Read More >>"> Lantunan Ayat Cinta Azra (Ikhwan yang Bersuara Merdu) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lantunan Ayat Cinta Azra
MENU
About Us  

Matahari redup di atas langit, awan abu-abu kehitaman menggelayut. Sisa embun pagi masih terlihat, musim panas belum benar-benar tiba. Namun, sepertinya hujan tidak terlalu sering lagi. Seorang wanita cantik berhijab keluar rumah yang megah memakai sweater tebal dengan tudung di kepalanya. Hari itu dia tidak diantar ke sekolah oleh Abinya karena beliau sedang ada tugas kantor di luar kota. Dan Pak Zainal, supir pribadi keluarganya juga ikut Abinya ke luar kota. Sehingga hari itu dia harus berangkat sekolah bareng Zakky sepupunya. Di depan rumahnya sudah ada Zakky yang menjemputnya. “Ayo Ra!” ajak Zakky.

            “Iya Kak!” jawab Azra mengiyakan. “Umi, Azra berangkat ya! Assalamualaikum,” pamit Azra seraya mencium punggung telapak tangan Uminya.

            “Iya Te, Zakky pamit, Assalamualaikum,” pamit Zakky seraya mencium punggung telapak tangan Tantenya.

            “Iya sayang, hati-hati bawa motornya Zak! Jangan kenceng-kenceng, adikmu itu takut banget, lagian itu bahaya banget!” nasihat Umi.

            “Iya Te, tenang aja selagi Azra ada di dekat Zakky Azra nggak bakal kenapa-napa,” ujar Zakky meyakinkan Tantenya. “Kami berangkat Te!” pamitnya kemudian berlalu meninggalkan halaman.

            Di perjalanan yang lumayan panjang Zakky melantunkan shalawat-shalawat yang begitu merdu, saudara sepupunya Azra yang satu ini memang benar-benar taat dengan agama, dan merupakan salah satu siswa yang cukup terkenal di sekolahnya. Banyak kaum hawa yang mengaguminya karena sikapnya yang ramah dan sopan, tidak hanya itu Zakky juga memiliki wajah yang tampan dan pintar.

Azra menikmati nada-nada indah itu dan mengiringi Zakky melantunkan shalawat seraya meresapi makna yang terkandung di dalamnya, tapi dari lantunan suara yang keluar dari bibir Zakky itu Azra menemukan luka yang sangat mendalam, seakan mengumumkan perasaan rindu yang tak tersampaikan. Azra pun terdiam, otaknya berpikir keras. “Apa yang sedang Kak Zakky pikirkan? Mengapa nadanya begitu mendalam? Apakah dia sedang memiliki masalah?” tanya Azra dalam hati.

            “Eh, Ra. Kok berhenti shalawatannya?” tanya Zakky.

            “Nggak apa-apa kok Kak, Aku merasa suaraku serak, mungkin butuh minum deh,” jawab Azra berbohong.

            “Oh… Iya, iya. Yaudah kita berhenti dulu, biar kamu bisa minum,” ujar Zakky.

            “Nggak usah kok Kak, lagian bentar lagi kita nyampe kok!” tolak Azra dengan halus.

            “Yaudah kalo begitu,” ujar Zakky.

            Beberapa menit kemudian mereka pun sampai di depan gerbang sekolah mereka, Zakky mengarahkan motornya ke area parkir siswa. “Makasih Kak,” ujar Azra.

            “Haha…. Sama-sama Ra, lagian emang udah jadi tugasku sebagai keluargamu untuk membantumu,” ujar Zakky.

            “Yaudah Azra ke kelas dulu ya Kak, pulang nanti Azra nebeng lagi ya!” pinta Azra.

            “Iya-iya, nanti tunggu aja di depan gerbang! oh iya, hati-hati. Jangan kecentilan yakkk! Ntar bukannya ke kelas malah nyangkut di tempat nongkrong anak basket,” goda Zakky.

            “Ihhhh…. Kak Zakky, Azra nggak secentil itu kok,” bantah Azra seraya memanyunkan bibirnya.

            Zakky tertawa simpul dan menggelengkan kepalanya. “Azra…. Azra….  polos banget sih nih anak,” ujarnya dalam hati kemudian berbalik arah dan berjalan menuju kelasnya.

            “Apaan sih Kak Zakky nih, orang ngejelasin ia malah senyum, dasar,” gerutu Azra sambil berjalan menuju kelasnya.

            Seperti biasa sampai di kelas Azra disibukkan dengan tugasnya sebagai sekretaris kelas, mulai dari menyiapkan daftar hadir siswa, buku jurnal harian kelas, dan berbagai media pembelajaran yang dibutuhkan.

            Kira-kira pukul 07:15 Ibu Gita guru mata pelajaran Akuntansinya memasuki ruang kelas, seperti biasa Ibu Gita mengabsenkan siswanya dan membaca konsep pembelajaran sebelum mata pelajarannya dimulai. “Baiklah, berarti hari ini semua siswa hadir ya! Kita mulai pembelajaran kita hari ini, materi kita kali ini adalah jurnal, sebelum kita memasuki cara membuat jurnal, ada yang tahu apa itu jurnal?” tanya Bu Gita seraya menatap siswanya.

            “Saya Bu!” ujar Azra seraya mengangkat tangannya.

            “Iya, Azra,” jawab Bu Gita seraya menunjuk ke arah Azra. “Coba jelaskan kepada teman-temanmu apa itu jurnal?”

            “Jurnal adalah catatan  harian, dan di dalam akuntansi jurnal berarti catatan secara kontinu atas semua transaksi yang terjadi didalam perusahaan yang berhubungan dengan keuangan perusahaan,” papar Azra.

            “Iya benar sekali, jurnal itu adalah catatan yang dibuat secara terus menerus terhadap semua transaksi yang terjadi di dalam perusahaan,” ulang Bu Gita.

            Kegiatan pembelajaran berjalan dengan baik dan aktif Bu Gita menjelaskan dan para siswa bertanya tentang apa yang belum mereka pahami, saat Bu Gita bertanya para siswa juga aktif menjawab. Hingga tak terasa tiga jam pelajaranpun berakhir. Bu Gitapun akhirnya menutup pembelajarannya.

***

            Seperti yang Zakky bilang tadi setelah selesai pembelajaran Azra langsung ke depan gerbang menunggu Zakky di sana. Siswa-siswi Sekolah Menengah Kejuruan favorit itu silih berganti keluar gerbang sekolah itu. Hari sudah menunjukkan pukul tiga sore tapi Zakky belum juga keluar. “Apa Kak Zakky belum pulang ya! Kok sampai jam segini belum keluar-keluar juga,” batin Azra. “Atau dia lupa kalau aku menunggunya?” ujar Azra menebak-nebak.

            “Abimu belum jemput ya Ra?” tanya Pak Ridho satpam sekolahnya. “Mau bapak telpon nggak Abimu?” tawarnya.

            “Nggak Pak, terima kasih. Abi lagi di luar kota, Azra hari ini berangkat bareng Kak Zakky, sekarang Azra masih nunggu Kak Zakky,” jawab Azra.

            “Ohhh…. Iya-iya. sepertinya Zakky ada rapat Paskibraka Ra, soalnya Bapak lihat anggota Paskibraka lagi pada rapat,” ujar Pak Ridho.

            “Hmmm…. Begitu ya Pak, terima kasih Pak sebelumnya,” ucap Azra.

            “Iya sama-sama, Bapak kembali bekerja dulu,” pamit Pak Ridho.

            “Iya Pak, silakan!” ujar Azra.

Beberapa jurus kemudian Tiara menghampiri Azra. “Eh, Azra!” panggil Tiara mengejutkan Azra. “Tumben belum pulang!” ujarnya sedikit kaget melihat sahabatnya itu belum pulang. “Abimu belum jemput ya!” tanyanya.

“Hmmm…. Nggak Ti, hari ini Abi nggak jemput Azra karena Abi ada tugas di luar kota sampai akhir pekan ini. Jadi aku pulang bareng Kak Zakky,” jawab Azra.

“Hmmm…. Kak Zakky yang ganteng itu! Aduh… Azra kamu beruntung banget sih bisa ke sekolah bareng kak Zakky,” ujar Tiara.

“Hmmm…. Dia itu….,” ujar Azra, tapi belum selesai ia bicara Tiara sudah memotong pembicaraannya.

“Dia itu cowok idaman banget tau, tapi kayaknya kamu cocok banget deh dengan Kak Zakky,” komentar Tiara.

“Eheemm.” suara itu mengejutkan Azra dan Tiara. Betapa terkejutnya Tiara saat melihat suara itu berasal dari cowok yang dia bicarakan tadi. Iya, Zakky sudah ada di belakang mereka.

“Eh, kak Zakky!” ujar Tiara gugup.

“Hmmm….. ini Tiara kan! Yang kemarin jadi peserta terbaik waktu MOS,” tanya Zakky.

“Hehe… Iya Kak aku Tiara,” jawabnya.

“Kamu tahu nggak Ti, Kak Zakky tahu banyak tentang dirimu, sepertinya dia suka menguntitmu. Hahaha……” Azra tertawa.

“Hmmm…. Nggak kok Ti, Azra itu bohong. Udah yuk pulang,” ajaknya pada Azra.

“Iya Kak, Haha….,” jawab Azra masih tertawa seraya naik motor yang dikendarai oleh Zakky.

“Tiara kami pulang duluan ya! Assalamualaikum,” pamit Azra.

“Wa’alaikumussalam,” jawabnya.

Azra dan Zakky pun berlalu meninggalkan Tiara, Tiara hanya bisa mematung mengingat kejadian tadi. “Apakah tadi aku mimpi?” tanya Tiara dalam hati seraya menampar pelan mukanya sendiri seakan tidak percaya bahwa dia akan berbicara secara langsung dengan Zakky. “Aduh…,” rintihnya kesakitan. “Berarti kejadian tadi emang bener-bener terjadi, aku sedang tidak bermimpi,” ujarnya sambil senyum-senyum sendiri, kemudian berjalan pulang ke rumahnya yang kebetulan tidak jauh dari area sekolah.

“Allahuakbar…. Allahuakbar…..” Kumandang adzan ashar bergema dari masjid yang tak jauh dari sana, Tiara pun mempercepat langkahnya agar segera sampai ke rumahnya, beberapa jurus kemudian ia pun sampai di halaman rumahnya. Diketuknya pintu gubuk rumahnya “Assalamualaikum, Bunda. Tiara pulang!” panggilnya.

“Iya sayang, sebentar,” jawab Bundanya, kemudian bergegas membuka pintu gubuk itu.

Pintu itu pun terbuka dengan suara yang sedikit berderit karena sudah terlalu tua, segera diraihnya punggung telapak tangan Bundanya kemudian menciumnya dan langsung berlari masuk ke dalam kamarnya karena malu menampakkan wajahnya yang memerah. “Aduh…. Tia, jangan lari-lari nanti jatoh,” nasihat Bunda.

“Iya Bunda, maaf,” jawab Tiara.

Sampai di kamar langsung ditutupnya rapat-rapat pintu kamarnya, dan dikuncinya. “Huhh! Untung Bunda nggak liat, kalau Bunda liat habis aku dibully oleh Bunda dan Kak Alwi nanti,” ujarnya lega.

“Hmmm… ada apa dengan tuh anak, kok tingkahnya hari ini agak aneh,” tanya Bunda dalam hati sambil menggelengkan kepalanya.

***

            Sementara dilain tempat Azra baru saja sampai di depan gerbang rumahnya. “Terima kasih Kak udah nganter Azra,” ucap Azra seraya turun dari motor Ninja biru itu.

            “Iya sama-sama centil,” goda Zakky.

            “Ihhh…. Kak Zakky! Suka banget ngejek Azra,” gerutu Azra kesal seraya memanyunkan bibirnya.

            “Hehe…. Maaf-maaf.” ucap Zakky meminta maaf. “Oh, iya Ra! Tiara itu teman sekelasmu kan!” tanya Zakky.

“Iya kak ada apa?” tanya Azra penuh selidik.

 “Nggak ada apa-apa kok, nanya aja. Hmmm…. yaudah aku pulang dulu ya, kasihan Mama di rumah sendirian.” pamit Zakky seraya menarik gas motornya kemudian berlalu.

            “Iya-iya. Hati-hati Kak,” nasihat Azra. Azra memasuki gerbang rumah mewah itu kemudian langsung masuk ke dalam rumah seraya mengucap salam. “Assalamualaikum,” ucap Azra. “Umiii…. Azra pulang,” sambungnya. Tapi tidak ada jawaban sedikit pun. “Hmmm…. Mungkin Umi tidur,” ujarnya menebak-nebak.

            Azra langsung naik ke lantai dua menuju kamarnya untuk mengganti pakaiannya, ia begitu gerah. Dinyalakannya AC dengan suhu 16 derajat celcius. “Hmmm…. Adem….,” ujar Azra. Tanpa sengaja ia melihat jam beker di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. “Eh, udah pukul 03:45 aku belum shalat ashar,” ujarnya. Langsung ia berjalan menuju kamar mandi di kamarnya untuk mengambil wudhu kemudian menjalankan ashar dengan khusu’nya.

            Empat rakaat rampung ia selesaikan diambilnya al-quran bersampul pink kesukaannya itu, dilantunkannya dengan tartil ayat-ayat dari Surah Yusuf indah sekali! Siapapun yang mendengarkannya pasti akan terbawa alunan ayat suci tersebut. Keindahannya melebihi indahnya lagu dan sajak bahkan puisi terkenal sekalipun.

            Selesai membaca al-qur’an Azra tak lupa berdoa untuk dirinya dan keluarganya. “Aamiin….,” ucapnya mengakhiri doanya yang begitu panjang itu. Dilepasnya mukena dusty pink itu kemudian dilipatnya dan dikembalikan di tempat asalnya.

            Azra menuju balkon kamarnya melihat cahaya orange matahari tenggelam seraya menghirup udara segar yang didapat dari tanaman hijau di sekeliling taman rumahnya yang begitu luas. “Nikmat Allah manakah yang kamu dustakan.” terngiang ayat itu di telinganya, membuat ia merenung. “Benar nikmat Allah manakah yang aku dustai? Begitu besar nikmat yang Dia berikan kepadaku dan keluargaku,” ujarnya dalam hati.

            Dilihatnya kembali lingkungan di sekitarnya, rumahnya begitu luas dan megah, mungkin lebih tepatnya adalah istana dengan perabotan yang super mahal dan berkelas. Begitu pun halaman dan tamannya begitu luas dan penuh dengan tamanan berwarna-warni, membuat setiap orang yang memandangnya jadi terpanah.

            Tapi dibalik kekayaan keluarganya Azra tidak pernah tampil berlebihan dia selalu bersikap dan berpenampilan sederhana seperti orang biasa, saking sederhananya tidak ada satupun temannya yang mengetahui kalau dia tinggal di rumah bak istana ini, hanya Zakky satu-satunya orang di sekolahnya yang mengetahui hal itu.

***

            Selembar kertas dan buku sudah ada di atas meja belajarnya, tangan Zakky bermain-main dengan pena itu dan menorehkan kata-kata di dalam selembar kertas yang ia siapkan tadi, dengan gesit ia menuliskan semua kata yang ada dalam pikirannya, sesekali kata-kata itu ia coret kemudian ia ganti dengan kata-kata yang lain, dibacanya tulisan itu kemudian ditulisnya kembali, dibaca lagi ditulis kembali, sampai berulang-ulang kali kegiatan itu diulangnya.

            Kira-kira lima belas menit puisi yang ia buat selesai juga, tapi masih ia baca ulang dan direvisinya kembali untuk menyempurnakan karya yang dibuatnya itu. Beberapa kata ia coret dan ia ganti, ada kata yang ditambahkannya dan ada juga kata yang dihilangkannya.

Setelah merasa pas bait-bait puisi yang ia buat tadi dilantunkannya dengan lirih, begitu menyentuh perasaan orang yang mendengarnya. Zakky memang jago dalam hal membuat puisi.

Untukmu yang Tak Bisa Ku Gapai

Kamu…..

Seseorang yang telah membuatku jatuh cinta

Seseorang yang telah membuatku tergila-gila

Seseorang yang telah membuat hati ini terpana

Seseorang yang telah membuat jiwa ini tak bernyawa

 

Tuhan…..

Bolehkah aku minta sesuatu?

Hanya satu saja nggak lebih dari itu

Bolehkan Tuhanku! Rabbku!

Aku berjanji tidak menuntut lebih dari itu

 

Tuhan…..

Aku hanya ingin menjadi imamnya

Aku hanya ingin menjadi cinta dihatinya

Aku hanya ingin menjadi tempat sandarannya

Aku hanya ingin menjadi pendamping hidupnya

 

Tapi Tuhan.... aku sadar diri

Dia tidak akan pernah bisa ku gapai

Cintanya bukanlah untuk kumiliki

Dan hatinya tak boleh kujajaki

 

Maka dari itu Tuhan….

Izinkan aku untuk sekedar melindunginya

Izinkan aku untuk sekedar menjadi sahabatnya

Atau sekedar tempatnya  mencurahkan keluh kesahnya

Karena aku tahu hatiku dan hatinya tidak akan bisa bersama

            Kakinya tiba-tiba lemas, ia terjatuh karena tak sanggup menerima kenyataan ini. “Tuhan….. Apakah ini yang disebut cinta? Jika iya Aku mohon kuatkanlah hatiku dalam menghadapi semua ini,” lirihnya dalam doa.

            “Ahhh, dia emang nggak bakal pernah bisa aku gapai, mungkin rasa ini hanya bisa aku pendam saja bukan untukku ungkapkan,” lirihnya membatin. “Hmmm….. Aku yakin kok dibalik semua ini pasti ada hikmanya. Mungkin Allah bakal memberikan yang lebih baik kepadaku, toh banyak di luar sana wanita yang baik,” ujarnya menghibur diri.

***

            Sudah hampir seminggu Azra berangkat sekolah bareng Zakky, dan hari ini adalah hari terakhirnya karena sore ini Abinya Azra bakal pulang dari luar kota. Hari itu kebetulan Azra ada kegiatan Kajian Mingguan Kerohanian di sekolahnya jadi dia pulang sedikit sore dan mengerjakan shalat ashar di sekolah. Sebenarnya dia bisa sih mengerjakan shalat di rumah tapi karena hari ini adalah hari sabtu jadi dia masih menunggu Zakky yang masih ada latihan pengibaran bendera.

            Azra mengambil wudhu kemudian langsung masuk mushallah dan mengerjakan shalat ashar dengan khusu’nya. Silih berganti para siswa-siswi melaksanakan shalat. Setelah shalat Azra tidak langsung keluar ia mengambil al-qur’an dan membacanya. Disela-sela membaca ia mendengar suara merdu orang membaca Surah al-Fath.

            Matanya pun mencari sumber suara itu namun tidak ada satu pun orang di dekatnya, tapi suara itu begitu jelas. Kembali matanya mencari tapi nihil. “Apa mungkin itu ilusiku?” ujarnya dalam hati, kemudian kembali melanjutkan tilawahnya.

            Namun suara itu bertambah jelas, membuatnya penasaran darimanakah suara merdu itu berasal. “Suara siapakah itu? Begitu merdunya,” ujarnya dalam hati. Azra hanya menikmati setiap lantunan ayat terdengar olehnya. Dan beberapa jurus kemudian orang tersebut menghentikan bacaannya. “Sadaqallahul ‘adzim.”

            Azra tersadar kemudian langsung merapikan alat shalatnya dan keluar meninggalkan Mushallah itu. Di perjalanan ia bertanya-tanya siapakah ikhwan itu. “Ahhh… Siapa pun Dia yang pasti dia itu lelaki yang baik.” ujar Azra dalam hati.

            Sementara itu Azmi berdegup kencang karena saat dia mau keluar Mushallah ia melihat wanita yang sudah lama ia kagumi. Itu membuat langkahnya terhenti dan ia kembali masuk ke dalam Mushallah. “Uhh…. Untung saja tadi aku tidak berpas-pasan dengannya, kalau itu terjadi bisa berabeh deh jadinya,” ujar Azmi dalam hati.

            Setelah merasa Azra sudah jauh dari perkarangan Mushallah Azmi keluar dan langsung menuju kelasnya. Karena terlalu lama di Mushallah alhasil Azmi telat masuk jam pelajaran tambahan dan dihukum tidak mengikuti jam pelajaran tambahan sampai selesai. “Hmmmm….. Ini semua karenamu!” sesal Azmi seraya memukul uluh hatinya. “Hati…. Hati…. Coba aja kamu nggak malu untuk menghadapi Azra, ini semua nggak bakal terjadi,” gerutunya marah. “Ya sudahlah, mau apa lagi? toh udah terjadi!” ujarnya pasrah.

            Azmi hanya bisa duduk di depan ruang kelas dengan buku catatan dan pulpennya mendengar materi pelajaran dari luar, menikmati proses hukumannya yang berjalan selama tiga jam pelajaran. “Uhhh….. sungguh melelahkan bila harus menulis tanpa meja,” ujarnya pelan.

            Hanya satu jam pelajaran Azmi tahan menjalaninya setelah jam berikutnya ia tertidur dengan buku di depan wajahnya. Hingga jam tanda berakhirnya jam pelajaran tambahan berbunyi membangunkan Azmi dari tidurnya. Azmi pun bangun dan mengeliat “Hmmm…. Alhamdulillah akhirnya kelar juga,” ujarnya senang.

            Tak lama kemudian guru yang mengajar di kelasnya keluar. “Azmi lain kali jangan telat lagi, kalau tidak belajar di luar lagi bareng angin,” ujar guru itu.

            “Iya Pak,” jawab Azmi mengiyakan.

            Guru itu pergi meninggalkan Azmi dan sejurus kemudian Azmi langsung nimbrung dengan teman-temannya di kelas.

***

            Sudah hampir seminggu ini Azra mendengar suara merdu itu di Mushallah, membuat ia bertanya-tanya siapa sebenarnya orang itu. Karena selama itu juga orang itu tidak pernah keluar sebelum Azra keluar. “Hmmm… siapa sih orang itu? Suaranya kok adem banget,” ujar Azra dalam hati seraya menebak-nebak suara siapa yang selama ini telah membuat hatinya begitu tersentuh. “Astaghfirullahal’adzim,” ujar Azra membuyarkan segala lamunannya tentang orang itu. “Maafkan aku Ya Allah,” bisiknya dalam hati.

            Sementara Azmi sangat kebingungan hampir setiap hari dia telat masuk kelas karena dia nggak sanggup melihat orang yang dia sukai secara langsung. “Please Azra, cepat keluar!” ujarnya dalam hati sambil memejamkan matanya.

            Beberapa jurus kemudian ia membuka matanya dan berjalan ke arah hijab pembatas jamaah laki-laki dan perempuan kemudian membuka sedikit bagiannya. “Uhhh…. Alhamdulillah Azra udah nggak ada,” ucapnya lega. Segera Azmi beranjak dan keluar Mushallah.

            “Aduh…. Jam tanganku ketinggalan!” ujar Azra saat melihat pergelangan tangannya kosong. Segera ia kembali ke Mushallah untuk mengambilnya. Di perjalanan ia bertemu dengan Azmi. “Hmmm…. Apa ini ya orang yang bersuara merdu itu?” ujarnya dalam hati seraya menundukkan pandangannya.

            “Ohhh… Allah mengapa harus berhadapan dengan dia sih?” batin Azmi dengan badan yang gemetar. Kemudian langsung bergegas bengan cepat meninggalkan Azra di sana.

            Sikap Azmi membuat Azra heran dan bertanya-tanya “Ada apa sih dengan dia? Emang aku hantu? Perasaan tiap kali ketemu aku pasti langsung pergi,” batin Azra. “Udahlah mungkin dia emang lagi terburu-buru,” ujar Azra berpikir positif kemudian langsung menuju Mushallah untuk mengambil jam tangannya.

            “Untung masih ada,” ucap Azra bahagia karena melihat jam kesayangan pemberian ibunya Zakky, oleh-oleh dari London. Setelah mengambil jamnya ia langsung keluar karena ia sudah telat masuk kelas. Saat di halaman Mushallah ia bertemu dangan Zakky. “Eh, Kak Zakky,” sapa Azra.

            “Assalamualaikum,” sapa kak Zakky sedikit menyindir.

            “Eh, maaf kak Wa’alaikumussalam.” jawab Azra malu-malu.

            “Kamu ini kebiasaan banget sih nggak ngucap salam,” omel Zakky seraya mencubit hidung sepupunya itu.

            “Ihhh… Kak Zakky,” gerutu Azra geram.

            “Maaf maaf. Kamu juga sih kebiasaan!” ujar Zakky.

            “Iya, iya. Oh ya Kak Azra mau tanya Kakak kenal nggak dengan orang yang sering ngaji ba’da Dzuhur di Mushallah ini? Yang suaranya merdu banget itu loh!” tanya Azra.

            “Ohhh….. Ternyata Azmi toh orang yang bisa menggugah hati sepupuku yang centil ini,” goda Zakky.

            “Ihhh…. Kak Zakky Azra kan cuma nanya, bukan berarti Azra suka kan!” ujar Azra kesal seraya memanyunkan bibirnya. Saking kesalnya sampai dirinya lupa siapa nama yang disebutkan oleh sepupunya itu.

            “Iya maaf.” ucap Zakky merasa bersalah.

            “Yaudah Azra ke kelas dulu, Assalamu’alaikum,” ujar Azra seraya berlalu meninggalkan Zakky.

            “Wa’alaikumussalam,” jawab Zakky.

            Zakky hanya bisa diam melihat sepupunya ternyata sudah jatuh cinta dengan Azmi sahabat karibnya itu. “Azra…. Azra…. Orang seperti Azmi emang pantas untukmu,” ujarnya dalam hati.

***

            Seperti biasa setiap hari kecuali hari libur dan cuti dari Allah ia shalat Dzuhur di Mushallah sekolahnya. Dan setiap hari itu pula ia mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an yang merdu itu. Ia selalu menikmati lantunan ayat itu bagaikan alunan musik yang menyentuh hati, membuatnya terkadang masuk ke dalam alunan ayat itu.

            “Sadaqallahul ‘adzim.” orang itu mengakhiri bacaannya.

            Azra tersadar kemudian merapikan alat shalatnya dan beranjak meninggalkan Mushallah. Ketika ia keluar matanya beradu dengan mata orang itu. Seketika hatinya bergetar, langsung Azra beristighfar “Astaghfirullahal‘adzim,” ujarnya kemudian menundukkan kepalanya.

            “Lillah…. Apa yang terjadi pada diriku mengapa jantungku bergetar? Nadiku terasa berhenti,” ujar Azra dalam hati penuh tanya. Orang itupun berlalu tanpa menyapa sedikitpun. “Uhh, sombong banget kayaknya tuh anak!” gerutu Azra dalam hati.

            Sementara itu hati Azmi bergetar begitu kencang, napasnya tak teratur karena itu adalah pertama kalinya matanya beradu dengan wanita yang selama ini selalu ia pandang dari kejauhan itu nampak dengan jelas dihadapannya. “Uhhh…. Untung aku bisa mengendalikan diri,” ucapnya bersyukur. “Kalo tidak berabeh deh jadinya,” lirihnya.

            Azmi mempercepat langkahnya karena dua menit lagi jam pelajarannya dimulai. Napasnya terengah-engah karena gejolak hatinya yang membuncah diiringi dengan usahanya berlari ke kelas agar tidak terlambat. “Uhh, Untung nggak terlambat,” ujarnya lega.

            “Eh Az, kamu kenapa kok keringetan? Kamu habis lomba lari!” tanya Sylla sambil tertawa.

            “Hmmm… Nggak Syl, tadi itu aku bertemu dengan Azra. Kamu tahu sendiri kan bagaimana keadaanku saat bertemu dia, jantungku selalu berdegup dengan kencang,” jelas Azmi.

            “Ohhh…. Cewek yang berhijab panjang sampai lutut itu! Yang sok suci nggak mau bersentuhan dengan laki-laki,” ucap Sylla dengan nada merehkan.

            “Sylla! Kamu suka banget sih menjelekkan orang, gak baik ihhh,” ujar Azmi.

            “Lah kok jadi aku yang salah sih? Emang bener gitu kan!” ujarnya membela diri.

            “Sylla, kamu tahu apa yang Azra lakukan itu untuk menjaga dirinya. Hijab syar’i yang dipakainya itu menjauhkannya dari mata keranjang para lelaki yang tidak bisa menjaga pandangannya, Dia nggak mau bersentuhan dengan lelaki itu karena  itu adalah syari’at Islam agama kita, seorang perempuan dan laki-laki yang bukan mahram itu nggak boleh bersentuhan karena itu bisa menimbulkan fitnah dan mendekatkan diri kita dengan zina,” papar Azmi panjang lebar.

            “Haha… Kamu mah selalu membela dia karena kamu suka dengan dia kan! Tapi sayangnya cintamu bertepuk sebelah tangan Az, Azra itu pacaran dengan Zakky dan apa yang kamu bilang tadi tentang dia semuanya tidak berlaku untuk Zakky. Azra itu munafik Az,” tutur Sylla menjelek-jelekkan Azra.

            “Hmmm…. Kurasa nggak mungkin Syl Azra begitu, mungkin kamu salah paham saja,” ujar Azmi dengan nada melemas dan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Sylla.

            “Terserah kamu aja deh Az, sebagai teman aku hanya memberitahumu karena aku tidak mau temanku tersakiti,” tutur Sylla.

            “Thanks Syl.”

            “Ya, sudah jadi kewajibanku sebagai teman Az,” ujar Sylla seraya menutupi kenyataan bahwa sebenarnya dia sudah lama menyukai lelaki itu. Namun, dia begitu pandai menutupi rasanya itu sehingga Azmi sedikitpun tidak mengetahui hal itu.

            “Hmmm…. Apa benar semua yang dikatakan Sylla?” Azmi bertanya-tanya dalam hatinya. “Tapi masa iya! Azra yang merupakan siswi teladan di sekolah ini yang merupakan aktivis dakwah sikapnya begitu? Hmmm…. Gimana kalau aku tanya Tiara teman dekatnya Azra, mungkin dia mengetahui hal itu,” pikir Azmi mencari jalan untuk mengetahui kebenarannya.

***

            Brukkk. Sylla menghempaskan dirinya di atas ranjang di kamarnya seraya menangis. “Azra lagi, Azra lagi. Kenapa sih hanya Azra aja yang ada dalam pikiran Azmi? Apa istimewanya Azra sih? Pintar? Aku juga pintar walaupun hanya juara satu di kelas. Cantik? Aku juga cantik, bahkan aku adalah putri sekolah. Apa kurangnya aku dibandingkan Azra?” tanya Sylla terisak.

            “Azmi juga, apa dia nggak sadar kalau aku begitu menyukainya? Apa kurang kode yang telah ku tunjukkan selama ini. Sebenarnya apa sih arti diriku dalam hidup Azmi? Selama ini dia menganggap aku apa? Sahabat atau hanya sebatas teman? Azmi…. Andai kamu tahu kalau aku menyukaimu! Apakah kamu akan menerimaku?” isaknya.

            Memori kisahnya dan Azmi berputar setiap pertemuan mereka Azmi selalu saja membicarakan Azra. Ia begitu ingat sekali.

Hari itu di pinggir sungai Azmi menceritakan tentang semua gejolak yang dia alami saat dia jatuh hati dengan Azra. “Syl, aku mau cerita sama kamu.” ujar Azmi

            “Mau cerita apa Az?” tanya Sylla.

            “Kamu tahu Azra nggak? Siswi teladan sekolah kita?” tanya Azmi.

            “Iya tau Az! Kenapa?” ujarnya penasaran.

            “Kemarin aku mendengar dia latihan nyanyi di aula sekolah bersama anak Band, aduh…. Suaranya merdu banget Syl mengalahkan suara Sulis. Lantunan shalawatnya begitu menyentuh,” jelas Azmi dengan ekspresi menghayati ceritanya.

            “Suaramu juga indah kok Az,” puji Sylla.

            “Ini beda Syl, suara ini membuatku terpanah dan jatuh hati,” tutur Azmi jujur dengan isi hatinya.

            “Ohhh…..”

            “Iya Syl, aku merasa bahwa Azra adalah bidadari yang Allah dikirimkan di dunia ini, wajahnya yang cantik, suaranya yang indah juga sikapnya yang begitu lemah lembut membuat semua lelaki yang melihatnya bisa terpikat oleh semua yang ada dalam dirinya, jika Allah memberikanku satu permintaan yang bisa dikabulkan-Nya. Aku hanya meminta Allah menyatukanku dengan Azra. Aamiin….,” ujarnya berharap.

            “Hmmm…. Iya,” ujar Sylla pelan, namun masih bisa mengendalikan gejolak hatinya.

            “Kok nggak di Aamiinkan Syl? Aamiinkan donk!” pinta Azmi.

            “Iya. Aamiin,” ujar Sylla tidak ikhlas.

            “Ahh…. Mengapa harus Azra sih diposisi itu? Mengapa bukan aku? Aku sudah lama memendam rasa ini ke Azmi, tapi mengapa malah Azra yang memiliki hatinya Azmi,” tuturnya di sela-sela isak tangisnya.

***

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • diandra_lovia

    MasyaAllah pengen deh jadi kayak Azra

    Comment on chapter Ikhwan yang Bersuara Merdu
Similar Tags