Tik tok tik tok.
Perempuan berambut sebahu menatap jam dinding kamarnya. Jantung terus menerus berdentam-dentam. Jemari kakinya menghentak-hentak kecil di lantai. Raut wajahnya tegang. Dia berulang kali mendengus kesal sembari menatap detik yang telah berubah menjadi menit. Jarumnya berputar-putar, berdetak-detak cepat, sama seperti jantungnya yang tidak terkontrol detaknya.
Sampai akhirnya, saat satu hari telah berlalu, tepat pukul 1 pagi, perempuan itu langsung keluar dari kamar. Suasana malam terlihat begitu senyap. Lampu terasnya nampak remang. Lampu jalanan depan malah tidak menyala. Dia takut sebenarnya untuk melajukan kakinya keluar dari rumah, tetapi hatinya cukup di gandrungi perasaan bersalah. Jadi, mau tak mau perempuan itu mengeluarkan motornya, melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan Surabaya.
Beruntung hari ini, hari Sabtu. Jalanan tengah Kota Surabaya masih terlihat ramai dengan ratusan lampu jalan dan TV advertising yang selalu menyala sepanjang malam. Beberapa kendaraan juga masih terlihat cukup banyak, meskipun tidak seramai pada umumnya.
Dia berhenti tepat di gedung yang bertingkat ratusan dengan harga milyaran rupiah. Secepat kilat, Dia memarkirkan motornya di dalam basement, bergegas menuju lantai paling atas.
Lift terbuka kemudian, bersaman dengan lelaki bule Arab yang sedang kelabakan membawa beberapa barang belanjaan. Jujur Dia ingin menbantu, tapi apa daya, Dia sendiri juga sedang kebingungan pada masalahnya. Jadi, pintu lift tertutup rapat, meninggalkan bule Arab dengan puluhan kantong besar.
Tepat di kamar nomor 4050, Dia langsung menekan tombol angka yang telah Dia hafal di luar kepala.
"Pak Gavian." Dia berseru, menerobos masuk begitu saja, kemudian duduk bersimpuh di depan lelaki yang sedang menatap layar TV berwarna hitam."Saya tahu ini terkesan mendadak. Tapi Saya mau jujur."
Kedua alis lelaki itu menyatu, keningnya ikut melipat."Kamu ngapain di Apartment Saya?."
"Ehm itu. . . Soal besok." Dia tergagap, kemudian mulutnya terlipat ke dalam. Jantungnya semakin berdetak cepat.
"Ara! Ini sudah malam. Besok kan kita ketemu juga. Bisa bahaya kalau keluarga Kita tahu Kamu di Apartment Saya, Ra."
Ara mendengus kesal . Dia menjambak rambut sebhunya dengan gigi bergemelatuk saking gemas. "Bapak! Saya kesini itu mau menyelamatkan masa depan Bapak!."
"Apasih?! Nggak usah ngaco! Masa depan Saya nggak jelas juga karena Kamu!" Gavian marah, matanya melotot lebar. Gerahamnya lebih mengeras dari Ara, menahan kemarahan yang hampir menguar.
"Nah itu Pak. Karena menyangkut masalah besok!" Ara berseru. Dia menarik nafasnya dalam-dalam.
"Pak Gavian! Saya minta maaf seribu kali, Pak. Sebenarnya Saya adalah pelaku ngirim foto itu ke Bapak. Saya itu cuma jebak Bapak. Karena Saya gemas sama sikap Bapak. Apalagi Bapak mecat Saya tanpa sebab !" Jelas Ara dengan berkata terus menerus tanpa jeda, tidak memperdulikan raut wajah Gavian yang sudah kebakaran jenggot.
Ara menghela nafas lega pada akhirnya. Dia memejamkan matanya, lalu mengelus dadanya yang kembali berdetak normal.
"Jadi, Kamu jebak Saya? Dan Kamu baru mengatakannya sekarang, 8 jam sebelum kita akad nikah?" Tanya Gavian, dengan wajah tak mampu Ara gambarkan. Karena tanpa Ara duga, Lelaki itu malah tertawa, tergelak, terbahak, seakan-akan Ara sedang melucu.
Ara tentu mengangguk, tetapi Dia menggigit bibir bawahnya ketakutan jika tiba-tiba lelaki ini berubah beringas. Gavian masih tertawa, bahkan hampir lima menit dia tergelak. Oke. Ara bersiap-siap untuk berdiri, mengambil aba-aba jika andai lelaki di depannya mulai gila. Belum sempat Ara mengangkat kakinya, lelaki itu menggenggam lengan Ara. Tawanya terhenti. Terukir senyum tipis yang memanjang, mata yang menatap tajam Ara, lebih prahnya lagi, cengkraman Gavian semakin erat. Ara bahkan dapat merasakan kuku-kuku panjang Gavian menusuk ke dalam kulitnya.
"Bapak kalau mau menghukum Saya, boleh apapun. Asal jangan bunuh Sayalah Pak. Pake kayak gini." Ara meringis kesakitan
Kemudian, Gavian melepaskan lengannya kasar."Hukuman yang pantas buat Kamu bukan seperti itu, Sayang."
"Eh?"
Gavia menyandarkan bahunya di punggung sofa. "Kamu ingin tahu, Sayang?"
Ara mengerutkan kenungnya. Dia menjilat bibir bawahnya. Tangan kanannya menggenggam erat ujung kemeja yang Dia pakai.
Gavian mencondongkan tubuhnya ke depan. Jarak mereka semakin dekat. Ara juga merasakan hembusan nafas dari lelaki di depannya. Dia menegeuk ludahnya kelu, menjauhkan kepalanya dari Gavian. Tetapi lelaki itu mendekap bahunya, menariknya semakin dekat hingga mata Mereka beradu pandang.
Ara bisa melihat bibir Gavian yang memerah.
"Aku akan membunuhmu dengan menikahimu." Gavian tersenyum lebar, begitu licik, dan begitu sadis.
Ara kembali menelan ludahnya. Tubuhnya limbung, jatuh di lantai, pandangannya juga meremang. Oh tuhaaaan...
Percuma Ara menjelaskan jika pada akhirnya, Dia tetap menikah dengan lelaki Baby Hui berkepala botak. Seumur hidup Ara, tidak ada sebersit keinginan menikah dengan lelaki seperti ini. Botak, jahat, sadis, sok ganteng, kaum ekpatriat, tikus berdasi, aduhhh....
Neraka jahanam!
#####
Hallloo.. Boleh minta tolong baca cerpen Saya donggg. Sekalian, yang punya Akum Wattpad, bisa minta mampir ke akun Saya, Aresreva atau bca novel Baits of Love. Terima Kasih.