Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lantunan Ayat Cinta Azra
MENU
About Us  

Azra bertekad untuk tidak pernah lagi memikirkan apapun tentang Azmi. Dia harus benar-benar melupakan semuanya. Azmi bukanlah orang yang harus dirinya cintai, tapi Allah lah yang berhak atas cintanya, dia tak ingin membuat Allah cemburu lagi kepadanya.

Azra berjalan menyusuri rak buku di perpustakaan pribadinya, ruangan yang luasnya 10x10 meter dengan 5 rak buku yang terdiri dari 6 tingkat berisi ribuan buku dengan berbagai jenis mulai dari ilmu pengetahuan, sastra lama, komik, novel, dan buku-buku lainnya.

            Azra sangat menyayangi buku-bukunya, hingga setiap buku yang ada di perpustakaannya itu tidak ada satu pun yang tidak disampulnya dengan plastik mika. Azra mengambil beberapa buku secara acak, salah satu buku yang ia ambil ternyata buku ‘Muhammad Al-Fatih 1453’ Karya Ust. Felix Y. Siauw.

            Dibacanya buku itu kisah tentang panglima terbaik yang telah Rasulullah SAW. ramalkan siapa lagi kalau bukan Sultan Mehmed II, Muhammad Al-Fatih. Seorang Sultan muda yang begitu berani dan gagah yang mampu menakhlukkan konstantinopel di usianya yang baru menginjak 21 tahun. Membuat Azra begitu kagum dengan perjuangan para pemimpin-pemimpin pada zaman dahulu.

            Azra begitu menikmati waktu membacanya hingga suara adzan ashar berkumandang “Allahuakbar… Allahuakbar….”

            “Ya Rahmaan…. Udah ashar aja, buku ini benar-benar telah menyihirku, sehingga aku lupa waktu,” gumam Azra. “Masih adakah pemimpin seperti Muhammad Al-Fatih?” lirih Azra dalam hati.

            Disusunnya kembali buku-buku yang telah diambilnya tadi ke tempat semula. Kemudian ia berjalan keluar manuju kamarnya, segera mungkin Azra ke kamar mandi yang berada di kamarnya langsung mangambil air wudlhu dan mengerjakan shalat ashar empat rakaat ditambah dengan dua rakaat shalat rawatib qabliyah.

            Azra memuraja’ah hafalannya, kali ini ia mulai memuraja’ah Surah Al-Fath begitu merdu membuar siapa saj yang mendengarkannya pasti ikut terbawa arus lantunan ayat-ayat itu. Azra menangis saat dirinya membaca ayat “wa yu’azzibal-munaafiqiina wal-munaafiqaati wal-musyrukiina wal-musyrikaatizh-zhaaannina billahi zhannas-sauu’, ‘alaihim daaa ‘iratus-sauu’, wa ghadhiballahu ‘alaihim wala’anahum wa a’adda lahu, jahannam, wa saaa’at mashiira” Azra menangis tersedu-sedu hingga tak mampu meneruskan bacaannya. Ia teringat akan semua dosa yang telah ia lakukan.

Arti dari ayat yang ia bacakan begitu menampar dirinya ‘Dan Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, dan (juga) orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (azab) yang buruk, dan Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka, serta menyediakan Neraka Jahanam bagi mereka. Dan (Neraka Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali’

“Ya Allah…. Apakah aku termasuk diantara mereka? Jika iya maka maafkan aku Ya Allah dan kembalikan aku ke jalan-Mu” lirih Azra.

***

            Azmi melepas sepatunya dan melangkah masuk. Ruangan itu terasa begitu dingin karena suhu kira-kira 16⸰C. Nampak AC diatas dinding ruangan itu di atas jendela dekat sofa panjang biru tua. Pandangannya tertuju pada sebuah foto di atas meja, foto seorang wanita bermata hitam lebar dan hidung yang macung, sangat cantik. Ditambah balutan hijab berwarna dusty pink membuat wanita itu terlihat tambah cantik. Siapakah wanita itu? Ia adalah wanita yang selalu mengusik pikiran Azmi.

Dia Afischa Azra. Seorang hafidzah yang merupakan siswi teladan di sekolahnya, foto itu ia ambil saat merka latihan duet bersama, yang pasti tanpa sepengetahuan wanita itu. “Maafkan aku Ra, aku mengambil fotomu tanpa izin denganmu dahulu,” lirih Azmi.

            “Aku sebenarnya heran denganmu Ra, apa salahku sehingga akhir-akhir ini kamu selalu menghindariku? Aku mohon padamu jelaskan semuanya kepadaku, agar aku tidak bingung seperti ini. Aku tahu aku memang tidak pantas bagimu, karena kita begitu berbeda. Tapi setidaknya kamu bisa menerimaku sebagai sahabatmu. Azra andai kamu tahu bagaimana perasaanku kepadamu, kamu pasti tidak akan pernah menyangka bahwa cinta itu segila ini! Aku benar-benar sudah gila karenamu.”

            Lagi-lagi Azmi mengingat sikap Azra kepadanya yang begitu dingin.

“Azra!”

            Langkah Azra pun terhenti kemudian ia mengeluarkan suara “Lepaskan tanganku”

            Azmi pun melepaskan tangan Azra “Ra… Aku ingin bicara sama kamu, aku mohon!” ujar Azmi.

            “Mau bicara apa? Cepat aku tidak punya waktu,” ketus Azra.

            “Ini pasal kejadian di rumah Bu Reyn,” jelas Azmi.

            “Nggak ada yang perlu dibicarakan tentang hal itu,” ujar Azra seraya berjalan meninggalkan Azmi.

            “Azra….. aku mohon dengarkan aku dulu,” pinta Azmi.

Azra menghentikan langkahnya, “Apa yang mau kamu bicarakan lagi? Kurasa tidak ada hal yang perlu kita bahas tentang kejadian di rumah Bu Reyn,” ujar Azra dengan menahan perasaannya, air matanya udah tak kuat lagi, ia rasanya ingin menagis. Tapi ia mencoba untuk tetap tegar.

“Ada Ra, aku mau minta maaf,” ucap Azmi.

“Nggak ada yang perlu dimaafkan kamu tidak salah, Assalamualaikum,” ujar Azra seraya berjalan meninggalkan Azmi.

“Demi Allah aku bingung akan sikapmu Ra,” lirih Azmi. Ia mengambil figura yang berisi foto Azra yang sedang membaca Al-qur’an begitu cantik walau dalam keadaan yang tidak siap. “Apakah ini saatnya aku harus melupakanmu Ra? Sepertinya Allah telah cemburu kepadaku sehingga aku harus menerima kenyataan ini, iya Allah telah membuatku tambah jauh darimu,” batin Azmi.

            Ditatapnya kembali foto itu seraya bergumam “Kamu begitu sempurna untuk kumiliki Ra, mungkin aku memang tidak pantas untukmu. Dirimu bagaikan Aisyah yang begitu mulia hanya orang yang baiklah yang pantas untukmu, sebagaimana Aisyah yang hanya Allah takdirkan untuk Rasulullah. Dirimu juga Allah takdirkan dengan orang yang baik seperti Rasulullah. Mungkin Zakkylah yang pantas untukmu.”

            Azmi segera mengeluarkan foto itu dari bingkai itu kemudian memasukkan foto itu di dalam salah satu buku di meja belajarnya. Mamanya yang kebetulan baru masuk ke kamar Azmi bertanya padanya “Kenapa fotonya disimpan di sana Az?” tanya Mama.

            Azmi terkejut mendengar suara mamanya “Hmmm…. Nggak apa-apa kok Ma,” jawab Azmi berbohong.

            “Sudah beberapa minggu ini Mama melihat foto itu di meja belajarmu, kalau Mama boleh tau itu siapa?” tanya Mama.

            “Bukan siapa-siapa kok Ma,” jawab Azmi berbohong.

            “Jujur saja dengan Mama sayang, Mama nggak bakalan marah. Apakah dia orang yang selama ini Azmi kagumi itu?” tanya Mama lagi.

            “Hmmm…. Iya Ma, dia Azra siswi teladan di sekolah Azmi, dia juga hafidzah di sekolah Azmi,” ujar Azmi.

            “Sini Mama liat fotonya,” pinta Mama.

            Azmi mengeluarkan foto itu dari buku dan menyerahkannya kepada Mamanya.

            Mama Azmi melihat foto itu dengan penuh kagum “Dia cantik Az, kelihatannya dia juga lemah lembut. Mama suka dengan dia,” ujar Mama.

            “Sepertinya dia cocok untuk menjadi menantu di rumah ini, dia cantik cocok buat anak Mama yang ganteng ini. Dan kelihatannya dia juga pandai, apalagi dia seorang hafidzah, Mama merasa sangat beruntung kalau bisa punya menantu seperti Azra,” ujar Mama berharap.

            Azmi hanya tersenyum simpul namun tak mengeluarkan satu patah kata pun. Dirinya tidak tahu harus bilang apa pada Mamanya tentang Azra, dia tidak mau membuat Mamanya kecewa. Kerena baginya Mamanya adalah segala-galanya.

***

            Seiring berjalannya waktu Azmi akhirnya bisa melupakan Azra sedikit demi sedikit, walaupun terkadang nama itu masih terbesit didalam batinnya. Sekarang mereka telah duduk di kelas dua belas, kira-kira telah berjalan dua tahun usaha Azmi untuk melupakan Azra.

            Ada sedikit dalam hatinya terselip rasa kagum kepada Sylla yang sudah belajar mengenakan hijab, walau hanya jilbab paris yang tipis tapi setidaknya ia telah berusaha untuk mengenakannya. Dan sikapnya yang judes dan suka mengunjing orang perlahan hilang. Sylla terlihat tambah cantik dengan balutan hijab itu. Tapi entah mengapa Azra selalu yang lebih menarik di dalam pikirannya. Azmi merasa belum pernah melihat wanita sesempurna Azra. Ia bagaikan bidadari bermata jeli yang Allah sebutkan dalam Firmannya. “Ah Azra lagi-lagi kamu mengusik hidupku,” batin Azmi.

            Azmi terdiam dalam lamunannya mengingat sikap Azra kepadanya yang begitu dingin “Ah… Azra, andai aku sudah berhenti merokok dari dulu, kamu tidak akan mungkin melihatku dengan keadaan yang begitu. Dan kecanggungan diantara kita pun tidak akan tercipta,” gumam Azmi merenungi kesalahan terbesar dalam hidupnya.

            “Sekarang sudah dua tahun berlalu, namun kecanggungan diantara kita tidak pernah mencair, dirimu semakin menjauh dariku. Bahkan untuk menoleh saat diriku menyapa pun mungkin tidak. Dan bodohnya aku selama itu juga perasaanku tidak berubah, hanya sedikit memori yang kulupakan namun memori lainnya begitu kuat menarikku kembali ke arahmu. Ntah apa yang harus ku lakukan agar aku dapat melupakanmu seutuhnya dan menata hidupku kembali,” batin Azmi.

            Seketika Azmi merasa Allah telah mengujinya dengan cobaan yang begitu berat hingga dirinya merasa tak sanggup lagi untuk menjalaninya. Selama ini dia selalu berusaha kuat namun hari ini dia begitu rapuh saat dirinya tak sengaja menemukan foto Azra di dalam buku bacaannya. Teringat olehnya dialog antara dirinya dan Mamanya.

“Sudah beberapa minggu ini Mama melihat foto itu di meja belajarmu, kalau Mama boleh tau itu siapa?” tanya Mama.

            “Bukan siapa-siapa kok Ma,” jawab Azmi berbohong.

            “Jujur saja dengan Mama sayang, Mama nggak bakalan marah. Apakah dia orang yang selama ini Azmi kagumi itu?” tanya Mama lagi.

            “Hmmm…. Iya Ma, dia Azra siswi teladan di sekolah Azmi, dia juga hafidzah di sekolah Azmi,” ujar Azmi.

            “Sini Mama liat fotonya,” pinta Mama.

            Azmi mengeluarkan foto itu dari buku dan menyerahkannya kepada Mamanya.

            Mama Azmi melihat foto itu dengan penuh kagum “Dia cantik Az, kelihatannya dia juga lemah lembut. Mama suka dengan dia,” ujar Mama.

“Sepertinya dia cocok untuk menjadi menantu dirumah ini, dia cantik cocok buat anak Mama yang ganteng ini. Dan kelihatannya dia juga pandai, apalagi dia seorang hafidzah, Mama merasa sangat beruntung kalau bisa punya menantu seperti Azra,” ujar Mama berharap.

            “Ohhh…. Mama, kuharap Mama tidak kecewa karena aku tidak bisa mendapatkan Azra seperti harapannya Mama,” lirih Azmi.

***

            Wanita bermata sipit dengan hidung mungil dan badan yang tinggi itu berjalan melenggok-lenggok di atas panggung fashion show produk branded. Dengan balutan pakaian muslimah casual yang begitu trendy menambah pancaran cahaya kecantikannya. Dia Sylla model dari berbagai produk pakaian dan produk kecantikan.

            Sylla melirik ke seluruh penjuru ruangan mencari Azmi. Namun matanya tidak menemukan Azmi. “Apa Azmi nggak jadi dateng ya?” tanyanya dalam hati. “Bukankah ia telah berjanji akan datang melihat pagelaran fashion show ku,” batinnya.

            Teringat olehnya janji Azmi kemarin “Az, besok kamu ada kerjaan nggak?” tanya Sylla.   

            “Hmmm… Nggak ada deh Syl kayaknya, ada apa?” tanya Azmi.

            “Besok aku ada pagelaran fashion show di Departemen Store. Kamu bisa dateng nggak?”

            “Hmmm…. In Syaa Allah deh, besok aku akan datang nonton pagelaran fashion showmu.”

            “Yeayyy…. Makasih Az, kamu memang sahabat terbaikku.”

            Sylla hanya bisa berharap Azmi akan datang. Namun sampai acara selesai pun Azmi tidak menampakkan batang hidungnya disana. Sylla duduk termenung di meja riasnya, ia benar-benar kecewa dengan Azmi. “Kalau tidak ada niat untuk datang setidaknya jangan berikan harapan palsu, langsung aja tolak ajakanku. Aku akan mencoba menerimanya, namun caramu yang seperti ini membuatku benar-benar kecewa kepadamu Az,” batin Sylla.

            Tiba-tiba kristal cair bening  jatuh dipipinya melunturkan make up tebal diwajahnya yang cantik, namun itu tidak melunturkan kecantikkannya. Ryadi yang melihat Sylla menangis langsung menghampirinya kemudian bertanya. “Kamu kenapa Syl?” tanya Ryadi.

            “Eh, Ryadi. Nggak apa-apa kok, aku hanya terharu aja karena hari ini acaraku sukses besar,” ujar Sylla berbohong.

            Karena pandainya Sylla dalam menyembunyikan masalahnya, jadi tidak terlihat oleh Ryadi kalau Sylla sebenarnya tengah membohonginya “Maafkan aku Ryadi aku benar-benar nggak bisa cerita denganmu,” batin Sylla.

            “Ohhh… Nih hapus dulu air matanya, ntar cantiknya hilang loh,” ujar Ryadi seraya memberikan tissue kepada Sylla.

            “Thanks.”

            “It’s my pleasure.”

            “Ohhh… Tuhan… Apakah aku harus melupakan Azmi agar aku tidak tersiksa lagi seperti ini, aku capek terus bertengkar dengan hatiku dan terus bersandiwara di depan semua orang,” lirihnya dalam hati.

***

            Malam itu, Azmi begitu gelisah. Dadanya terasa sesak, karena ia teringat akan janjinya kepada Sylla. “Az, besok kamu ada kerjaan nggak?” tanya Sylla.          

            “Hmmm… Nggak ada deh Syl kayaknya, ada apa?” tanya Azmi.

            “Besok aku ada pagelaran fashion show di Departemen Store. Kamu bisa dateng nggak.”

            “Hmmm…. In Syaa Allah deh, besok aku akan datang nonton pagelaran fashion showmu.”

            “Yeayyy…. Makasih Az, kamu memang sahabat terbaikku.”

            “Ohhh… Rahman…. Semoga Sylla nggak marah,” batin Azmi. Diambilnya smartphone berlogo apel digigit itu terlihat sangat trendy dengan warna goldnya yang begitu menawan, menunjukkan bahwa pemiliknya adalah orang-orang yang berkelas.

            Azmi menekan tombol powernya mencari aplikasi whatsapp kemudian mengetikkan pesan chat kepada Sylla. “Assalamualaikum Syl, bagaimana acaramu tadi? Lancarkan! Maaf ya tadi aku benar-benar lupa kalau aku ada janji denganmu.”

            Centang dua, itu menunjukkan bahwa whatsapp Sylla sedang aktif, “Alhamdulillah whatsappnya aktif,” lirih Azmi. Namun pesan Azmi lama tak ada balasan dari Sylla, kira-kira dua jam sudah pesannya terkirim, namun masih tak ada balasan dari Sylla. Azmi masih menunggu jawaban Sylla karena dia merasa begitu bersalah kepada Sylla. “Apakah Sylla marah padaku?”

Dilain tempat Sylla melihat notif smartphone nya whatsapp; Azmi:“Assalamualaikum Syl, bagaimana…” Namun pesan itu tak sedikit pun dibukanya. “Hmmm… Paling-paling minta maaf tuh anak,” ujar Sylla dalam hati. “Aku udah benar-benar terlanjur kecewa denganmu Az, sudah yang kesekian kalinya kamu ingkar janji,” batinnya.

Sylla membuat snapshot di whatsappnya “Jika memang diriku bukanlah tujuanmu, semoga waktu membuatku lupa.”

Azmi melihat snapshot Sylla, ia langsung balas snapshotnya. “Syl, aku mohon maafkan aku. Aku tahu aku salah.” Namun tak sedikitpun digubris oleh Sylla. Azmi langsung mengambil tindakan. Ia menelpon Sylla melalui whatsapp. Tapi berkali-kali ia telpon tak satu pun dijawab oleh Sylla padahal statusnya berdering. “Sylla kumohon jawab telponku,” batin Azmi.

Sylla benar-benar tak bisa menjawab telpon dari Azmi, dirinya benar-benar sudah tidak mau bicara dengan Azmi lagi. “Aku benci kamu Az,” lirih Sylla. “Kumohon jangan membuatku tambah membencimu.” Tangis Sylla pecah karena ucapannya tidak sesuai dengan hati nuraninya. Otaknya bicara bahwa dirinya membenci Azmi, namun hatinya tetap bersikukuh mencintai Azmi.

Keputusan terakhir Azmi ambil, ia langsung menekan ikon video call, dengan harapan Sylla akan menjawabnya. “Syl, aku mohon jawab bentar aja,” gumam Azmi.

Sylla yang sudah benar-benar tak sanggup lagi berbohong dengan hatinya akhirnya menjawab panggilan video dari Azmi. Sampai dirinya lupa menghapus air matanya. “Halo, Assalamu’alaykum,” ujar Sylla mengucapkan salam.

“Wa’alaikumussalam. Alhamdulillah akhirnya kamu menjawab panggilanku,” ujar Azmi. “Kamu kenapa Syl? Kamu habis nangis?” tanya Azmi.

Sylla diam seribu bahasa, matanya berkaca-kaca, sebenarnya ia benar-benar ingin menangis. Lagi-lagi Azmi menanyakannya “Syl, kamu habis nangis? Maafkan aku!” ucap Azmi.

Akhirnya tangis Sylla tak mampu ditahannya lagi, air matanya mengalir begitu saja. Kata-kata yang ia simpan selama ini akhirnya keluar begitu saja “Kamu jahat Az! Kamu tahu aku menunggumu Az, menunggu kedatanganmu. Sudah yang kesekian kalinya kamu mengecewakanku, jika kamu tidak bisa datang setidaknya kamu jangan berjanji. Aku akan merasa lebih baik jika kamu jujur begitu daripada begini, aku tidak suka dikasih harapan palsu kek gitu. Dasar PHP! Aku benci kamu Az!” kesal Sylla.

“Maafkan aku Syl…..” Namun belum selesai ia mengucapkannya Sylla menutup telponnya. “Syl…. Syl….,” panggilnya. “Ah…. Sepertinya sudah benar-benar tidak ada lagi tempat untukku, aku benar-benar telah mengecewakan semua orang. Azra sudah tidak menerimaku lagi, sekarang Sylla juga sudah membenciku. Aku benar-benar tidak berguna,” batin Azmi.

***

Air mata Azra jatuh, dirinya tak menyangka bahwa hari ini dia sudah lulus sekolah menengah tingkat atas. Waktu terasa begitu cepat, sampai luka hati yang tercipta karena harapannya yang kadas saja belum sempat mengering. “Ohhh… Azmi kumohon segeralah pergi dari pikiranku,” batin Azra. “Ahhh… Lupakan semuanya! Toh nanti aku tidak satu kampus dengan Azmi.”

            “Ah dulu aku yang membaca Al-Qur’an untuk kelulusan kakak kelas, kali ini aku yang dibacakan Al-Qur’an oleh adik kelas untuk kelulusanku. Semuanya terasa begitu cepat, sebentar lagi aku akan meninggalkan Indonesia, hidup jauh dari Umi dan Abi, juga semua keluarga dan kerabat.”

            Zakky berjalan pelan-pelan seraya berjinjit ke arah dimana Azra duduk, Uminya Azra melihat Zakky yang berjalan ke arah mereka. Menyadari tantenya melihatnya Zakky meletakkan jari ke bibirnya memberi isyarat kepada tantenya untuk diam. Mengerti akan isyarat dari Zakky, Uminya Azra pun diam pura-pura tidak tahu dan melanjutkan aktivitasnya.

            Dengan membawa bucket bunga besar berwarna pink muda dengan pita pink fanta dan boneka Hello Kitty dengan tinggi sekitar satu meter berwarna senada Zakky berjalan ke arah Azra. Tiba di samping Azra Zakky memposisikan boneka Hello Kitty yang besar itu di depan mukanya kemudian mencolek bahu Azra.

            Azra menoleh ke arah orang yang mencoleknya, Sontak Azra kaget melihat boneka Hello Kitty besar itu bisa ada di sampingnya, refleks Azra langsung memukul bahu orang di belakang boneka itu. Zakky menyingkirkan boneka itu dari depan wajahnya kemudian tersenyum nakal ke Azra. “Kak Zakky!” ujar Azra dengan wajah sedikit memerah karena marah.

            Zakky tertawa melihat wajah imutnya Azra saat marah “Azra…. Azra…. Kamu imut banget deh kalo lagi marah,” ledeknya. “Jadi pengen tarik pipi chubby nya yang kayak bakpao.”

            “Ihhhh… Kak Zakky, suka banget ngeledek orang. Gini-gini banyak yang suka kali! Walaupun agak gendut tapi kan Azra cantik, mirip Kim So Hyun. Imut-imut gitu,” ujar Azra seraya memegang kedua pipinya layaknya gaya cherrybell.

            Umi tertawa melihat tingkah putri tunggalnya itu, padahal sudah lulus SMA tapi di matanya Azra masih seperti anak kecil, yang semua tingkahnya membuat orang tertawa. “Azra…. Azra…. Dimata Umi kamu masih saja kayak anak SD yang imut,” batin Umi.

            “Oh iya Ra, selamat ya! Sekarang kamu udah lulus SMA berarti kamu udah gede loh. Jangan sering makan es krim lagi, malu dengan umur,” ledek Zakky. “Nih untukmu,” ujarnya seraya menyerahkan boneka dan bucket bunga yang ia bawakan “Chukkhaeyo.”

            “Hmmm…. Gomawopta.”

            “Hmmm…. Aku nggak ditawarkan duduk ya!”

            “Oalahh…. Iya Kak maaf, silahkan duduk,” ujar Azra seraya mengambil tasnya yang tadinya ia letakkan di atas kursi kosong di sampingnya. Zakky pun duduk di kursi itu.

            Azra kembali fokus kearah panggung, menyaksikan pertunjukkan yang disajikan oleh adik kelasnya. Dia sangat menikmati pertunjukkan itu, sampai dirinya lupa untuk mengajak Zakky untuk sekedar ngobrol untuk menghilangkan kebosanannya. Zakky memandangi wajah Azra, memperhatikan setiap detail wajah yang selalu membuat hatinya bergetar. Iya selama hidupnya hanya wajah Azralah yang mampu meneduhkan jiwanya. Tapi Azra adalah sepupunya, anak tantenya. “Azra…. Jujur perasaan ini begitu menyiksa batinku. Ingin rasanya ku ungkapkan semuanya, tapi sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk itu,” batin Zakky.

            Sementara tak jauh dari tempat mereka Azmi tengah duduk memperhatikan mereka “Ahh…. Zakky dan Azra memang cocok, kelihatannya Azra juga suka dengan Zakky. Zakky sepertinya begitu mencintai Azra, sampai rela datang di acara perpisahan Azra segala. Hmmm…. Semoga Zakky adalah orang terbaik yang Allah kirimkan untuk Azra,” batin Azmi.

            Dirinya terdiam hanyut dalam nestapa rindu yang tak tersampaikan. Sampai Arunika tak sanggup untuk kembali menampakkan sinarnya dan Swastamita juga datang tak seindah biasanya. Gradasi warnanya tak sesuai, warna jingganya yang terlalu banyak menyembunyikan warna biru dan nila yang seharusnya memaniskan gambaran cahayanya.     

            “Azra…. Kuharap kamu bahagia bersama Zakky. Dan tentang aku, jangan pikirkan itu! Aku baik-baik saja. Biarkan cinta ini hanya menjadi sejarah dalam catatan harianku, menjadi kisah terindah yang terukir dalam memori hidupku. Cintaku sederhana, asal engkau bahagia maka aku akan ikut bahagia. Jika memang Zakkylah bahagiamu maka kuharap waktu bisa membuatku lupa tentang cinta ini,” batin Azmi

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • diandra_lovia

    MasyaAllah pengen deh jadi kayak Azra

    Comment on chapter Ikhwan yang Bersuara Merdu
Similar Tags