Kapan terakhir kali lu kentut di tempat umum? Pernah? Bagus.
Ibarat makan lalapan, kentut adalah petai. Enak, tapi setelahnya jadi petaka bagi orang-orang di sekeliling.
Kenapa? Karena gua ngalamin. Kelepasan kentut di dalam lift yang keadaannya lagi rame, itu malu banget biarpun nggak ada yang tau siapa pelakunya. Karena gua nggak ngaku; malah noleh kanan-kiri sambil sok curiga ke yang lain, lempar kentut sembunyi pantat.
Memang bukan perbuatan terpuji, tapi di posisi mendesak seperti itu, keputusan bijak tetap wajib diambil demi menjaga nama baik. Jadilah muncul inisiatif untuk mencari kambing hitam.
Dapat!
Langsung gua ngelirik Koko-Koko yang kebetulan ada di depan gua, dibantu dengan mengibas-ngibas tangan di depan hidung supaya lebih meyakinkan. Otomatis orang-orang seisi lift jadi ikut ngelihatin itu Koko dengan tatapan yang kayak meremehkan bonus menyudutkan. Kasihan, gua lihat itu Koko bingung dan keki, raut mukanya seakan ingin menyampaikan sesuatu.
Ya maaf, tapi mau gimana lagi. Karena jujur, suuumpah bau banget! Bahkan di sebelah kanan sampe ada yang batuk-batuk. Heran, baru tau gua ada orang bisa tersedak kentut.
Setelah lift terbuka di lantai 1, gua bergegas keluar dan langsung menghirup nafas banyak-banyak.
”Gila! Itu Koko China makan limbah kali, pencemaran lingkungan, bau busuk banget!” Leo di belakang gua menggerutu, terbatuk-batuk dan sesekali merunduk mirip orang mau muntah.
Gua, udah nggak tahan untuk nggak ketawa, ngakak sengakak-ngakaknya.
”Gua yang kentut tadi,”
Leo, diam. Badannya menegak, dia menatap gua seakan-akan jijik sebelum akhirnya kata-kata ajaib keluar dari mulutnya, ”Memang biadab engkau Kisanak! Setan. Kalo mau keluarin jurus itu pas di depan musuh, bukan kayak tadi. Mau bunuh diri lu? Iya?”
”Enggak sengaja, keluar sendiri,” gua membela diri.
”Emang nggak ada adab lu, Rii. Beneran, bau kali kentutmu. Makan bangke apa lu?”
”Ayam goreng. Kan bareng tadi sarapan.”
Leo menggeleng frustasi.
”Udah lah, ayo ke toko.” Leo berjalan duluan meninggalkan gua. Tapi sesaat kemudian dia menoleh dan berdecak, ”Ck, jadi merasa berdosa gua sama itu Koko-Koko. Lu nggak ingat kata pepatah, ’kentut itu lebih kejam daripada pembunuhan’.”
”Kampret! Hahaha.”
”Bertahun-tahun lu ngaji dari kecil, dari sebelum SD, tapi kejujuran lu goyah hanya karena kentut? Beneran nggak nyangka gua.”
”Malah ceramah! Hahaha.”
”Tapi kentut lu memang bau!!!” bantahnya, masih nggak terima.
Gua ketawa terbahak-bahak.
***
Sebelumnya maaf nih, bukan mau membahas hal kotor, tapi entah kenapa sorenya di hari itu gua jadi boker sampe lebih dari tiga kali, udah mirip anjuran jumlah makan. Isi perut rasanya kayak dikuras abis, bolak-balik toilet terus.
Kayaknya gua kena karma, dapat sumpah dari Koko-Koko yang nggak sengaja jadi bahan fitnah dari gua.
Jadi, malalui tulisan ini, gua mau minta maaf sebesar-besarnya.
Dan, kalo bisa gua mau tanggung jawab, membayar ganti rugi atas pencemaran nama baiknya. Gua siap kalo memang harus berada satu lift lagi bareng sama itu Koko, gua persilahkan dia untuk kentut dengan khidmat, kemudian dia boleh menatap remeh, mengarahkan pandangan orang-orang seolah-olah gua yang kentut, dan gua akan menegaskannya dengan ngomong: ”Ehehe, maaf nggak sengaja, tadi abis makan ayam hidup-hidup.”
Juga seandainya Leo ikut di lift, mungkin dia bakalan merasakan yang namanya Dejavu.
Ih klo gw kokokokonya pasti mah dendam itušš¤£