Read More >>"> Ankle Breaker: Origin ([Chapter 7: Ego Alter]) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ankle Breaker: Origin
MENU
About Us  

[Chapter 7: Ego Alter]

 

"Meski tanpa komando langsung dari Silvia, konsistensi gaya bermain Shadawn enggak ada yang terlihat kurang." Alter menoleh kiri, melihat Silvia di bangku cadangan sedang meneguk air minum.

Muka Trea menunjukkan khawatir. "Efektifitas ketahanan stamina tim kita mulai turun." Seperti Alter, Ia tetap memperhatikan pertandingan berlangsung. Ada pelanggaran yang terjadi.

"Emh, Wasik!?" gumam Trea gemas.

"Foul mulai terjadi lagi," kata Alter. "Ini enggak baik. Pemain yang lakuin pelanggaran empat kali akan drop out. Kalau satu tim punya tiga pemain kena drop out, otomatis gugur. Ch! Wasik sama Mo Drage udah tiga kali."

Bunyi peluit terdengar. "Offensive foul! Antologia, charging!"

Alter dan Trea sama terguncang seperti Ivan, Bactio, Wasik dan Bimo mengetahuinya.

"Drage!?" keluh Trea, sembari melihat wajah Andreka yang tertekan.

Sementara Shadawn memanfaatkan jeda waktu dengan menaikkan Krisi ke bangku cadangan supaya diganti oleh yang lain, Andreka menghampiri bench dengan memunggungi empat rekan yang ditinggalnya dalam court.

Pertandingan berlanjut. Kedua tim saling berbalas skor, juga terjadi beberapa kali pelanggaran seperti saat ini. Alter melihat wajah Wasik yang berpeluh dan pucat, sedangkan pandangan matanya turun saat berjalan menghampirinya.

"Sorry, aku ceroboh!" Wasik duduk sebelah Alter.

 

***

 

"Bimo, kamu tiga kali foul, kan?" tanya Trea lembut. "Kuarter terakhir, kasih Alter."

Bimo menjawabnya dengan angguk.

"Bact, Ivan, tolong bertahan, ya!" pinta Trea dengan nada senyaman mungkin untuk mereka berdua dengar. Kemudian menatap Alter. "Tangan kamu, terasa lebih baik?"

"Rasanya lebih tebal." Alter menggerak-gerakkan jemarinya yang terbalut verban serupa pa telapak tangan, lalu meregangkannya. "Tapi enggak seperti yang kamu khawatirkan."

Trea beralih menatap Andreka di sebelah kanannya. "Drage!"

"Ha?"

Trea melihat raut muka yang pucat itu, dan berminyak. Setitik keringat jatuh dari ujung sehelai poni Andreka yang menyandar dahi, turun ke pipi kiri. Trea menghela napas pelan. "Baiklah, biar aku." Berpaling, menatap Bactio dan Ivan yang mengisi tubuhnya dengan air minum. "Bact, Ivan, tolong bertahan sampai akhir, dan bantu Alter. Alter, serangan tim akan terpusat pada kamu. Tolong balikkan ketertinggalan skor kita."

Setiap dari mereka berdiri, menyatukan telapak tangan masing-masing ke depan menjadi satu tumpukan. Moderator memberitahukan dimulainya kuarter terakhir. Kedua tim masuk dalam court.

 Dari bawah rim Alter melihat Silvia kembali turun. "Center" gumamnya.

Ivan di belakang garis di bawah rim, memberi operan kepada Alter.

"Hati-hati kaki kalian, gals!" Silvia mengimbau ketika melihat Alter melarikan drible silang.

Alter mengeratkan geraham, langkah lari ia percepat, diiringi Bactio dan Ivan menuju low-post Shadawn.

"Halo, limited player! Jangan main kasar kayak teman-teman kamu, ya!" kata Silvia ketika merintangi Alter.

"Soal itu aku enggak janji. Aku pernah disakitin pas lagi kalem-kalemnya."

Alter melihat Anne menutup sisi kirinya.

"Double team? Enggak masalah. Jaga pipi kalian!"

Alter melakukan beberapa macam gerakan silang, tipuan, dan berputar yang saling bersinambungan.

"Kayaknya itu berat buat Silvia sama Anne lakuin," kata Trea mengamati.

"Satu lagi bantuan. Siapa itu namanya?" kata Bimo mengetahui situasi yang Alter hadapi. "Triple team."

"Ankle break, combo!" Alter melewatkan bola ke titik pantul bawah paha kirinya. Ia memutar kedua tumit ke kanan searah putaran badannya, beralih ke posisi aman dari tertumbur tiga perempuan yang saling terpeleset jatuh ke dasar court. Dengan cepat kedua mata Alter mencari posisi Ivan dan Bactio sedang dalam penjagaan rapat.

"Alter enggak bisa ngoper," kata Bimo mengamati.

"Alter buruan! Enggak ada penjagaan yang akan datang dengan cepat!" Trea gemas.

Dari jarak yang dekat dengan rim, tidak ada seorang pun perempuan yang menahan Alter meledakkan dunk-nya. Dengan itu tiga puluh poin Antologia dibuat, sementara tertinggal delapan poin dari Shadawn.

Bunyi peluit terdengar. "Referee time out!"

Alter berbalik badan. Di antara tiga perempuan yang tergeletak, yang posturnya paling tinggi terbaring miring ke kanan, sambil tangan kirinya memukul-mukul dasar court. Alter pikir Silvia bangkit dengan baik-baik saja, sedangkan perempuan yang tidak ia tahu namanya sedang merasai masalah pada sekitar pergelangan tangan kanan.

"Tenang-tenang, mana yang sakit?" tanya Silvia ketika berlutut di sebelah Anne yang mengaduh dengan kesal.

Tidak termasuk Silvia, dua pemain Shadawn yang cedera diganti dengan yang lain.

"Setelah ngambil waktu referee time out, ternyata gaya bermain Shadawn masih sama," Trea mengamati pertandingan berlangsung. "Alter, Bactio, Ivan, semoga kalian bisa balikkan keunggulan."

"Shadawn belum memahami kalau karakter bermain mereka cukup riskan buat mereka sendiri, selama Alter menyerang," kata Andreka.

"Meski pun begitu, saat mereka bertiga bertahan harus memutuskan satu di antara dua pilihan yang sama riskan, mana pun yang dipilih. Bikin koordinasi penjagaan jarak jauh, memungkinkan Shadawn melakukan serangan dari luar, sedangkan persentase keberhasilan tembakan mereka cukup tinggi. Atau melakukan penjagaan jarak dekat, cewek-cewek itu sangat pintar memancing lawan melakukan pelanggaran," terang Wasik.

"Shadawn mulai masuk low-post!" reaksi Bimo memperhatikan pertandingan.

Bactio merintangi seorang pemain yang melarikan drible. "Itu bukan sikap yang baik bikin shoot," kata Bactio ketika telah gagal mengarahkan block-nya.

"Air battle." Alter bereaksi terhadap arah bola yang memantul dari bank, sekaligus terhadap seorang lawan yang melakukan gerakan serupa sehingga saling berhadapan di udara. "Agh!?" terkejut.

"Sheed, bukan aley-oop!" kata Bimo memperhatikan.

Alter melihat perempuan di hadapannya mengarahkan tangan ke belakang, dan sempat ia lihat bola mengoper ke sisi kiri perempuan itu ... kepada Raini di sudut tiga poin tanpa penjagaan.

"Daym, Ivan!" kata Andreka. Seri wajahnya mulai tampak.

"Raini de javu," Bimo menanggapi, mengetahui Ivan memotong operan.

"Rragh!" Ivan membuat operan panjang ke Bactio yang ada di dalam lingkar tengah court.

"Bagus, Bact. Enggak ada yang sempat ngejar kamu!" Trea bungah.

Bactio berhenti pada posisi diagonal ke kanan terhadap rim Shadawn.

"Dia mau three pointer!?" cengang Wasik. "Ogh? Silvia?" Ia melihat Silvia menuju punggung Bactio dengan cepat, lalu melompat ketika tembakan dilepaskan.

Bactio melihat sebelah tangan feminin dari arah belakang menyinggung tangan kanannya. "Agh!" Bactio hampir tersungkur ke depan. Ia merasa sesuatu yang empuk jatuh di punggungnya. Aroma selembut dan seharum bugenfil ia rasakan.

"Shadawn, charging!"

"Kamu bidadari, ya? Kok jatuh dari langit?" goda Bactio, tidak Silvia tanggapi.

 Satu lemparan bebas Bactio berhasil membuat skor Antologia menjadi tiga puluh tujuh, sementara tertinggal empat poin dari Shadawn.

Shadawn menjalankan giliran serangan.

"Ow, sheed! Ini bikin pusing!" gumam Alter sambil bermobilisasi menanggapi operan demi operan yang Shadawn lakukan.

Bola sampai ke tangan Raini pada posisi bebas penjagaan, di dekat luar garis lingkar tengah court. Melakukan sikap menembak dari posisinya.

"Heu? Itu jarak yang kepedean!" Wasik menanggapi.

Tiga pemain Shadawn berkumpul di sekitar bawah rim, seperti tiga pemain Antologia lakukan. Rim bering. Bola melintas berputar pada lingkar dalam rim dengan arah lawan jarum jam, beberapa lap. Setiap jantung pemain dalam court berdegup serupa. Lintas bola melambat. Gravitasi bumi mendukung pusat keseimbangan posisi bola yang condong ke dalam lingkar besi, sehingga bola jatuh menyinggung jaring. Dengan itu skor perolehan Shadawn menjadi empat puluh empat.

"Bact, Van, tolong cover aku bentar!" Alter minta.

"Alter ngapain?" Trea memikirkan maksud dari Bactio dan Ivan yang menutup hadapan Alter dengan punggung mereka berdua. Ia melihat Alter memejam mata.

"Kamu mau ngapain, Alter?" tanya Ivan.

"Nyelam," jawab Alter.

"Nyelam? Buat?" tanya Ivan lagi.

"Diamlah!" jawab Alter sedikit kesal.

"Damit!" gumam Ivan sama kesalnya.

"Kita cuma disuruh begini doang?" tanya Bactio pelan ke Ivan.

"Kenapa nanya aku?"

Trea yakin, sorot mata Alter yang ia curi pandang kali ini berbeda dari sebelum memejam, sorot mata sedingin raut wajahnya. Namun entah bagaimana Trea merasa seolah mata itu juga tampak berapi.

Alter mengubah drible menjadi silang dan acak. Tiap dentum bola ketika memantul terasa menggetarkan hati Trea, mungkin juga tengah dirasakan dalam hati setiap orang yang memperhatikan hal serupa.

"Aku ngerasa, sesuatu dibangunkan dari dalam," akunya Andreka.

"Bact, Van, ayo!" Alter melarikan drible, diiringi Bactio dan Ivan yang mengimbangi kecepatannya.

"Trisa! Ven! Rapetin dia!" kata Silvia, sehingga bertiga memisahkan Alter dari Bactio dan Ivan.

"Enggak bolehin aku ngoper, ya? Baiklah."

"Gampang dilewatin. Defense mereka bertiga enggak intens kayak sebelumnya," kata Trea mengamati.

Alter mendapati dua pemain yang tersisa menuju padanya.

"Ninggalin Bactio dan Ivan bebas buat ngamanin rim?" Andreka menilai situasi pertaningan.

Dua pemain Shadawn melompat hingga setinggi Alter lakukan.

"Double block!?" kata Andreka menyaksikan. Sempat pandangannya mendapati Alter mengalihkan bola ke punggungnya, melempar tepat ke tangkapan Bactio yang sedang bebas dari penjagaan. "Ow, fake! Bactio!? Corner three pointer!" melihat Bactio melepas tembakan. "Yeah!" bungahnya mengetahui skor perolehan sementara timnya menjadi empat puluh poin.

"Oh, enggak!" resah Trea tiba-tiba. Melihat pemain Shadawn yang menerima operan mati melakukan air-ball —atau melambungkan bola secara bebas.

"Sheed! Aku lengah!" Alter mengetahui Silvia menjemput arah jatuhnya bola di low-post timnya sendiri.

"Make it rain!" Silvia menyeru sambil mengoper bola kepada Raini.

"Ch! Raini lagi!" Alter mengetahui Raini yang menyelesaikan fast-break dengan tembakan tiga poin berhasil.

Antologia melarikan giliran serangan.

"Serangan Antologia masih diatur limited player itu," kata Silvia kepada rekannya.

"Kita rapetin lagi?" tanya Raini.

"Ya. Jangan biarin lolos kali ini!"

Helaan napas dari tiga perempuan yang menjaganya beberapa kali menerpa pipi mau pun hidung Alter sendiri. "Kalian suka banget rapetin aku. Tapi mukanya kok serius gitu?"

Alter mengubah arahnya ke kanan, sehingga Raini bereaksi ke arah yang sama. "Kejauhan, sayang!"

Langkah yang Raini buat terlalu lebar, sehingga jarak antara dirinya sengan Silvia menjadi celah tanpa sengaja membuat Alter lewat. Melirik ke kanan, Alter mengukur momentum bebas Ivan dan memperkirakan arah larinya, memberinya operan.

Tidak membiarkan lebih dari dua detik bola di tangan, Ivan melemparnya lurus mengarah ke rim Shadawn, tepatnya ke bank ketika Bactio terbang tanpa kepakan sayap menuju arah yang sama.

"Vragh!" Bactio menyelesaikan aley-oop.

Bunyi peluit terdengar. "Referee time out!"

Silvia berlutut —memberi perhatian dengan tidak berguna— di sebelah Raini yang terbaring sambil merintihkan tangis tanpa air mata, sementara Trea memperhatikan Alter berlalu lewat sebelah punggung Silvia sambil tidak peduli.

Sementara Antologia memanfaatkan jeda waktu yang wasit berikan ...

"Alter!" Trea menatap laki-laki yang kedua sudut bibirnya seperti membeku. "Kamu, enggak lagi ada masalah? Ada yang bikin kamu kesel?"

"Apa menurut kamu begitu?" Alter balik tanya.

"Iya. Aku lihat kamu bukan Alter yang biasanya."

"Apa kamu lagi berubah?" tanya Andreka menyambung, memandang Alter dengan penasaran.

"Soal itu ... aku enggak tega bikin seseorang jatuh karena efek ankle break, meski itu bukan salahku." Sekali menghela napas. "Tapi rasa kasihan dan ragu enggak bisa aku pakai buat ngilangin tekanan yang mereka kasih bertubi-tubi. Mereka lawan yang berat. Apalagi cuma diatasin tiga orang." Ia menjeda, namun tidak seorang pun menyela. "Maaf, aku enggak bermaksud ngeluh. Dan yang kalian tanyain soal perubahanku, anggap aja ini adalah," tangan kanannya memegang dada, "mode Ego Alter. Bukan kepribadianku yang lain. Hanya sisi diriku yang egois perlu terpanggil."

"Damit," Andreka mengesan.

"Ego Alter, ya?" tanya Trea.

"Dengan kadar ego tertentu yang sengaja dibesarin, aku jadi egois. Enggak peduli siapa yang jatuh kena ankle break. Dan saat ini aku emang perlu enggak akan kasihan lagi, buat ngalahin mereka."

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • Gladistia

    Baru 2 chapter, udah suka. Jadi nostalgi. Keren Dhio, lanjut dongsss.... ^^

    Comment on chapter Chapter 3: Excalibur
Similar Tags
Klise
2760      1051     1     
Fantasy
Saat kejutan dari Tuhan datang,kita hanya bisa menerima dan menjalani. Karena Tuhan tidak akan salah. Tuhan sayang sama kita.
Perfect Hallucinations
376      268     2     
Short Story
Is it Real?
Cinta dalam Impian
91      71     1     
Romance
Setelah ditinggal oleh kedua orang tuanya, seorang gadis dan abangnya merantau untuk menjauh dari memori masa lalu. Sang gadis yang mempunyai keinginan kuat untuk meraih impian. Voska belajar dengan rajin, tetapi dengan berjalannya waktu, gadis itu berpisah dengan san abang. Apa yag terjadi dengan mereka? Mampukah mereka menyelesaikan masalahnya atau berakhir menjauh?
Distance
1648      641     4     
Romance
Kini hanya jarak yang memisahkan kita, tak ada lagi canda tawa setiap kali kita bertemu. Kini aku hanya pergi sendiri, ke tempat dimana kita di pertemukan lalu memulai kisah cinta kita. Aku menelusuri tempat, dimana kamu mulai mengatakan satu kalimat yang membuat aku menangis bahagia. Dan aku pun menelusuri tempat yang dimana kamu mengatakan, bahwa kamu akan pergi ke tempat yang jauh sehingga kit...
Pensil Kayu
335      218     1     
Romance
Kata orang cinta adalah perjuangan, sama seperti Fito yang diharuskan untuk menjadi penulis buku best seller. Fito tidak memiliki bakat atau pun kemampuan dalam menulis cerita, ia harus berhadapan dengan rival rivalnya yang telah mempublikasikan puluhan buku best seller mereka, belum lagi dengan editornya. Ia hanya bisa berpegang teguh dengan teori pensil kayu nya, terkadang Fito harus me...
Menggenggam Harapan
366      238     0     
Short Story
Sampai kapanpun, dua hati yang tak pernah jujur akan perasaannya satu sama lain, berarti pemiliknya hanyalah menggenggam perasaan, menggenggam harapan.
Enorcher
558      291     7     
Short Story
Enorcher bilang, di antara hari-hari yang biasa kita sebutkan ada beberapa hari yang ternyata tidak kita ketahui. Termasuk keberadaan angka-angka yang hilang di antara nol sampai sembilan. Saat Margo menginterogasi, Enorcher mengaku biasa melakukan aksi pembunuhannya pada hari-hari yang tidak terdaftar itu.
Something about Destiny
127      109     1     
Romance
Devan Julio Widarta yang selalu dikenal Sherin sebagai suami yang dingin dan kurang berperasaan itu tiba-tiba berubah menjadi begitu perhatian dan bahkan mempersiapkan kencan untuk mereka berdua. Sherin Adinta Dikara, seorang wanita muda yang melepas status lajangnya pada umur 25 tahun itu pun merasa sangat heran. Tapi disisi lain, begitu senang. Dia merasa mungkin akhirnya tiba saat dia bisa mer...
Kebahagiaan...
524      364     4     
Inspirational
Apa arti sesungguhnya dari bahagia? Dapat menghabiskan banyak waktu menyenangakan bersama orang yang kita sayangi dan bisa terus bersama adalah salah satu dari kebahagiaan yang tidak ternilai....
Story of Apocrypha
367      223     2     
Short Story
Tahta. Siapa yang tidak tergiur dengan tahta? Apalagi dalam lingkup kerajaan, tahta sangat diidamkan karena dapat menaikkan derajat seseorang. Dendam. Dendam berbeda dengan tahta. Dendam lebih tragis dan bisa menguasai sang pendendam. Seorang putri yang selalu dikalahkan oleh dendamnya, menghancurkan apapun tanpa peduli dengan tahta. Asalkan hasratnya dalam melayani korbannya bisa ...