Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lantunan Ayat Cinta Azra
MENU
About Us  

Saat matahari mulai tergelincir dari titik kulminasi, Seorang gadis cantik bermata besar dengan hidung yang macung, kulit putih bersih bibir tipis dan berwarna pink tengah berjalan sendirian di trotoar jalan dengan membawa beberapa buah buku di tangannya. Siapa lagi dia kalau bukan Azra, putri tunggal penguasaha kaya yang selalu tampil natural dan sederhana.

            Azra berjalan pelan sesekali ia harus melompati pecahan semen dari trotoar, dan terkadang dia harus terpaksa menepi karena jalan trotoar diambil alih oleh para pengendara motor yang tidak takut aturan lalu lintas. “Hmmm….. Sampai kapan ya di Indonesia begini?” tanya Azra dalam hati.

            Azra kembali menyusuri jalanan itu, suhu yang begitu panas membuat keringat Azra jatuh bercucuean membasahi badannya. Pelipisnya penuh peluh, namun itu tidak mematahkan semangatnya untuk mengikuti kajian mingguan di masjid agung yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya.

            Masjid berwarna biru muda itu terlihat begitu indah dipadu dengan warna biru metalik dan beberapa paduan warna biru lainnya dan warna emas, begitu mewah dan cantik dilihat oleh mata. Pohon kurma di beberapa sudut halaman masjid juga membuat masjid itu terlihat tambah indah.

            Azra memasuki pintu masjid itu duduk diantara para jamaah yang sudah banyak hadir, ia duduk dibarisan ketiga jamaah akhwat disamping seorang wanita bercadar yang mengenakan pakaian serba hitam. “Assalamualaikum,” sapa Azra kepada wanita itu.

            “Wa’alaikumussalam,” jawab wanita itu.

            “Boleh saya duduk disini?” tanya Azra basa-basi.

            “Boleh donk Ukh,” jawab wanita itu ramah. “Oh iya namanya siapa Ukh?” tanya wanita itu.

            “Saya Azra, Wa anti?”

            “Ana Aisyah,” jawab wanita itu.

            Azra bertanya kepada Aisyah tentang cadar, mulai sejak kapan ia mengenakan cadar, motivasi ia bercadar, dan banyak hal lainnya Azra tanyakan seputar agama denga Aisyah.

            Mendengar jawaban dari Aisyah Azra terharu kagum dengan perjuangan wanita itu, mulai dari dijauhi oleh keluarga dan teman, difitnah teroris dan radikal serta masih banyak hujatan lainnya yang memojokkan dirinya sebagai wanita muslimah yang bercadar.

            Kristal bening jatuh dari ujung matanya, Azra tak kuasa menahannya lagi, perjuangan yang sungguh luar biasa. Ia membayangkan bagaimana jika dirinya berada di posisi Aisyah, mungkin saja saat itu dia sudah tak sanggup lagi menjalani hidup.

            Aisyah yang melihat Azra menangis pun bertanya “Kamu kenapa Ukh?” Tanya Aisyah.

            “Nggak apa-apa Ukh. Ana hanya membayangkan cerita Anti, Ana membayangkan bagaimana jika Ana yang berada di posisi Anti saat itu, mungkin Ana tak bisa setegar Anti, mungkin saja Ana sudah menyerah” Ujar Azra.

            “Awalnya emang berat Ukh, tapi jika kita sudah menyerahkan semuanya kepada Allah. Maka semuanya akan menjadi ringan, Yakinlah! Karena Allah selalu ada bersama kita, Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya sendirian. Kehilangan cintanya manusia itu biasa Ukh, karena kita masih punya cintanya Allah. Tapi kalau kita kehilangan cintanya Allah. Siapa lagi yang akan mencintai kita?” tutur Aisyah.

            “Iya Ukh.” Azra benar-benar terharu dengan ketangguhan Aisyah “Ya Allah….. Bisakah aku sekuat Aisyah,” batinnya.

            Beberapa jurus kemudian kajian mingguan itu dimulai. Tema hari ini adalah “Ketika Virus Merah Jambu Menyapa, Aku Bisa Apa?”

            Azra menyimak materi kajian itu dengan saksama, sambil mengingat memori kisah dalam hidupnya. Ya tentang perasaannya terhadap Azmi. “Ya Allah…. Apa yang telah aku lakukan selama ini? Aku mtelah mencintai seseorang yang tak seharusnya. Maafkan aku Ya Allah,” batin Azra.

            “Mencintai itu diperbolehkan malah itu adalah fitrahnya manusia namun cinta yang diperbolehkan itu hanyalah cinta karena Allah bukan cinta karena yang lainnya.”

            Kata-kata itu kembali menampar Azra, ia benar-benar sadar bahwa cintanya selama ini adalah bisikan dari syaitan “Ohhh…. Rahmaan… ampunilah aku,” lirihnya.

            Detik demi detik, menit demi menit berlalu hingga kira-kira sekitar satu jam setengah kajian itu berlangsung, selama itu pula Azra merenungi apa yang telah diperbuatnya “Ya Allah ternyata selama ini aku telah membuat-Mu cemburu, ternyata selama ini aku telah menjerumuskan kedua orangtuaku ke dalam neraka-Mu,” lirih Azra penuh penyesalan.

            Aisyah yang melihat Azra diam merenungi semuanya hanya terdiam membiarkan Azra memikirkan dan merenungi semuanya. “Ya Allah….. Semoga kajian ini bisa membuat Azra tambah istiqamah di jalan-Mu,” lirih Aisyah dalam doanya.

            Cinta karena Allah itulah hakikat cinta yang sebenarnya. Cinta karena Allah ini diwujudkan dengan mendoakan orang yang dicintai tanpa diminta. Itulah yang dicerminkan oleh Aisyah seorang akhwat bercadar yang baru Azra kenali di masjid itu.

***

            Spanduk besar terpasang di depan gerbang sekolah itu bertuliskan ‘Selamat Datang Tamu Undangan Acara Pelepasan siswa-siswi kelas XII SMK Negeri 1’

            Zakky memasuki gerbang bersama kedua orangtuanya, Ayahnya benar-benar antusias dengan acara perpisahan putra sulungnya itu hingga ia rela meninggalkan jadwal meetingnya bersama klien.

            Zakky berjalan berdampingan bersama Ayahnya, wajah Ayahnya yang begitu awet muda sehingga orang-orang yang melihatnya mengira mereka adalah adik kakak bukan ayah dan anak.

            Acara perpisahan hari itu begitu meriah dengan hiburan dari team band internal sekolah yang tampil begitu memukau, tidak hanya team band, team paduan suara dan team tarinya juga tampil begitu memukau pada acara itu.

            Azra juga ikut andil dalam acara perpisahan itu, ia bertugas melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Surah Al-Fath lah yang dia pilih dengan arti kemenangan yang nyata. Dengan suara yang begitu merdu dan menyayat-nyayat membuat setiap orang yang mendengarnya terbawa arus dengan lantunan suaranya.

            “Azra…. Azra….. Lantunan ayat itu begitu menyentuh hati,” lirih Zakky.

            Azmi yang ada di ruangan itu menatap ke arah Azra penuh dengan perasaan “Azra….. Andai kamu tahu perasaanku, apakah kamu akan menerimaku?” batin Azmi.

            Kedua insan itu begitu mencintai Azra, namun Azra tidak mengetahui itu semua. Apalagi Zakky sepupunya, Azra tidak pernah menangkap tanda-tanda bahwa Zakky memiliki perasaan terhadapnya.

            “Sadaqallahul ‘adzim,” ucap Azra mengakhiri bacaannya. Azra kemudian turun meninggalkan panggung. Matanya melirik ke segala penjuru arah mencari Zakky. “Nah itu Kak Zakky,” ujarnya setelah menemukan dimana Zakky berada. Ia segera keruangan dibelakang panggung mengambil tasnya mengeluarkan rangkaian bunga dari kain flannel karyanya sendiri, kemudian berjalan kearah Zakky. Namun di perjalanan ia bertemu dengan Azmi.

            Azra mempercepat langkahnya menghindari Azmi. Azmi yang melihat tingkah Azra langsung menarik tangannya. “Azra!”

            Langkah Azra pun terhenti kemudian ia mengeluarkan suara “Lepaskan tanganku.”

            Azmi pun melepaskan tangan Azra “Ra… Aku ingin bicara sama kamu, aku mohon!” ujar Azmi.

            “Mau bicara apa? Cepat aku tidak punya waktu,” ujar Azra.

            “Ini pasal kejadian di rumah Bu Reyn,” jelas Azmi.

            “Nggak ada yang perlu dibicarakan tentang hal itu,” ujar Azra seraya berjalan meninggalkan Azmi.

            “Azra….. aku mohon dengarkan aku dulu,” ujar Azmi.

Azra menghentikan langkahnya, “Apa yang mau kamu bicarakan lagi? Kurasa tidak ada hal yang perlu kita bahas tentang kejadian di rumah Bu Reyn” ujar Azra dengan menahan perasaannya, air matanya udah tak kuat lagi, ia rasanya ingin menagis. Tapi ia mencoba untuk tetap tegar.

“Ada Ra, aku mau minta maaf,” ujar Azmi.

            “Nggak ada yang perlu dimaafkan kamu tidak salah, Assalamualaikum” Ujar Azra seraya berjalan meninggalkan Azmi dengan berlinang air mata. “Azra…. Azra…. Kamu bodoh banget! Kenapa kamu menangis hanya karena Azmi, hanya karena kecewa dengan perilaku orang yang bukanlah siapa-siapanya dirimu,” sesal Azra dalam hati.

            Azmi terdiam mematung melihat Azra pergi meninggalkannya tanpa mau mendengarkan penjelasan apa pun darinya “Mungkin aku memang tidak pantas untuk di maafkan, aku terlalu bodoh,” sesal Azmi. “Azra kuharap suatu hati nanti kamu mau mendengar semua penjelasan dariku, dan kali ini aku berjanji aku tidak akan pernah merokok lagi, aku tidak akan pernah menyakiti diriku sendiri lagi,” batin Azmi.

            Dari kejauhan sepasang mata melihat kejadian itu, mata itu ialah mata Sylla. Seorang wanita yang begitu menyukai Azmi. “Kenapa sih Azra begitu beruntung, Ada Azmi yang begitu mencintainya, Ada Zakky juga yang selalu melindunginya. Tapi, Azra begitu bodoh karena telah mensia-siakan Azmi. Andai saja Azmi tahu kalo aku benar-benar menyukai dia dan dia menerimaku maka akan kubuat Azmi menjadi laki-laki yang paling beruntung di dunia ini,” batin Sylla.

            Sylla berjalan pergi meninggalkan tempat persembunyiannya.

***

            Azra masih kalang kabut dengan perasaannya dia bingung dengan apa yang telah dia lakukan. “Ya Allah…. Apakah keputusanku ini tepat? Apakah dengan aku bersikap begini dengan Azmi akan memperbaiki keadaan atau malah memperburuk keadaan?” tanyanya dalam hati.“Ya Allah…. Aku harap keadaan ini tidak menjadi lebih buruk,” doanya.

            Azra menghapus air matanya menata nafasnya kemudian berjalan ke arah dimana Zakky berada, dia tidak mau Zakky tahu kalau dirinya habis menangis. “Assalamualaikum,” sapa Azra.

            “Eh Azra! Duduk nak, sini di samping tante,” ujar Ibunya Zakky seraya merangkul Azra.

            “Iya tante,” jawab Azra mengiyakan. “Eh, bukannya kemarin Om masih di Singapura. Kapan pulangnya?” tanya Azra basa-basi.

            “Hmmm….” Belum selesai ia bicara Zakky langsung memotongnya.

            “Tadi pagi Ra, Ayah terlalu antusias untuk menyaksikan kelulusan putra sulungnya yang ganteng dan keren ini,” ujar Zakky penuh percaya diri.

            “Wajar ganteng dan keren, ayahnya aja gentengnya kebangetan,” ujar Ayahya Zakky membanggakan diri.

            Mereka tertawa, membuat suasana begitu cair dan akrab. “Masa sih Om?”

            “Iya dong. Kalo Om nggak ganteng nggak bakalan Om dapet istri secantik Tantemu ini,” ujar Ayah Zakky seraya menggoda istrinya.

            Bundanya Zakky tersipu malu mendengar ucapan suaminya. “Ahhh… Ayah bisa aja deh,” ujar Bundanya Zakky malu.

            “Oh iya Kak, Congrats ya!” ucap Azra seraya memberikan rangkaian bunga dari kain flannel itu.

            “Wahhh…. Terima kasih Ra, bunganya cantik sekali, Kakak suka,” ujar Zakky.

            “Hmmmm….. Sama-sama kak, Masa sih kak?”

            “Iya Azra, cantik banget.”

            “Itu Azra bikin sendiri Kak karangan bunganya,” papar Azra.

            “Wahhh…. Wajar aja bunganya cantik, lah wong yang bikininnya cantik,” goda Zakky membuat wajah Azra memerah karena tersipu malu. “Tuhhh…. Mukanya jadi kek udang goreng,” ledek Zakky.

            “Ihhhh…. Kakak…. Suka benget deh godain Azra,” gerutu Azra.

            “Haha….. Habis kamu gemesin banget,” ujar Zakky seraya menarik pipi chubby nya Azra.

 

            “Kak Zakky!” teriak Azra.

            Zakky tertawa melihat Azra kesal dengannya.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • diandra_lovia

    MasyaAllah pengen deh jadi kayak Azra

    Comment on chapter Ikhwan yang Bersuara Merdu
Similar Tags