “Terimakasih sudah membantuku.”
“Tidak masalah.” Chang Min tersenyum ringan. Berusaha mengatur ekspresinya agar tidak terlihat terlalu bahagia karena menghabiskan waktu dengan si tukang tidur.
“Jadi, kau mulai bekerja di perpustakaan sekarang?” Chang Min berusaha melanjutkan pembicaraan.
“Sudah sejak semester lalu.”
Chang Min mengerutkan keningnya, “Aku sering berada di perpustakan, tapi tidak pernah melihatmu.”
“Aku hanya mengambil sedikit shift.”
Chang Min hanya mengangguk pelan. “Aku tidak pernah melihatmu selain di kelas. Kau selalu menghilang.”
Jun Su tersenyum kecil, “Aku suka di rumah.”
Chang Min kembali mengangguk pelan. Tidak banyak percakapan di antara mereka, tetapi Chang Min tetap menyukai ketenangan itu. Hanya berjalan di sebelah si tukang tidur.
“Sampai jumpa besok.” Jun Su berjalan menjauh sementara Chang Min masih terpaku di tempatnya. Tidak menyadari bahwa ia sudah berada di depan audi silver andalannya.
“Mau kuantar pulang?” Chang Min sedikit berteriak melihat jarak Jun Su yang semakin jauh.
“Tidak, terimakasih.”
Mata Chang Min melebar dengan pemandangan di hadapannya; Jun Su tersenyum lebar. Tidak, ia tertawa manis. Entah mengapa, melihat itu benar-benar membuat Chang Min terpaku di sana.
Hamufield
“Yoo Chun!” Jun Su tersenyum lebar dan melambaikan tangannya ke arah Yoo Chun yang menunggangi kuda besar berwarna coklat muda.
“Ambil kudamu!” Yoo Chun membalas teriakannya dengan senyum lebar.
Jun Su segera berlari dan menunggangi Ponyta, kuda berwarna coklat tua yang besar dan gagah. Ponyta memang bukan kuda milik Jun Su mau pun Yoo Chun, melainkan milik paman Fred, pemilik perkebunan dan peternakan tempat Yoo Chun bekerja, tetapi Jun Su selalu menunggangi Ponyta dan menolak untuk menunggangi kuda lain. Ia merasa ada koneksi yang dekat dengan kuda gagah itu.
“Aku bertemu Maya tadi pagi, latihan paduan suara dimulai besok pukul tiga sore.” Yoo Chun segera menyampaikan pesan itu saat kuda yang ditunggangi Jun Su sudah sejajar dengan kuda yang ia tunggangi.
Jun Su hanya mengangguk. Sudah lama sekali sejak ia terakhir berlatih dengan teman-teman paduan suaranya. Akan ada festival bulan depan dan itu membuat Maya sangat bersemangat untuk mengumpulkan alumni-alumni paduan suara sekolah.
“Oh ya, Maya juga memintamu untuk bernyanyi solo.”
Jun Su melebarkan matanya, “Benarkah?”
Yoo Chun hanya mengangguk sembari mengatur kudanya untuk berjalan lurus.
Jun Su tersenyum dengan mata yang berkilat senang. Sudah lama ia ingin mencoba bernyanyi solo seperti Jae Joong.
Pikiran Jun Su segera beralih pada Yoo Chun yang menghela nafasnya. Sahabatnya sejak kecil itu melirik pocket watch miliknya dan menggumam pelan, “Bagaimana ini...”
“Ada apa?”
“Aku berjanji pada ibuku untuk pulang lebih awal dan merayakan ulang tahunnya, tapi paman Fred memintaku untuk mencari bibit bunga liar di gunung. Aku tidak yakin sempat pulang awal.” wajah Yoo Chun terlihat muram sembari memandang ke langit.
“Kalau begitu, biar aku saja yang cari.”
Yoo Chun menatap Jun Su dengan alis terangkat, “Kau tidak bekerja hari ini?”
Jun Su tersenyum dan menggeleng, “Paman Smith sedang pergi ke luar kota untuk beberapa hari.”
“Benarkah? Kau benar-benar tidak keberatan?” Yoo Chun memandang Jun Su dengan mata yang berkilat senang.
Ponyta berlari kencang menaiki bukit di belakang perkebunan paman Fred. Senyum lebar menghiasi wajah Jun Su saat terpaan angin melewatinya. Sudah lama sekali Jun Su ingin menunggangi kuda dan berjalan-jalan ke perbukitan itu.
Jun Su segera membawa Ponyta ke puncak bukit; favorit Jun Su. Tempat yang tidak banyak diketahui orang lain. Pemandangan di sana terlihat menakjubkan.
Jun Su menuruni pundak kuda itu dan mengikat kudanya pada pohon besar di sana, membiarkan Ponyta merumput sementara dirinya duduk diam menikmati pemandangan di hadapannya.
Perlahan, langit cerah Hamufield meredup dan melukiskan cahaya oranye menyala seperti neon yang menembus celah-celah awan. Jun Su melihat pemandangan itu dengan kagum, lalu pandangannya beralih pada rerumputan kosong di sekitarnya. Seketika hatinya terasa hampa.
Aneh. Jun Su berharap dapat membagi pemandangan ini dengan seseorang, dan yang muncul dalam kepalanya adalah pemuda tinggi bernama Shim Chang Min.
Menyadari imajinasinya sendiri, Jun Su segera menggelang dan menyadarkan dirinya. “Hey, Han Jun Su, sadarlah!” Jun Su memarahi dirinya sendiri, dalam hati mengumpat karena imajinasi anehnya. Ia tidak ingin mengakui perasaan itu, perasaan yang baru pertamakali ia rasakan.
Jam di meja menunjukkan hari sudah hampir subuh, tetapi pemilik kamar itu berbaring di ranjang besarnya dengan mata yang masih terbuka lebar; menatap tajam langit-langit kamarnya yang gelap. Chang Min tidak bisa tidur. Setiap kali ia memejamkan mata, ia bisa melihat senyum anak itu.
Malam ini, ranjangnya terasa begitu besar untuknya. Perlahan, tangan panjangnya meraba kehampaan sekelilingnya, merasakan kain bed cover yang lembut. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia ingin berbagi ranjang itu dengan orang lain.
Hamufield
Sudah puas dengan sekantung bibit bunga liar yang didapatnya, Jun Su segera menunggangi Ponyta. Walau kuda itu sangat besar dan tinggi, Jun Su tidak memerlukan ancang-ancang untuk menungganginya. Kakinya yang panjang dan kuat membuatnya mudah untuk menunggangi kuda.
Dengan arahannya, Ponyta berjalan santai menuruni lereng bukit. Jun Su tidak bisa berhenti memandangi pemandangan di sekitarnya. Bukit itu terlihat lebih indah dari ketinggian.
Jun Su segera menarik tangannya dan membuat Ponyta terhenti saat matanya menangkap rerumputan yang dipenuhi bunga liar yang indah. Tempat itu tertutupi oleh semak-semak yang tinggi dari jalan setapak, membuatnya tidak pernah menyadari keberadaan tempat itu meski Jun Su selalu melewati jalan yang sama menuju goa tempatnya menambang untuk paman Smith.
Jun Su melompat turun dari punggung Ponyta dan menuntunnya menuju rerumputan penuh bunga itu. Ia segera mengikat Ponyta lagi, lalu menidurkan dirinya di atas bunga-bunga liar itu, memandang ke langit penuh bintang, lalu memejamkan matanya. Merasakan suara hembusan angin dan suara serangga yang terdengar jauh. Sangat damai, sagat nyaman.
Tanpa bisa dicegah, senyum Chang Min kembali tergambar di sana, dan Jun Su menikmati senyum manis yang masih lekat dalam ingatannya itu.