Kentut Pembawa Petaka
Saat itu, ada dua anak laki-laki berusia lima tahun asyik mengambil tebu di pinggir sungai. Sebut saja nama mereka Zikra dan Dodo. Zikra yang berkulit hitam legam, kurus, pendek, dekil, pesek pula. Sementara Dodo yang bertubuh gempal, putih, bontet dan giginya ompong di depan. Kalau dia nyengir udah mirip seperti Nek Lampir, tapi versi gendutnya.
“Kra, ayo kita main ke pondok-pondok itu!” ajak Dodo pada Zikra saat mereka duduk santai di dekat pohon tebu. Telunjuk bontetnya mengarah ke sebuah pondok besar di seberang sungai.
“Fyuh!” Zikra dengan sembarang membuang ampas tebu ke muka Dodo. Ia kesal, “jangan panggil aku 'Kra', Pak Ondor! Aku bukan saudaranya monyet!” seru Zikra marah, sedangkan Dodo sibuk membersihkan wajahnya yang dipenuhi air liur Zikra.
Dodo menggeram marah lantas memukul kepala Zikra, “kamu sama monyet 'kan kembar! Bukan sodara!”
Zikra marah, tak terima dengan ucapan Dodo barusan. Ia lantas menampar pipi tembam Dodo hingga memerah.
Dodo kemudian melayangkan bogeman mentah ke dada Zikra hingga membuat bocah itu hampir terjerembab ke sungai yang penuh pisang goreng.
Yah....
Mereka begitu terus entah sampai kapan.
( ´ ▽ ` )ノ
Selang beberapa menit, akhirnya mereka selesai dengan acara serang-menyerang tadi. Keduanya pun memutuskan untuk pergi ke pondok besar itu, menghabiskan waktu di sana sambil memakan tebu yang masih tersisa satu di tangan masing-masing.
Sesampainya di sana, Zikra dengan gesit langsung naik ke sebuah kayu horizontal di pondok.
Disusul Dodo setelahnya. Berbeda dengan Zikra, tubuhnya yang gendut membuat Dodo kesusahan naik ke atas sana. Berulang kali mencoba, tapi tetap tidak bisa naik. Susah sekali.
“Tuh, 'kan! Kamu memang kembaran monyet, Kra!” ejeknya.
“Biarin. Daripada kamu, kembaran gajah! Kasian, gak bisa naik,” balas Zikra lalu tertawa keras. Ia duduk seperti koala di sana dengan tangan kiri memegang kayu vertikal di depannya, dan tangan kanan memegang tebu.
Dodo mendengkus kesal. Sejurus kemudian dia berusaha lagi untuk naik. Tidak mau diejek habis-habisan oleh Zikra.
“Bisa kurus mendadak aku,” gumamnya setelah beberapa kali mencoba tetap saja tidak bisa.
“Huuu ... Dodo gak bisa-bisa!”
Menghiraukan cemooah Zikra, ia terus saja berusaha untuk sampai di atas sana.
Dan akhirnya, ia pun bisa naik ke atas berkat kegigihannya. Dodo duduk di depan Zikra, ikut memakan tebu yang ada di genggamannya sedari tadi.
Dodo merasakan kalau perutnya mendadak bergejolak. Serasa ada yang mau keluar tapi bukan pisang goreng. Tak berselang lama....
BROOTT!
Dodo akhirnya mengeluarkan gas ajaib lewat pantatnya, lega sekali rasanya.
Spontan saja Zikra menutup hidungnya menggunakan tangan sebelah kirinya, bau kentut Dodo begitu semerbak. Ia jadi tak tahan.
Tiba-tiba saja tubuh Zikra oleng. Bergoyang ke sana kemari lantaran kehilangan keseimbangan. Tak lama....
GEDEBUK!
Tubuh mungil Zikra ambruk dengan tangan kiri yang mendarat lebih dulu. Bocah itu menjerit hingga membuat orang-orang kampung berdatangan, ingin menengok keadaan Zikra.
Sejak saat itu, tiap malam Zikra menangis kesakitan.
TANGAN KIRINYA PATAH HANYA KARENA KENTUT DODO.
Zikra yang malang.