Bandung, Mei 2015.
“Apaa,” aku tersentak mendengar penjelasannya. Setelah kecelakaan dan hampir tewas tiga bulan lalu, kini dia mengabariku lagi bahwa setelah lulus dia akan menerima job di Netherlands. “mengapa kamu selalu memberikanku kejutan. Apakah aku se special itu, hah?,” aku memegang pundaknya dan menatap matanya dalam. Aku berharap ada kebohongan di setiap kata yang dikeluarkannya. “kamu tahu aku luar dalam. Dan aku harap kamu mengerti itu,” Indah menghempaskan tanganku. Aku mengerti dan sangat mengerti. Tapi pekerjannya itu telah membuatku muak. “apakah kamu mengerti bahwa kecelakaanmu tiga bulan lalu adalah peringatan bahwa kau harusnya diam dan tidak ikut campur dalam urusan mereka,” aku menggenggam tangannya mencoba untuk membuat pengertian bahwa apa yang dilakukannya adalah hal sulit untuk anak berusia 18 tahun.
“apa kamu akan diam saja ketika melihat orang yang kau cintai terluka di luar sana. Apa kau mengerti betapa sulitnya aku untuk hidup selama ini? Apa kau tahu penderitaanku yang bahkan untuk bernafas pun aku tak tahu bagaimana caranya. Setelah orang tuamu dibunuh dengan kejinya di depan matamu kemudian saudaramu yang begitu kau cintai harus di culik oleh orang yang bahkan untuk dilacak pun sudah tak bisa,” dia menangis. Wajahnya pun sudah menggambarkan betapa tersiksanya dia selama ini. “lalu apa yang akan kau lakukan seandainya kau jadi aku,” dia memelankan suaranya. Aku terpaku. Terdiam dan menunduk. Aku memang tak tahu apa yang akan aku lakukan. Dia kemudian melepaskan genggamanku dan pergi begitu saja. Apa aku akan baik – baik saja setelah ditinggalkan olehnya, pikirku.
Netherlands, Mei 2017.
Sudah satu tahun setelah kepergiannya ke negara ini demi kakaknya tercinta. Aku bahkan belum melupakan kejadian setahun lalu dimana dia meninggalkanku tepat di depan sekolah kita. Sakit?tentu. dia adalah kekasihku bahkan sampai saat ini. Sejauh ini, belum pernah aku menemukan perempuan seperti dia. Terserah dia menganggap seperti apa hubungan ini tapi aku tetap saja kekasihnya, sekarang ataupun esok.
Sekarang aku berada di balkon apartemen. Aku sedang libur kuliah sekitar satu bulan. Aku terlahir dari keluarga kaya dimana ayahku seorang pebisinis sukses. Tapi kaya saja tidak menjanjikan kebahagiaan. Percayalah.
Aku sedang menikmati negara ini dari balkon apartemenku. Berharap kekasihku Indah akan lewat di bawah sana dan tersenyum padaku. Tapi, hanyalah daun maple kering yang berjatuhan tanpa permisi di bawah sana seolah sedang menertawaiku karena dia pun bisa jatuh dengan bebasnya ke tanah sementara aku terkurung dengan segala aturan yang dibuat ayahku.
Indah. Betapa aku merindukannya. Hari – hari bersamanya sebelum semuanya menjadi sebuah masalah yang membuat hubunganku dan dia menjadi rumit. Dulunya ayahnya adalah rekan bisnis ayahku yang begitu sukses sama seperti ayahku. Bahkan mungkin melebihi ayahku. Tapi malam itu semua seakan sudah berakhir bagi Indah, kekasihku. Saat itu, Desember 2015. Setelah dinner bersama Indah di salah satu pedagang kaki lima langganan kami, aku mengantarnya pulang. Awalnya aku pikir ada yang aneh dengan suasana rumahnya saat itu dan perasaanku juga sedikit aneh. Tapi karena melihatnya tersenyum tulus padaku dan menyuruhku segera pulang aku mengabaikan firasatku.
Malam itu beberapa orang datang kerumahnya dan langsung menembak kedua orang tuanya. Indah yang saat itu baru pulang merasa kaget dan takut. Setelah menemembak, orang itu kemudian mencabik habis orang tuanya. Indah terpaku. Kakaknya kemudian datang memeluknya dan menenangkannya. Berharap orang itu segera pergi dan orang tuanya segera terbangun lagi untuk menyambut kepulangannya. Ada begitu banyak hal yang ingin dia ceritakan, tapi takdir begitu kejam kepadanya.
Sebulan setelah kepergian orang tuanya, Indah mengalami kecelakaan hebat yang hampir merenggut nyawanya. Setelah terbangun dari komanya, dia kemudian mendengar kabar lagi bahwa kakaknya, Alfian telah di bawa pergi oleh orang yang sama dengan orang yang telah membunuh kedua orang tuanya.
Siapa mereka? Siapa orang yang tega membabat habis keluarga Indah? Aku tahu. Bahkan sangat tahu. Pelakunya adalah ayahku. Awalnya aku berpacaran dengannya adalah karena strategi ayahku untuk menghancurkan keluarganya. Tapi seiring waktu, aku mencintainya. Ayahku pernah mengingatkanku untuk tidak terlalu mendalami peran ini karena aku bisa saja jatuh hati padanya. Dasarnya aku yang keras kepala, terjadilah semua ini. Alih – alih mau membantu ayahku, aku malah terperangkap dalam cinta tak tentu arah ini.
Drrttt. Drrrtttt. Satu pesan masuk dari sahabatku, Mike. Dia sebenarnya orang Indonesia hanya saja dia mengikuti ayahnya yang dipindah tugaskan ke sini. Aku memintanya untuk melacak keberadaan Indah.
From : Mike
Aku telah menemukannya. Dia sekarang sudah menjadi anak buah dari MR. LOUIS. Dia bekerja sebagai dokter bedah di salah satu rumah sakit MR. LOUIS.
“Tidak mungkin,” pikirku. Ini tidak mungkin terjadi. Kenapa juga dia harus menjadi anak buah orang itu.
To : Mike
Lacak nomornya. Aku akan menemuinya sebelum pulang ke Indonesia.
Tak butuh waktu lama untuk Mike agar dapat melacak nomor Indah. Dia mempunyai banyak koneksi karena ayahnya adalah salah satu orang berpengaruh di sini.
Halo. Ini siapa? Aku benar – benar merindukan suara ini. Indah.
Temui aku di starbucks café sekarang. Ada banyak hal yang ingin aku katakan padamu. Kataku. Aku gugup. Entah kenapa rasanya sulit bahkan untuk bicara seperti ini pun aku membutuhkan tekad.
Dio. Ini kau, Dio? Dio apa kau baik – baik saja sekarang? Apa yang kau lakukan disini. Aku merindukanmu. A.. a…aku aku… aku ketakutan. Aku ingin mengakhirinya sekarang. Bisakah aku ..
Sudah jangan bicara lagi. Setengah jam lagi aku akan tiba di café. Datanglah cepat. Kau sangat mengenalku. Kau tahu aku tidak suka menunggu.
****
Sudah lewat lima menit dan dia baru saja datang. “maaf, aku terlambat,” katanya. Dia makin cantik. Tidak gemuk tapi tidak kurus juga. Dia menjaga tubuhnya dengan baik. Kulitnya sawo matang, matanya indah dengan bulu mata tebal dan lentik. Dia tidak feminine tapi tetap pas dengan dirinya. Sempurna.
“apa kabar?,” aku tersenyum. Mendengarnya menanyakan kabarku, aku bahagia. Apa bahagiaku sesederhana ini?
“seperti yang kamu lihat. Aku baik,” jawabku.
“lalu kenapa kau datang kemari dan tiba – tiba mengajakku bertemu. Aku pikir kau sudah menikah,” tanyanya padaku. Entah ekspresi apa yang dia tunjukkan padaku. Aku tak bisa membacanya.
“aku belum menikah tapi sudah tunangan,” aku bohong. Raut mukanya tetap sama. “aku kesini karena mau mengakui semuanya. Semua kebohonganku padamu. Aku ingin mengakuinya,” aku menunggu responnya. Tapi dia diam.
“aku pura – pura menyukaimu. Aku melakukan itu untuk membantu ayahku dalam mengembangkan bisnisnya. Menghancurkan keluargamu adalah bagian dari pengembangan bisnis ayahku. Bisnis keluargamu menjadi penghalang untuk suksesnya bisnis ayahku. Anak buah ayahku membunuh keluargamu menculik kakakmu. Kau kesini untuk mencari kakakmu dan sampai sekarang kamu masih belum menemukannya,” aku terdiam sejenak. “lalu..,”
“soal kecelakaanku. Apa itu kau juga?,” tanyanya dengan ekspresi datar. Sangat datar. Aku menggeleng. “itu bagian ayahku. Dia ingin melenyapkanmu tapi kau tetap hidup.”
Dia tersenyum. “ lalu apa maumu? Ah iya aku tahu, kau ingin aku mati saja sekarang kan. Tidak usah repot – repot untuk menghilangkanku dari muka bumi ini karena aku tidak akan menghilang sebelum aku membuat keluargamu hancur seperti yang kau lakukan kepada keluargaku.” Dia berdiri kemudian berjalan meninggalkanku. Tapi entah kenapa dia membalikkan badannya lagi. “ aku kesini untuk mengatakan bahwa aku sangat merindukanmu. Kau bahkan tidak menanyakan kabarku setelah sekian lama tak berjumpa denganku.” Dia tersenyum. “aku pergi dulu.”
Hilang sudah beban yang aku tanggung selama ini. Semua kejahatan yang aku lakukan terhadapnya harus dibayar dengan kenyataan pahit bahwa aku harus kehilangannya lagi bukan untuk sementara tapi untuk selamanya. Andai dia tahu bahwa aku sangat mencintainya. Andai dia tahu bahwa sebenarnya aku menahan diri untuk memeluknya agar rasa rindu ini dapat tersampaikan. Andai dia tahu betapa sulit aku hidup selama ini karena menanggung rasa sakit karena harus menghancurkannya. Jika saja dia tahu, apakah dia akan berbalik padaku, memelukku dan mengatakan ‘AKU MENCINTAIMU’. Tapi kehilangannya adalah harga yang harus ku bayar bahkan mungkin harga ini belum cukup untuk membayar luka di hatinya karenaku.
Kali ini aku benar – benar kehilanganmu !!
tengkyu so much..