Tokyo, Semester Baru
Chang Min tidak percaya ia bisa merindukan waktu untuk masuk kelas. Ini karena anak aneh itu. Hal pertama yang Chang Min lakukan saat memasuki ruang kelasnya adalah mencari-cari sosok si tukang tidur.
Senyum terukir di wajahnya saat mendapati anak itu menguap dan memandang ke arah luar dengan tatapan kosong. Tanpa mempedulikan sapaan dan tatapan teman-temannya, ia berjalan cepat ke hadapan anak itu dan melempar tasnya pada meja di belakang si tukang tidur.
Anak itu menatapnya, masih dengan mata kosong yang sama. Dan Chang Min masih merasakan sesuatu menggelitik perutnya tiap kali pandangan mereka bertemu.
Jun Su menguap dan memandang ke lapangan di luar kelas. Liburan berlalu terlalu cepat. Ia masih membayangkan dirinya bermain sepak bola di Hamufield saat suara keras membuyarkan lamunannya, membuatnya menoleh dan mendapati sosok laki-laki tinggi sudah berdiri di hadapannya.
“Sekarang kau sudah ingat aku?” anak itu tersenyum. Senyum yang tidak mengenakkan.
Jun Su menatap wajah anak itu untuk beberapa saat. Ya, ia ingat tatapan tajam dan salah satu sudut bibir yang terangkat setengah itu. Anak yang tiba-tiba mengundangnya ke pesta waktu itu.
“James, siapa namanya?” Chang Min menoleh ke arah James melihat tingkah Chang Min dengan tatapan cemas.
James hanya menaikkan kedua alis dan tangannya dengan gelengan kepala.
Chang Min menghela nafas dan mengambil tas Jun Su tanpa permisi. Mengeluarkan satu per satu buku di sana hanya untuk mencari nama anak itu.
“Kim Jun Su.” Chang Min membacanya dengan lantang. Ia tersenyum puas karena akhirnya dapat mengetahui nama si tukang tidur itu.
Jun Su hanya menatap anakangkuh itu dengan pandangan tidak peduli, lalu kembali menolehkan pandangannya ke arah halaman luar yang terlihat tenang.
Mata Ji Young dan Soo Bin membulat karena tingkah Chang Min.
“Aku tidak tahu ada anak Korea lain di kelas ini.” Ji Young berbisik pada Soo Bin.
Soo Bin mengangguk, “Aku bahkan tidak pernah merasa melihatnya di kelas.”
Melihat Jun Su yang mengabaikannya, Chang Min berdesis dan hendak mengatakan sesuatu, tetapi Sam sudah menghentikannya, “Wow, wow, Chhang Min, tenangkan dirimu.”
Sam tidak tahu masalah apa yang terjadi diantara mereka; yang Sam sadari hanyalah Chang Min selalu menatap anak itu di kelas. Ia tidak ingin ikut campur, tetapi ia merasa kasihan oleh anak pendiam itu.
Sementara itu, Chang Min menatap Jun Su dengan heran; tidak mengerti isi kepala si tukang tidur ini. Jun Su bahkan terlihat tidak peduli dengan tas dan buku yang sudah ia buat berantakan, sementara anak-anak lain memilih untuk menontonnya dalam diam. Chang Min yang selalu terlihat tenang di kelas kini memancarkan aura mengerikan.
“Kau baik-baik saja? Apa yang dia lakukan padamu?” Kenichi menatap Jun Su dari ujung kaki hingga ujung rambut.
“Aku baik-baik saja.” Jun Su menatap heran pada Kenichi yang terlihat panik.
“Aku dengar Chang Min menghampirimu pagi ini dan mengacak-acak tasmu. Apa kalian ada masalah?” Kenichi masih terlihat khawatir.
“Chang Min?” Jun Su mengerutkan keningnya. “Oh, anak itu. Namanya Chang Min?”
Kenichi membelalakkan matanya. “Shim Chang Min. Kau bahkan tidak tahu namanya? Bukankah dia teman sekelasmu?”
Jun Su hanya tersenyum lebar sembari menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, “Aku tidak tahu nama teman-teman sekelasku.”
Kenichi kembali menatap Jun Su dengan tatapan kagetnya, “Baiklah, tapi ini Shim Chang Min! Dia yang selalu membuat pesta di apartment pribadinya, bahkan senior-senior mengenalnya!”
Jun Su mengerutkan dahinya dan menggeleng.
“Astaga… Apakah designer labels yang dipakainya dari ujung kaki hingga ujung rambut itu tidak cukup menarik perhatian? Baiklah, itu tidak penting, sekarang ceritakan padaku apa yang terjadi dengan kalian.” Kenichi menatap Jun Su yang mulai mengerjakan pekerjaannya.
“Aku tidak punya masalah.” Jun Su terlihat santai. Ia masih sibuk memasukkan buku-buku itu ke rak yang lebih tinggi.
“Lalu, kenapa ia tiba-tiba melakukan itu padamu?” Kenichi masih menatap Jun Su lekat-lekat.
Jun Su terdiam. Pertanyaan Kenichi membuatnya berpikir untuk beberapa saat saebelum akhirnya menoleh memandang temannya yang masih menunggu, “Aku juga tidak tahu.”
Jun Su berjalan cepat dan menghela nafasnya. Ia tidak sabar untuk sampai ke rumah dan mengerjakan tugas kuliahnya dengan cepat dan kembali ke Hamufield.
Langkahnya terhenti saat matanya menangkap audi silver yang tidak asing. Seketika, ia merasa déjà vu. Lagi, Jun Su melupakan semua rencananya dan menikmati keindahan body mobil itu dari tempatnya berdiri.
“Kau tidak ingat padaku, tapi dengan mobilku?”
Jun Su tersentak dan membalikkan badannya. Shim Chang Min tersenyum padanya. Senyum yang tidak pernah mengenakkan.
Langkah Chang Min terhenti mendapati sosok Jun Su yang berdiri di depan mobilnya. Untuk sesaat, Chang Min hanya memandang Jun Su dalam diam.
“Kau tidak ingat padaku, tapi dengan mobilku?”
Seperti biasa, Jun Su hanya menatapnya dalam diam.
“Aku benar-benar tidak keberatan kalau kau mau melihat-lihat. Aku bahkan tidak keberatan mengantarmu pulang.” Chang Min berusaha berhati-hati dengan nadanya kali ini. Ia sadar sudah terdengar sombong dulu.
“Tidak, terimakasih.”
Mata Chang Min melebar. Jun Su memang kembali menolak tawarannya, tapi setidaknya si tukang tidur itu menjawab, terlebih dengan nada suara yang lembut.
“Aku benar-benar tidak keberatan kalau kau mau melihat-lihat. Aku bahkan tidak keberatan mengantarmu pulang.”
Mendengar tawaran itu, seketika ingatan Jun Su akan pertemuan pertama mereka di basement ini kembali. Tetapi kali ini Chang Min tidak terdengar sombong seperti waktu itu, justru kebalikannya; ia terdengar seperti seseorang yang ingin berteman.
Jun Su menatap Chang Min yang sekarang tersenyum canggung padanya, “Tidak, terimakasih.”