Read More >>"> Lantunan Ayat Cinta Azra (Ternyata Namanya Azmi) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lantunan Ayat Cinta Azra
MENU
About Us  

Rumah itu begitu besar dan megah dengan cat berwarna silver yang dipadukan dengan biru muda di kelilingi dengan pohon-pohon nan hijau serta bunga yang berwarna-warni di sekeliling pekarangan rumah yang begitu luas, membuat semua orang yang memandangnya bermimpi untuk memiliki rumah seperti itu.

            Pemilik rumah itu tak lain dan tak bukan seorang pemilik beberapa perusahaan besar di Indonesia, dia adalah keluarga Thamrin. Thamrin tinggal bersama istri dan anak tunggalnya Muhammad Azmi As-Sazili.

            Walaupun terlahir dari keluarga yang mapan, dan tidak terlalu mementingkan ilmu agama. Namun Azmi adalah seorang Hafidz Qur’an. Dia sudah hafal al-Qur’an sejak usianya sembilan tahun. Namun, karena pengaruh lingkungan Azmi juga terjebak dalam dunia yang kurang baik, hingga dia memiliki kebiasaan merokok. Padahal dia sudah tahu dampak dari itu semua tapi dia sudah kecanduan sehingga dia tidak bisa melepas kebiasaannya itu.

            “Azmi sayang,” suara lembut Mamanya memanggil, membuat Azmi menyahut panggilan itu dan segera beranjak.

            “Iya Ma,” jawab Azmi.

            “Kesini sebentar, ada yang mau Mama bicarakan!” ujar Mama.

            “Iya Ma.”

            Beberapa jurus kemudian Azmi sudah duduk menghampiri Mamanya di ruang keluarga. “Mau bicara apa Ma?” tanya Azmi.

            “Mama mau tanya, gimana plan bisnis yang Papamu minta kemarin? Udah kelar?” tanya Mama.

            “Udah Ma tinggal beberapa bagian lagi yang masih perlu dipertimbangkan. Mama jangan khawatir! Aku pasti bisa menyelesaikan tugas dari Papa. Karena Azmi anak Mama ini kan cerdas,” ujar Azmi memuji dirinya sendiri.

            “Iya sayang, anak Mama emang cerdas.”

            “Oh ya Ma, Azmi mau nanya? Mama pernah jatuh cinta?” tanya Azmi polos.

            “Oalah Az, kalo Mama nggak pernah jatuh cinta nggak mungkin Mama menikah dengan Papamu,” jawab Mama sambil tertawa.

            “Hehe…. Iya ya Ma,” ujar Azmi sambil menggarukkan kepalanya, padahal tidak gatal sedikitpun.

            “Emangnya kenapa? Azmi lagi jatuh cinta ya!” ujar Mama menggoda anak tunggalnya itu.

            “Hmmm…. Nggak kok Ma, Azmi cuma nanya aja,” jawabnya malu.

            “Ayo…. Jujur saja sama Mama, Mama ini Mama yang mengandung dan melahirkan serta membesarkan kamu, jadi Mama tahu betul gimana anak Mama,” ujar Mama.

            “Iya Ma,” jawabnya sambil tersenyum simpul.

            “Tuh kan Mama benar, ngomong-ngomong siapa perempuan beruntung yang mendapatkan hati anak Mama ini?” goda Mama. “Sylla kah orangnya!” tebak Mama.

            “Hehe… Bukan Ma, dia teman sekolah Azmi, siswa teladan dan berprestasi di sekolah. Dia juga cantik, ramah dan santun. Tapi….,” ujar Azmi menghentikan pembicaraannya karena nafasnya sesak.

            “Tapi kenapa sayang? Dia sudah punya pacar?” tanya Mama.

            “Bukan Ma,” jawab Azmi.

            “Terus. Dia menyukai orang lain?” tanya Mama penasaran.

            “Dia terlalu sempurna Ma, apakah Azmi pantas untuknya?” tanya Azmi menjelaskan kebimbangan hatinya.

            “Azmi…. Azmi…. Mama kira kenapa, Kalo itu mah bukanlah masalah yang besar sayang. Azmi juga cerdas dan berprestasi, Mama yakin Azmi pasti bisa mengimbanginya,” hibur Mama.

            “Tapi Ma….,” ujar Azmi ragu.

            “Kanapa lagi sayang?” tanya Mama.

            “Azmi nggak berani ngungkapin semuaanya ke Azra, jangankan untuk mengungkapkannya, untuk bertemu dengannya aja Azmi gugup,” ujar Azmi.

            “Nanti tanyakan jurusnya pada Papamu. Papamu itu dulunya jago banget dekati cewek. Buktinya aja fans Papamu banyak banget sampai sekarangpun masih begitu,” ujar Mama memberi saran.

            “Okay Ma. Makasih Mama, Azmi sayang Mama,” ungkapnya seraya memeluk Mamanya.

            “Iya sayang sama-sama,” jawab Mama seraya mengelus puncak kepala Anak kesayangannya itu.

***

            Sekolah favorit itu selalu ramai, tidak perduli hari sekolah atau hari libur. Selalu ada saja kegiatan yang diadakan oleh siswa-siswinya, membuat suasana di dalamnya terlihat begitu hidup. Seperti halnya hari itu padahal hari minggu tapi sekolah itu masih ramai oleh kegiatan anak basket yang sedang mengadakan sparing dengan anak SMA tetangga. Hari itu Azra diminta oleh Ibu Shalihah untuk menemuinya di sekolah.

            Azra mengetuk pintu ruang guru seraya mengucap salam. “Assalamualaikum.”

            “Wa’alaikumussalam,” jawab Bu Shalihah. “Eh, Azra. Masuk-masuk!” ajak Bu Shalihah mempersilahkan Azra masuk.

            “Iya Bu,” jawab Azra mengiyakan.

            Azra masuk dan mengiringi Bu Shalihah menuju ruangannya. “Duduk Ra,” tawar Bu Shalihah.

            “Iya Bu,” jawab Azra kemudian duduk di kursi di depan meja Bu Shalihah.

            “Sebentar ya Ra, nanti Ibu jelaskan mengapa Ibu memintamu datang ke sekolah hari ini. Kita tunggu Azmi dulu,” ujar Bu Shalihah.

            “Iya Bu.,” jawab Azra lagi. “Azmi? Siapa dia?” ujarnya bertanya-tanya dalam hati. Azra benar-benar lupa bahwa Azmi adalah si suara merdu yang sering dirinya dengar di Mushallah sekolah.

            “Oh iya, Ibu tinggal dulu ya! Soalnya Ibu ada pekerjaan penting sebentar. Kamu tunggu di sini kalau Azmi datang kabari Ibu,” ujar Bu Shalihah.

            Kira-kira sepuluh menit mereka menunggu, akhirnya orang yang ditunggu pun datang. “Assalamualaikum,” sapa Azmi yang sudah berada di depan pintu ruangan itu.

            “Wa’alaikumussalam,” jawab Azra seraya menoleh ke belakang. “Hah! Orang itu lagi,” ujarnya dalam hati. “Eh kamu siapa? Ada perlu apa kamu ke sini?” tanya Azra. “Ohhh…. Ya Allah….. Mengapa harus ketemu dia lagi,” ujar Azra dalam hati.

            “Hmmm…. Bukankah seharusnya aku yang bertanya, kamu siapa?” tanya Azmi pura-pura tidak tahu. “Dan mengapa kamu ada di ruangan Bu Shalihah?” tanya Azmi dengan mengerahkan segala kekuatan agar dia tidak terlihat gugup. “Lillah…. Mengapa harus pada moment ini,” ujar Azmi dalam hati.

            “Aku Azra, Aku disini atas permintaan Bu Shalihah untuk menemuinya bersama Azmi. Tapi Azminya belum datang,” jelas Azra. “Nah kamu siapa? Dan apa kepentinganmu?” tanya Azra.

            “Siapa aku itu nggak penting,” ujar Azmi.

            “Hmmm….. Emang nggak penting!” ujar Azra memalingkan wajahnya.

            “Huh, siswa teladan kok kelakuannya begitu!” ujar Azmi keceplosan. “Aduh…. Kok bisa keceplosan sih?” gerutu Azmi dalam hati. “Semoga saja Azra nggak dengar,” doanya.

            “Bentar… Bentar…. Apa tadi katamu?” tanya Azra. “Siswa teladan kok kelakuannya begitu!. Hmmm…. Berarti kamu kenal aku dong!” tebak Azra. “Tapi tadi kenapa kamu malah nanya?” tanya Azra penuh selidik.

            “Haha…. Kamu itu aneh ya, tadi kamu kan menyebut namamu. Nah aku tahu kalo kamu siswa teladan karena aku sering liat mading itu banyak memuat berita tentangmu. Tapi aku nggak nyangka ternyata siswa teladan kelakuannya begini,” ujar Azmi memutar otak  membuat argumen untuk menutupi kesalahannya tadi.

            “Ihhh….,” ujar Azra kesal namun belum selesai dia mengeluarkan kekesalannya suara orang mengucapkan salam menghentikan ucapannya.

“Assalamualaikum,” sapa Bu Shalihah.

“Wa’alaikumussalam,” jawab Azra dan azmi hampir bersamaan.

“Eh Azmi udah dateng,” ujar Bu Shalihah.

“Azmi? Dia Azmi?” tanya Azra dalam hati. “Oh…. Lillah mengapa harus dia yang menjadi Azmi?” ujar Azra dalam hati.

“Hehe… Iya Bu,” jawab Azmi.

“Yaudah karena Azmi udah dateng, Ibu akan jelasin kenapa kalian berdua Ibu undang kesini.” ujar Bu Shalihah memulai pembicaraan. “Karena sebentar lagi kita ada kegiatan Isra’ Mi’raj Ibu berharap kalian berdua bisa bekerja sama,” ujar Bu Shalihah.

“Apa?” ujar Azmi terkejut.

“Biasa aja kali responnya,” ujar Azra.

“Hmmm…. Kenapa Az?” tanya Bu Shalihah.

“Entahlah Bu, emang agak aneh ini anak. Mungkin dia kaget gara-gara bisa kerja sama dengan Azra, hehe….,” ujar Azra dengan nada bercanda.

Bu Shalihah pun menanggapi lelucon Azra “Iya Ra, mungkin di kaget karena bakal kerja sama dengan wanita cantik. Mungkin saking kagetnya rasa-rasa dapat jackpot saat pengundian hadiah,” ujar Bu Shalihah.

“Haha…. Nggak begitu juga Bu,” ujar Azmi seraya menyembunyikan kegalauan hatinya karena dia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika dia harus bekerja sama  dengan Azra. “Oh iya Bu. Apa yang harus kami kerjakan?” tanya Azmi mengalihkan pembicaraan.

“Oh iya Ibu sampai lupa,” ujarnya. “Begini Ibu ada rencana untuk mengadakan  acara sambung ayat. Nah Ibu minta kalian berdua sebagai hafidz dan hafidzah di sekolah ini untuk berduet sambung ayat,” ujar Bu Shalihah. “Kalian bisa kan!”

“Azra In Syaa Allah bisa bu, Tapi nggak tahulah dengan fans Azra ini,” ujar Azra seraya tertawa kecil.

“Ayo fansnya Azra gimana bisa nggak?” tanya Bu Shalihah kepada Azmi dengan dibumbuhi sedikit candaan.

Azmi sebenarnya sangat bisa dan mau berduet dengan Azra tapi karena gengsinya begitu besar dia hanya menjawab dengan kalimat yang tidak memiliki kejelasan. “Azmi ikut aja Bu, jika Ibu percayakan dengan Azmi maka Azmi akan menjalaninya,” ujar Azmi.

“Ibu serius Az, kalau kamu tidak siap Ibu akan meminta Zakky untuk menggantikanmu,” ujar Bu Shalihah.

“Hmmm…. Azmi siap kok Bu,” jawabnya cepat karena dia tidak mau kehilangan kesempatan untuk bekerja sama dengan Azmi.

“Baiklah berarti fix kalian akan berduet di acara Isra’ Mi’raj nanti,” ujar Bu Shalihah. “Nah setiap pulang sekolah kalian akan latihan di Mushallah dengan Ibu dan Sir Thaha,” jelas Bu Shalihah.

 “Baiklah Bu,” jawab mereka hampir bersamaan.

“Hmmm…. Ibu rasa sudah cukup kalian berdua bisa pulang,” ujar Bu Shalihah.

“Okay, baiklah Bu Azra pulang duluan. Assalamualaikum,” pamit Azra seraya mencium punggung telapak tangan guru agamanya itu.

“Azmi juga bu. Assalamualaikum,” pamitnya.

“Wa’alaikumussalam,” jawab Bu Shalihah.

Mereka berdua keluar ruangan itu Azra yang sebelumnya ada di depan Azmi memperlambat langkahnya agar Azmi bisa mendahuluinya. Azmi yang mengerti tujuan Azra mempercepat langkahnya.

Azra tidak langsung pulang ke rumah dia duduk di bangku di teras-teras kelas, karena tadi Uminya menghubunginya agar pulang bareng Zakky. Jadi dia harus menunggu Zakky sampai selesai pertandingannya.

***

Azra melihat pertandingan basket itu dan matanya selalu tertuju ke Zakky. “Kak Zakky keren juga ya!” ujar Azra dalam hati. “Astaghfirullahal ‘adzim. Dia itu sepupumu Ra,” ujarnya dalam hati.

Team Zakky memenangkan pertandingan persahabatan itu.  Selesai pertandingan Zakky langsung menemui Azra karena tadi Uminya Azra menghubunginya agar pulang bareng Azra. “Ayo Ra kita pulang!” ajak Zakky memecahkan lamunan Azra.

“Oh, eh iya kak,” jawabnya gugup.

“Kamu melamun ya! Lagi ngelamunin apa hayoo!” goda Zakky.

“Ihhh…. Kak Zakky. Azra nggak lagi ngelamun kok,” ujarnya berbohong.

“Hehe…. Nggak ngelamun tapi kok terkejut saat aku ajak pulang tadi.”

“Udah, udah yuk pulang!” ajaknya seraya menarik lengan Azra.

            “Okay, tapi gak usah narik-narik juga kali,” ujar Azra kesal.

            “Habis kamu juga sih.”

            “Hehe… Sorry.”

            Mereka berdua berjalan menuju parkiran diiringi canda tawa. Sementara di lain tempat ada mata yang mengawasi mereka. “Ternyata Sylla benar, Azra memiliki hubungan khusus dengan Zakky,” ujar Azmi lemas.

            Azmi berjalan dengan cepat meninggalkan tempat itu dengan hati yang pedih.

            Azra melihat tingkah Azmi “Kok Azmi jalannya cepet banget ya?” tanya Azra dalam hati.

            “Eh Ra, kamu liat apa?” tanya Zakky.

            “Nggak ada ko Kak! Yuk kita pulang!” ajak Azra.

            Zakky mengendarai motornya meninggalkan sekolah itu. Sekitar 30 menit di perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah Azra. “Yaudah Ra aku pulang ya! Sampaikan salamku dengan Tante. Assalamualaikum,” pamitnya.

            “Wa’alaikumussalam,” jawab Azra.

            Zakky pergi meninggalkan rumah mewah itu, Azra melambaikan tangannya mengisyaratkan kata “Da-da.”

            Azra memasuki rumahnya seraya mengucap salam “Assalamualaikum, Umi….”

            “Wa’alaikumussalam,” jawab Umi. “Hmm…. Kok kamu sendirian? Zakky mana?” tanya Umi.

            “Kak Zakky langsung pulang Mi,” jawab Azra.

“Ohh…. Yaudah gih langsung makan sana! Umi udah nyiapin makan siang untukmu,” ujar Umi.

“Makan sore kali Mi. Haha…. Suapin ya!” pintanya manja.

“Duh…. Nih anak ya! manja banget deh,” ujar Umi seraya mencubit hidungnya Azra.

            “Biarin! Kan dengan Umi manjanya bukan dengan cowok yang bukan mahramnya Azra,” bela Azra.

            “Hmmm…. Iya sayang,” ujar Uminya seraya merangkul putri kesayangannya ke meja makan di dapur.

            Dua Insan yang cantik itu makan dengan begitu bahagia seperti tidak ada beban yang menimpanya.

***

            Latihan pertama mereka diawali dengan sebuah perbebatan yang cukup berarti, di antara Azra dan Azmi tidak ada yang mau mengalah untuk menerima saran surah yang akan dibawakan. “Hmmm….. Menurut Azra lebih baik kita bawakan surah Al-Isra’ Bu,” ujar Azra memberi saran.

            “Surah An-Najm aja Bu.,” saran Azmi.

            “Al-Isra’ aja Bu soalnya lebih ngena,” ujar Azra nggak mau mengalah.

            “An-Najm aja Bu, karena Al-Isra’ udah sering banget dibawaiin di acara Isra’ Mi’raj,” ujar Azmi yang tidak mau mengalah juga.

            Mereka berdebat mengadu argumen, Ibu Shalihah hanya diam mendengar perdebatan mereka. Hingga akhirnya mereka berdua sudah diam karena capek bertengkar. Ibu Shalihah pun membuka pembicaraan. “Udah selesai debatnya?” tanya Bu Shalihah.

            Mereka berdua hanya terdiam malu atas perbuatan mereka yang seharusnya tidak mereka lakukan.

            “Azra, Azmi dalam Islam debat atau yang disebut jadal/jidal. Debat itu hanya diperbolehkan apabila hal tersebut diperlukan. Debat dapat menjadi salah satu metode dakwah dalam Islam, namun seorang mukmin harus memahami jika perdebatan merupakan jalan terakhir yang bisa ditempuh dalam berdakwah, perdebatan bukan dilakukan untuk mengawali dakwah. Di dalam (QS. An Nahl [16] : 25), Allah berfirman: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” tapi itu adalah cara terakhir saat tidak ada cara lain untuk mengatasi masalah, jadi kalau bisa untuk masalah yang masih bisa diselesaikan dengan cara yang lain maka hindarilah perdebatan,” jelas Bu Shalihah. “Kalian paham kan maksud Ibu?” tanya Bu Shalihah.

            “Iya Bu kami mengerti,” jawab Azra dan Azmi hampir bersamaan.

            “Baiklah kita mulai latihan kita hari ini. Ibu sudah menimbang saran dari kalian semua dan mendengar semua argumen kalian atas saran yang kalian ajukan, dari itu semua Ibu putuskan untuk mengambil Surah Al-Isra’ untuk jadi Surah yang akan kita bawakan nanti karena Surah ini menjelaskan semua kejadian Isra’ Mi’raj Rasulullah secara detail,” ujar Bu Shalihah.

            Pertama-tama mereka berdua memuraja’ah hafalan Surah Al-Isra’ mereka terlebih dahulu. Dimulai dari Azmi, Azmi melantunkan ayat-ayat dari surah itu. Dibukanya dengan ta’awudz dan basmalah. “Sub-ḥānallażī asrā bi'abdihī lailam minal-masjidil-ḥarāmi ilal-masjidil-aqṣallażī bāraknā ḥaulahụ linuriyahụ min āyātinā, innahụ huwas-samī'ul-baṣīr.”

Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.

Azmi melantunkan ayat-ayat itu dengan penuh penghayatan hingga ayat terakhir. Sadaqallahul ‘adzim.” Azmi mengakhiri bacaannya.

“Alhamdulillah ternyata hafalannya masih terjaga, sekarang giliran Azra,” ujar Bu Shalihah. Namun, di dalam hati kecilnya Bu Shalihah kurang puas dengan bacaan Azmi tadi “Nggak biasanya bacaan Azmi banyak yang kurang pas tajwidnya padahal kekuatan bacaan Azmi ada pada penekanan tajwidnya yang begitu mengena. Hmm…. Mungkin dia sedang ada masalah.”

“Baiklah Bu” Ujar Azra. “A`ūdzu billāhi minas-syaitānir-rajīmi. Bismillahirrahmaanirrahiim.”    

Aku memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Azra melantunkan ayat-ayat itu penuh penghayatan, hingga Azmi dan Ibu Shalihah hanyut di dalam lantunan ayat-ayat itu. Azmi begitu tersihir oleh lantunan indah dari Azra “Ya Allah baru kali ini aku mendengar lantunan ayat-ayatmu yang begitu indah dan merdu seperti ini.” ujar Azmi dalam hati.

"wa qulil-ḥamdu lillāhillażī lam yattakhiż waladaw wa lam yakul lahụ syarīkun fil-mulki wa lam yakul lahụ waliyyum minaż-żulli wa kabbir-hu takbīrā. Sadaqallahul ‘adzim.” Azra mengakhiri bacaannya.

Azmi yang terkesima dengan lantunan ayat Al-Qur’an yang dibacakan Azra masih terdiam kaku melihat ke arah Azra. Azra yang sadar bahwa Azmi masih memandanginya berbicara. “Eh Azmi kamu liat apa? Dosa tauk!” ujar Azra kesal. “Jaga pandangan dong!” gerutu Azra kesal.

“Subhanallah…. Azra lantunan ayat-ayat Al-qur’an yang kamu bacakan tadi sungguh indah dan merdu, makin lama bacaanmu semakin membaik, Ibu tadi mendengarnya serasa masuk ke dalam lantunan ayat itu. Ibu salut dengan kamu Ra, dijaga terus ya hafalannya!” nasihat Ibu Shalihah.

“Iya Bu terima kasih. Azra masih butuh bimbingan dari Ibu,” ujar Azra tersipu malu karena dipuji oleh guru senior di sekolahnya yang notabanenya merupakan hafidzah sejak usia tujuh tahun.

“Sudah cukup sampai disini dulu latihan kita hari ini. Pertemuan selanjutnya kita akan membagi tugas bacaan ayatnya,” ucap Bu Shalihah.

“Baiklah Bu,” jawab mereka hampir bersamaan.

“Okay, kalian berdua boleh pulang!” ujar Bu Shalihah.

Azmi keluar ruangan diiringi oleh Azra. Azra berjalan menuju gerbang sedangkan Azmi menuju halaman parkir. Azra mengambil handphonenya dan menghubungi Abinya untuk meminta Pak Zainal menjemputnya. “Assalamualaikum Bi, suruh Pak Zainal jemput Azra ya! Azra dah pulang nih,” pinta Azra.

“Wa’alaikumussalam. Baiklah sayang nanti Abi bilangin,” ujar Abinya.

“Makasih Abi. Assalamu’alaikum.” pamit Azra mengakhiri telponnya.

“Wa’alaikumussalam,” jawab Abi.

Azra duduk di halte sekolahnya seraya membuka tasnya dan mengambil sebuah notebook kecil dan pena. Ia menuliskan beberapa konsep untuk novel terbarunya. “Tiinn… Tiinn….” Suara klakson sepeda motor mengagetkan Azra.

            Terdengar suara laki-laki yang memanggilnya. “Ra! Mau pulang bareng,” tawar orang itu yang ternyata adalah Azmi.

            “Hmmm…. Nggak deh Az, aku sudah dijemput,” tolak Azra halus.

            “Okay, aku duluan ya! Assalamualaikum,” pamit Azmi seraya berlalu.

            “Hmmm….. Ternyata Azmi baik juga ya! Nggak seburuk yang aku kira,” ujarnya dalam hati sambil senyum-senyum sendiri. “Astaghfirullahal‘adzim,” ujar Azra beristighfar.

            Beberapa jurus kemudian Pak Zainal datang menjemputnya. Azra pun langsung pulang.

***

            Di perjalanan pulang Azmi bertemu dengan Sylla yang tengah berdiri di trotoar depan Mall sendirian dengan membawa begitu banyak plastik belanja. Azmi menepi dan menghentikan sepeda motornya. “Mau kemana Syl?” tanya Azmi.

            “Mau pulanglah Az, masa’ mau jalan-jalan dengan bawa barang belanjaan yang banyak ini,” jawab Sylla.

            “Tumben nggak bawa mobil?” tanya Azmi.

“Mobilku lagi dibawa Mami Az. Tadi kami shopping bareng tapi Mami pulang duluan karena ada acara arisan bareng teman-temannya. Aku disini lagi nunggu taxi lewat!” jawabnya.

“Mau ku anter?” tanya Azmi.

“Boleh, boleh banget Az,” jawab Sylla.

            “Yuk!”

            Mereka berdua berlalu meninggalkan Mall itu. Sylla senang sekali karena bisa pulang bareng Azmi. “Az, belakangan ini kamu selalu pulang sore deh! Emang ada kegiatan apa?” tanya Sylla.

            “Nggak ada Syl. Aku Cuma diberikan amanah oleh Bu Shalihah untuk menjadi pengisi acara Isra’ Mi’raj Nanti,” jawab Azmi.

            “Ohhh…. Begitu ya!” ujar Sylla.

            “Emang kamu ngisi acara apa nanti?” tanya Sylla penasaran. “Aku ramal kamu yang baca Al-Qur’an kan!” ujar Sylla.

            “Iya Syl. Tapi lebih tepatnya aku bakal ngisi acara sambung ayat,” jawab Azmi.

            “Sambung ayat? Berarti kamu nggak sendirian donk!” ujar Sylla.

            “Iya Syl, aku duet dengan Azra,” jelas Azmi dengan nada bahagia. Azmi menjelaskan semua kronologi kejadian itu terjadi.

            Sylla yang mendengar penjelasan Azmi hanya diam karena merasa harus kalah lagi dengan Azra. “Kenapa selalu Azra sih yang menang,” kesalnya.

            “Eh, loh kok diam Syl?” tanya Azmi.

            “Hehe… Kalo aku bicara, siapa yang akan mendengarkan ceritamu Az?” ujar Sylla dengan hebatnya bersandiwara.

            “Iya juga ya!” ujar Azmi.

            Perjalanan yang dekat itu terasa begitu jauh oleh Sylla, ini mungkin terjadi karena suasana hatinya sedang kacau. Baru saja dia merasa bahagia karena Azmi mau mengantarnya, saat yang bersamaan itu juga dia merasa dijatuhkan dari ketinggian. “Apakah aku tidak pantas bahagia?” tanya Sylla dalam hati.

            Pikiran Sylla begitu kacau, memori cerita Azmi tadi berputar kembali dalam otaknya. “Aku duet dengan Azra Syl. Setiap hari kami latihan bareng untuk persiapan Isra’ Mi’raj nanti.” ujar Azmi. “Suara Azra begitu merdu membuatku terkadang gagal fokus Syl. Apa yang harus ku perbuat? Aku takut nanti pas acara berlangsung aku gagal fokus karena mendengar suaranya,” tanya Azmi.

            “Hmmm…. Gimana ya!” ujar Sylla.

            “Bantu aku donk Syl!” pinta Azmi.

            “Kalau aku bisa In Syaa Allah aku bantu.” jawab Sylla.

            Sylla masih sibuk dengan lamunannya sehingga dia tidak sadar kalau dia sudah berada di depan gerbang rumahnya. “Syl, kita udah nyampe!” ujar Azmi.

            “Oh, eh iya Az,” jawab Sylla seraya turun dari sepeda motor Azmi. “Terima kasih Az.”

            “Sama-sama Syl. Aku pulang dulu ya! Assalamualaikum,” pamit Azmi.

            “Wa’alaikumussalam,” jawab Sylla. “Hati-hati Az!” nasihatnya.

            Sylla membuka gerbang rumah itu kemudian masuk dengan suasana hati yang masih kalang kabut.

            Azmi berlalu dengan gas penuh karena mengejar waktu untuk shalat Ashar berjamaah di Masjid dekat rumahnya. Belum lima menit dia sampai di rumah suara adzan berkumandang “Allahuakbar….. Allahuakbar….” Azmi langsung mengganti pakaiannya kemudian bergegas menuju Masjid untuk mengerjakan shalat Ashar berjama’ah di Masjid.

            Sementara di sisi lain Sylla menghempaskan badannya di kasur seraya menangis. “Mengapa harus aku lagi yang tersakiti?” ujar Sylla dalam hati. “Apa salahku Tuhan…. Sehingga selalu aku yang kalah dengan Azra? Apa istimewanya dia?” isaknya.

            “Yang ingin kugapai adalah cintamu, tapi yang ingin kamu gapai adalah cintanya” Ujar Sylla.

 

***

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • diandra_lovia

    MasyaAllah pengen deh jadi kayak Azra

    Comment on chapter Ikhwan yang Bersuara Merdu
Similar Tags