Read More >>"> Ankle Breaker: Origin ([Chapter 11: Broken]) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ankle Breaker: Origin
MENU
About Us  

ANKLE BREAKER ORIGIN

Chapter 10 [Part1]

 

"Buat satu langkah lebar. Pakai celah bawah paha kiri kamu untuk mindahin drible ke tangan kiri." Ribka mempraktikkan gerakan yang dicontoh Alter di hadapannya. "Nah, balikin lagi ke kanan. Terusin. Okey." Ribka lihat yang Alter lakukan sesuai arahannya. "Lebih cepat! Kecepatan lebih efektif menyimpan daya akurasi yang telah kamu capai. Semakin cepat bisa kamu lakukan akan semakin cepat peningkatan akurasi yang kamu dapat."

Setelahnya Ribka ajarkan drible ganda dan beberapa jenis dari gerakan itu untuk Alter lakukan. "Fokus kamu adalah bolanya, dengan begitu tangan dam kaki kamu akan bersinkron secara bawah sadar. Kalau kamu memikirkan bola, tangan dan kaki secara bersamaan, kamu akan bingung dan kaku."

Kemudian keduanya menyimulasikan teknik operan ketika bayang-bayang mereka semakin panjang condong ke arah rim tunggal. 

"Rata-rata jarak lurus operan pemain pemula adalah lima meter. Maksudku dari sebatas dada kamu secara lurus sampai jarak tertentu akan mulai berbelok ke bawah. Sedangkan target dari penerima operan, atau istilahnya adalah post, harus mendapatkan bola dari tangkapan sebatas dada. Dengan kata lain, pastikan post yang kamu tuju dalam jangkauan operanmu."

Mereka berdua saling mengoper dengan beberapa macam jarak dan posisi.

"Bagus. Selanjutnya, bounced-pass atau operan mantul." Ribka melesatkan bola ke dasar court. Satu kali bola memantul, arahnya menuju Alter yang tidak perlu bergeming sedikit pun untuk menangkapnya dengan mudah. "Prinsip dasar bounced-pass adalah garis refleksi."

Ribka menguji stabilitas garis refleksi dari arah pantulan operan bola yang beberapa kali Alter lakukan, juga menguji itu sebagai tahap pengantar gerakan akhir untuk mencetak skor.

Ribka menjadikan Alter sebagai peraga lawan yang sedang bertahan, menunjukkan beberapa macam gerakan menyilang untuk melewati penjagaan. Ribka menguji kepahaman Alter dari yang ia contohkan dengan bertukar posisi. Mereka berdua saling beradu, menunjukkan peningkatan kemampuan masing-masing dalam satu lawan satu. Saling mencetak skor, tapi yang Ribka buat lebih banyak. Ribka lepaskan satu tembakan yang biasa ia lakukan.

"Udah terlalu sore, nih," Ribka menilai suasana waktu, sementara ia berpeluh keringat cukup banyak sebagaimana Alter. "Kita lanjut besok."

Mereka berdua mengantungi bola masing-masing dalam jaring, mengganti cairan tubuh yang keluar lewat pori-pori dengan air mineral dari botol minuman, lalu mengambil tas ransel yang dibawa. 

Ribka menatap layar gawai. "Alter, udah tahu belum? Senja di Tanah Senja hari ini tayang perdana. Temen-temenku di WeFace sama di Messagram yang udah nonton pada bikin review," katanya dengan gemas. "Jadi penasaran."

"Oh, yang diangkat dari novelnya Susan?"

"Emm, kayaknya."

"Aku udah baca versi novelnya. Tapi belum tahu kalau versi filmnya."

"Mau nonton?" dengan wajah berharap Ribka tanya.

"Berdua?" dengan malu-malu Alter balik tanya.

 

***

 

Seperti yang Alter dan Ribka lihat ketika berlalu, setiap bingkai poster film dipakai orang-orang yang sedang berfoto sebagai latar belakang atau latar samping. Alter dan Ribka tidak mengantre untuk itu. Mereka berdua menuju pintu masuk di bawah ambang berjudul "Cinemaxy", sehingga alas sepatu mereka berganti menapaki dasar karpet bermotif abstrak yang empuk.

Mereka berdua dalam ruangan yang sama berisiknya dengan lorong berlantai putih di luar. Mata Ribka meninjau kerumunam orang-orang yang terbagi dalam beberapa kelompok obrolan masing-masing, kemudkan ia memandang tetap kepada dua perempuan berseragam kemeja warna merah gelap —yang bawahannya tidak terlihat dari balik meja setinggi batas perut— sedang menghadap dua baris antrean. Ribka menggandeng Alter ke sana, menjadi bagian dari antrean.

"Senja di Tanah Senja, dua seat," kata Ribka ke salah satu petugas loket.

"Maaf, kak. Untuk dua jam tayang terakhir hari ini, Senja di Tanah Senja udah penuh."

"Yah," Ribka dan Alter saling memandang dengan kecewa.

"Gimana?" tanya Ribka ke Alter. 

"Yang lain?" tanya Alter ke petugas loket. 

"Boru Sibolangit, tayang sebentar lagi. Masih bisa dipesan."

"Boru Sibolangit, udah tayang dari seminggu lalu. Udah nonton?" tanya Alter ke Ribka. 

"Belum."

"Dua," kata Alter ke petugas loket. 

 

***

 

“Imora!”

Nama itu yang membuat jantung Nale bergejolak, terlebih lagi karena Framon menghampiri hadapan Imora.

“Maaf membuatmu banyak berharap padaku, dan aku sangat melukai perasaanmu pada akhirnya. Karena harus kupilih satu.” Framon berpaling ke Nale, dihadapan. “Kutepati janjiku untukmu, Nale!”

Gejolak jantung Nale menjadi berbeda.

 

Pada adegan yang tengah berlangsung itu... 

 

“Maukah jadi milikku, dan menjadi seperti perempuan lainnya?”

“Ya, karena kau, Abang.” 

Senyum Nale bersinkron dengan senyum Framon, terbungkus sinkronisasi layer-layer perasaan keduanya saat waktu magrib mulai menjelang, yang membuat cemberut kecut sepasang bibir Imora.

 

Sementara tangan kanan Ribka beralih ke belakang tangan kiri Alter yang tenang, bersinkronisasi, saling menggenggam. Ribka menyandarkan kepala ke bahu kiri Alter, tanpa Ribka tahu membuat Alter sedikit canggung —seperti tidak terbiasa mengalami situasinya. Namun tampaknya kegelisahan Alter semakin redam seiring menyaksikan filmnya, sehingga ia semakin tenang dan ... terbiasa. 

Puluhan formasi istilah dan nama pada latar belakang hitam ditayangkan bergerak tenggelam ke bagian bawah layar. Terbesit rasa penasaran dalam pikiran Alter, mepertanyakan ketenangan Ribka yang tetap menyandar padanya, bahkan Alter melihat genggaman Rbka pada tangannya terasa lemah. Alter bergeming ke wajah Ribka, memanggilnya, "Ribka!" 

Tanpa ragu kanan Alter membelai —juga sedikit mengguncang, menepuk dengan jemari— wajah Ribka sambil terus memanggil. "Hei, bangun!"

Ribka menegakkan kepala, mendapati sebagian orang beranjak dari kursi, juga mengetahui kredit film sedang berjalan. Ia memandang Alter, "Aku ketiduran?"

 

***

 

Jarum jam analog terpasang pada pergelangan tangan kiri yang feminin menunjuk pukul sembilan lewat lima puluh menit. "Hampir jam sepuluh!" Ribka kembali menggelantungkan tangan kiri, sedangkan cara berjalannya lesu dengan menggandeng Alter. "Aku ngantuk."

Mereka berdua sampai di halaman pintu masuk dari gedung bertingkat empat. 

"Aku cariin taksi," kata Alter. 

"Enggak mau."

Alter heran. 

"Aku takut. Sering ada beritanya di tivi."

Alter mengerti maksudnya. "Terus, mau gimana?"

"Besok pagi," dengan malas Ribka jawab. 

 

***

 

"Cuma ada satu kamar. Tapi aku sering tidur di sofa," kata Alter sambil menutup pintu dari dalam ruang tamu minimalis. 

"Malam ini aku yang tidur di sofa." Ribka menuju satu sofa panjang yang punya dua bantal kain berbulu benang warna cokelat. Salah satu bantal Ribka sandarkan pada pegangan sofa, ia berbaring tanpa melepas sepatu, memeluk satu bantal yang lain, memejam mata, "Selamat malam, Alter."

"Selamat malam, Ribka." Alter menghampiri saklar yang terpasang di dinding, menekanmya sehingga ruang tamu itu gelap. 

"Dinyalain!" rengek Ribka, membuat Alter menurut.

 

***

 

Wajah Ribka terpapar cahaya yang lebih terang daripada intensitas dalam ruangan. Tidak lama ia sedikit membuka mata, lalu menghadapkan belakang tangan kiri menutup wajahnya. 

"Pagi, Ribka!"

Lewat celah jari ia lihat seseorang yang menyapa dirinya sedang menarik kedua tirai ke samping jendela. Ribka bangkit mendudukkan diri, menyadari sebuah selimut warna oranye bermotif bunga matahari telah membalut tubuhnya. Sempat juga ia lihat dua cangkir minuman warna cokelat yang mengepul asal tipis, masing-masing garpu pada sepasang piring datar putih, duet saus dan mayonais pada mangkuk kecil dengan sendok imut, dan sepiring lonjong berisi banyak potongan singkong goreng yang ia cium aroma asli di antara aroma minyak yang menggorengnya, tersaji di atas meja.

Alter duduk di sofa lain menghadap Ribka. 

"Pagi, Alter!"

"Masih ngantuk?" tanya Alter sambil menaruh beberapa sendok saus pada piring di hadapannya. 

"Emm, masih."

"Cobain singkong goreng, cocol saus bikin ngantuknya hilang."

Ribka menyingkirkan selimut dari pahanya ke sebelah.

"Atau cokelat hangatnya," saran Alter sambil menusuk singkong goreng dengan garpu, mencocolnya ke saus yang ada di piring.

Ribka mengambil cangkir yang tersaji di depannya, meneguk minuman di dalamnya sedikit, sedangkan Alter mengunyah setusuk singkong goreng dari garpu di tangan.

"Sejak berapa lama filmnya kamu tahu aku ketiduran waktu nonton semalam?" tanya Ribka, lalu meletakkan kembali cangkir ke atas meja. 

"Aku baru tahu kamu ketiduran waktu filmnya selesai." Alter mengambil sampai tiga buah singkong goreng, menaruh ke piring. "Kamu ingat endingnya?"

Ribka menggeleng.

"Berarti kamu harus nonton lagi," kata Altwr sambil menaruh beberala sendok mayonais ke piring, sedangkan Ribka tersenyum mendengarnya.

Ribka mencoba singkong goreng yang telah dicocol sedikit saus dan cukup berlumur mayonais. "Kira-kira apa rencana kamu ke depannya, selain tinggal sendiri di sini, dan selain jago main basket?"

"Selain yang kamu sebutin belum aku rencanain."

"Ada yang mau kamu ceritain?" Ribka menunggu Alter selesai menelan.

"Aku memulai kehidupanku sendiri, karena keluargaku tidak menginginkan kapabilitas yang aku punya," dengan nada suara rendah Alter menjawab.

Raut muka Ribka menunjukkan tidak mengerti. "Maksudnya?"

"Saudariku selalu diunggulkan."

"Kenala begitu?"

"Dia banyak membuat orangtuaku bangga. Selalu ranking tiga besar terbaik waktu sekolah, beasiswa jalur prestasi di Sandroguennes University di Swiss sampai lulus strata satu, pemain basket hebat jauh sebelum aku memulai, CEO perusahaan konveksi punya keluargaku. Hem, tahu cara berkelahi, silat, taekwondo, dan entah aku lupa namanya, tingkat provinsi sampai ASEAN. Hebat, kan?"

"Waw! Itu multi-talent yang besar," Ribka mengesan. "Jadi kamu ke kota ini ... perintah orangtua atau keinginan kamu sendiri?"

"Bahkan orangtuaku sering kali enggak puas meski pun aku lakuin perintah mereka."

"Kabur?" dengan lebih lembut dan santun Ribka tanyakan.

Alter tersenyum tipis. "Bahkan mereka di rumah sering kali memandangku dengan ketidaklegaan."

Ribka merasakan pembawaan hati yang Alter ungkapkan padanya. "Kok sedih, ya? Maaf!"

"Aku memang harus menjalani hidup sesedih mungkin."

"Kenapa?" Ribka heran.

"Biar kamu yang bahagiain," sambil tersenyum Alter menjawab, sehingga Ribka juga.

 

*** 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Gladistia

    Baru 2 chapter, udah suka. Jadi nostalgi. Keren Dhio, lanjut dongsss.... ^^

    Comment on chapter Chapter 3: Excalibur
Similar Tags
Verlieren
1078      446     2     
Romance
❝Aku ingin bersama mu dalam dua waktu saja. Sekarang dan selamanya.❞ Kehilangan itu mungkin sebuah akhir bagi sebagian orang, tapi tidak untuknya. Dia dipertemukan oleh kehilangan agar menemukan jalan hidupnya. Yang baru. Azka merasa bahwa hidupnya terasa hampa dan terus terpuruk. Sejak 'dia' hilang, rasanya hidupnya tak mempunyai warna lagi. Karena Aresha, terpisah darinya selama bela...
Upnormal
7164      1774     4     
Fantasy
Selama kurang lebih lima bulan gadis delapan belas tahun ini sibuk mencari kerja untuk kelangsungan hidupnya. Sepertinya Dewi Fortuna belum memihaknya. Nyaris puluhan perusahaan yang ia lamar tak jodoh dengannya. Selalu coba lagi. Belum beruntung. Faktor penyebab atas kegagalannya ialah sang makhluk lain yang selalu menggodanya hingga membuat gadis itu naik pitam. Maklum usia segitu masih labil. ...
Semanis Rindu
15602      2936     10     
Romance
Aku katakan padamu. Jika ada pemandangan lain yang lebih indah dari dunia ini maka pemandangan itu adalah kamu. (Jaka,1997) Sekali lagi aku katakan padamu. Jika ada tempat lain ternyaman selain bumi ini. Maka kenyamanan itu ada saat bersamamu. (Jaka, 1997) Jaka. nama pemuda jantan yang memiliki jargon Aku penguasa kota Malang. Jaka anak remaja yang hanyut dalam dunia gengster semasa SM...
JATUH CINTA
1205      551     3     
Romance
Cerita cinta anak SMA yang sudah biasa terjadi namun jelas ada yang berbeda karena pemerannya saja berbeda. Dia,FAIZAR HARIS AL KAFH. Siswa kelas 10 SMAN 1 di salah satu kota. Faizar,seorang anak yang bisa dibilang jail dengan muka sok seriusnya itu dan bisa menyeramkan disaat tertentu. Kenalkan juga, ALYSA ANASTASIA FAJRI. seorang gadis dengan keinginan ingin mencari pengalaman di masa S...
My Teaser Devil Prince
5660      1349     2     
Romance
Leonel Stevano._CEO tampan pemilik perusahaan Ternama. seorang yang nyaris sempurna. terlahir dan di besarkan dengan kemewahan sebagai pewaris di perusahaan Stevano corp, membuatnya menjadi pribadi yang dingin, angkuh dan arogan. Sorot matanya yang mengintimidasi membuatnya menjadi sosok yang di segani di kalangan masyarakat. Namun siapa sangka. Sosok nyaris sempurna sepertinya tidak pernah me...
Rela dan Rindu
7645      1967     3     
Romance
Saat kau berada di persimpangan dan dipaksa memilih antara merelakan atau tetap merindukan.
My Soulmate Coco & Koko
4531      1603     0     
Romance
Menceritakan Isma seorang cewek SMA yang suka dengan hewan lucu yaitu kucing, Di hidupnya, dia benci jika bertemu dengan orang yang bermasalah dengan kucing, hingga suatu saat dia bertemu dengan anak baru di kelasnya yg bernama Koko, seorang cowok yang anti banget sama hewan yang namanya kucing. Akan tetapi mereka diharuskan menjadi satu kelompok saat wali kelas menunjuk mereka untuk menjadi satu...
DRAMA
554      381     13     
Short Story
Harusnya kau tahu ....
Love and your lies
4775      1180     0     
Romance
You are the best liar.. Xaveri adalah seorang kakak terbaik bagi merryna. Sedangkan merryna hanya seorang gadis polos. Dia tidak memahami dirinya sendiri dan mencoba mengencani ardion, pemain basket yang mempunyai sisi gelap. Sampai pada suatu hari sebuah rahasia terbesar terbongkar
MAKE ME NEGATIVE THINGKING
1524      619     4     
Humor
Baru tahun ini aku mengalami hari teristimewa yang membuatku merasa bahagia beralih kesifat P E S I M I S. kalian ingin tahu kenapa?