"Okay, karena kita punya pemain baru, kita juga perlu rancang strategi baru. Apalagi jadwal semi final," Trea bergeming, mengingat sesuatu. Lalu menghitung satu per satu dengan kelima jari tangan kanannya. "Lima hari lagi. Yang artinya kesempatan latihan kita empat kali lagi," sambil jari tangan kanan berisyarat empat. "Harus siap, Alter?"
Alter pikir seharusnya Trea bertanya, Kamu siap, Alter?
"Kita sedang mengikuti BSGE. Batam Street Game Elevation," sementara Trea khususkan pandangan hanya tertuju kepada Alter, "Ada beberapa cabang street game, sih. Ofcourse, kita hanya ngomongin basket. Kita udah berhasil melangkah sampai final grup. Jadi, berikan yang semua terbaik! Okay?"
"Okay," jawab Alter.
"Nah," Andreka menyela, sambil membuat bola berputar seimbang pada ujung jari telunjuknya. "Aku kira intro udah cukup. Ayo kita latihan. Three ex three."
"Pasang!" timpal Wasik sambil membenarkan posisi sarung lengan.
"Aku, Siix, Bimo. Bactio, Ivan, Alter," Andreka tentukan.
"Enggak imbang," sanggah Bactio percaya diri.
"Nraktir baso granat lagi tim Mo Drage," kata Ivan bersemangat.
"Trea ngapain?" tanya Alter.
"Ngambilin bola," jawab Bimo.
"Dapat gue tembakin ke loe biar enggak jomblo," balas Trea.
Tidak ada tanda khusus yang membedakan kawan dan lawan tim, maka ingatan Alter mencatan kaus putih Bactio dan Jersey biru Ivan sebagai penanda rekan latihan tandingnya. Alter menjaga Andreka pada awal pertandingan, menangani beberapa macam drive dan fake Andreka yang dilakukan tiba-tiba. Pun begitu Andreka merasa belum mendorong posesi permainannya lebih dari lima puluh persen selama dua puluh detik pertama, tidak cukup mudah melewati penjagaan dari Alter dengan gaya itu.
Namun Andreka cukup prediktif melihat celah perhatian penjaganya, membuat operan langsung melewati sebelah kiri telinga Alter. Operan tinggi yang mengarah ke rim tunggal, membuat Bimo harus beradu ketepatan waktu dan ketinggian lompat dengan Bactio, saling berlomba menggapai bola di udara.
Tidak, Bimo yang melompat lebih awal, menangkap bola secara akurat dengan kedua tangan, bukan waktu yang tepat untuk mendarat sedangkan jarak rim dengan jangkauan lengannya dekat. Meski posisi Bactio kini sebadan lebih dekat, yang siap menggagalkan aley-oop Bimo dengan block, tapi sebelah tangan Bactio tidak sebanding kekuatan dua tangan Bimo yang menyelesaikan aley-oop dengan dunk. Alter terpukau menyaksikannya, dalam hati menilainya hebat, dunk Bimo mau pun blocking Bactio.
"Ivan," seru Bactio sambil menembakkan bola ke Ivan.
Alter paham, dia harus membuat posisinya memudahkan Ivan apabila bermaksud memberinya operan, meski dijaga Wasik rasanya cukup menyusahkan. Namun Ivan pikir, penjagaan Andreka membuat posisi Bactio lebih sulit untuk menerima operan darinya. Sekali lagi melirik Alter, Ivan merasakan momentum yang tepat. Sesuai penilaian, Alter menerima operan dari Ivan cukup mudah. Kesempatan Alter untuk membuktikan bahwa dia tidak mudah mengecewakan pilihan teman-temannya. Bukan, bukan hanya Wasik. Alter tidak mengerti. Apa yang Andreka, Bimo dan Wasik rencanakan sehingga posisi Ivan dan Bactio terabaikan?
"Langsung menjagaku dengan triple-team seawal ini!?" pikir Alter yang belum bisa memercayai hal itu sepenuhnya. Bahkan Ivan, Bactio dan Trea juga. Namun sorot mata dari tiap lawan yang menjaganya meyakinkan hal itu sesuai dengan yang mereka rencanakan.
Seperti yang Trea saksikan dengan antusias, Alter membawa gaya bermainnya lebih lugas, sesuai dengan situasi dan tingkat tekanan yang dia rasakan saat itu. Mencoba gaya bermainnya menghadapi tiga macam pertahanan sekaligus. Sebagaimana Ivan juga Bactio perhatikan, penampilan solo yang cukup tangguh Alter bawakan. Pola langkah kaki yang fleksibel, kombinasi drive, crossover dan drible dengan berbagai tempo secara acak, bahkan mulai terkesan tidak sportif yakni di luar gerakan fundamental olahraga basket. Trea perhatikan, begitu terbiasa Alter melakukannya.
"Oh!? Jadi sebenarnya ...?" Trea bergumam, seperti menyadari suatu hal yang baru dia temukan.
Trea pikir, Wasik tidak sedang kehilangan konsenstrasi, mungkin faktor lainnya yang membuat Wasik di luar perkiraannya sendiri mengapa bisa terhuyung lalu menumbur Andreka. Karenanya Alter akan lebih mudah meloloskan diri lewat celah yang Wasik buka untuknya. Namun bukan itu yang Alter pikirkan, tampaknya dia ingin menerobos lewat penjagaan Bimo sementara Andreka sedang terganggu oleh tumbangnya Wasik. Sedikit berdampak juga hal itu kepada langkah Bimo yang sempat tersenggol lengan kanan Andreka. Bimo tidak cukup terganggu hal sekecil itu, konsentrasinya tetap diarahkan penuh untuk berusaha mematahkan daya serang Alter.
Sebagaimana Bimo sendiri merasa, melemahnya pergelangan kaki secara tiba-tiba tidak masuk dalam perhitungannya. Pergeseran keseimbangan pusat gravitasi tubuh membuat dirinya jatuh seperti Wasik dan Andreka. Alter meruntuhkan dinding pertahanan lawan sepenuhnya, dia leluasa melihat Ivan di dekat rim dan ... tidak ada yang menghalangi operan kepadanya.
Namun tidak seperti yang Alter pikirkan, Ivan tidak melakukan lay-up untuk menyelesaikan giliran. Ivan mengoper ke Bactio yang ada di sisi high-post terdekat, di antara garis tepi court dengan garis zona dalam. Kini Alter paham maksudnya, tidak salah lagi, cluther-shoot Bactio berhasil membuat tiga poin.
Altee berbalik, menatap Andreka, Wasik dan Bimo yang berusaha bangkit.
"Maaf, gaes!" sesal Alter, menghampiri, "tadi beneran di luar kendali."
"Di luar kendali? What-whatation is that?" Bimo terdengar menyangkal.
"Jangan what-whatation lagi!" protes Wasik ke Bimo.
"Aku sendiri juga sulit menerimanya, terkadang," sesal Alter sekali lagi di hadapan mereka bertiga.
"Apa-apan kombo tadi?" kesal Andreka.
"Multiple ankle break, huh?" sinis Bimo.
Terdengar siulan panjang, keenam laki-laki saling tertuju kepada satu-satunya perempuan di antara mereka.
Trea melangkah menghampiri. Pertama menatap ke Andreka, "Sesuai dugaan kamu kan, Drage?"
"Iya," jawab Andreka, lalu berpaling ke Alter, "Apa setiap kali bermain kamu selalu begitu?"
Alter mengangguk.
"Apa yang terjadi kalau kamu bermain selama satu pertandingan penuh?"
"Dua sampai lima orang cedera. Di antaranya perlu beberapa hari supaya bisa pulih," dengan mata menjadi sedikit sayu Alter menjawab.
"Makanya lebih suka berlatih sendiri?" tanya Trea.
Alter mengedipkan matanya pelan.
"Kamu pasti punya sejarah hebat sebelum mengenal kita," kata Andreka terdengar menyanjung.
"Itu belum terjadi."
"Atau justru di-banned," celetuk Wasik.
"Forbidden list," tambah Bimo.
"Kalau itu mungkin benar," balas Alter.
"Jadi penasaran, tim mana aja yang pernah bawa karir kamu," kata Ivan.
"Tim? Tim pertamaku adalah Antologia," ungkap Alter, yang semua temannya merasa ia mengatakan dengan sebenarnya.
"Oh, ya!?" Trea heran.
"Memang," Alter yakinkan.
"Jadi, coach kamu pasti sangat bangga pernah melatih kamu. Aku pikir," ungkap Bactio sambil mengangkat bahu.
"Perkiraannya udah terlalu jauh, Bact," Alter menyangkal.
"Dan sekarang aku dibikin bingung dengan sejarah skill basket yang kamu punya," jelas Andreka.
"Sama," Trea ngikut.
"Oh, kalau itu ... awalnya karena aku sering latihan berdua dengan seseorang di Nagoya."
"Sesederhana itu?" sanggah Trea.
"Dia orang pertama yang menyebabkan gaya orisinil bermain basketku mulai tumbuh. Lalu, makin sering bermain dengan banyak orang lainnya. Akibatnya ... seperti yang udah aku bilang, ankle break di luar kendali. Bukan lagi kesengajaan. Kalau aku sengaja bisa berakibat lebih fatal ke setiap lawan," sambung Alter.
"Okay," Trea memaklumi. "Jadi," beralih pandang ke Andreka, "gimana dia bisa berlatih dalam permainan tim?"
"Mungkin enggak akan nyaman," Andreka beralih pandang ke Alter, "tapi kamu bisa menahan diri saat latihan. Maksudku, menggunakan gaya bermainmu dengan porsi yang lebih kecil."
"Bukan itu maksudku, Drage," Trea menyela.
"Lah!?" tampaknya Andreka salah paham.
"Yang kamu bilang justru membuat gaya bermain dia kaku."
"Terus?" lagi Andreka tanya.
Trea beralih lagi menatap Alter, kini lebih dalam. "Ada alternatif supaya kamu bisa mengikuti permainan tim kita. Aku percaya, mata kamu menunjukkan bahwa kamu termasuk orang yang simulatif."
Alter menanggapi datar, entah paham atau tidak.
"Apa maksud kamu?" Andreka tidak paham dengan pernyataan Trea.
***
Alter duduk sebangku di sebelah Trea, bersama mengamati latihan lima temannya.
"Kamu yakin, mereka enggak keberatan?" tanya Alter.
"Aku bukan minta kamu mengamati latihan mereka selamanya. Ini hanya metode awal. Kamu perlu mengenal dari luar court tentang gaya bermain, kebiasaan, keunggulan dan kelemahan masing-masing rekanmu. Sepuluh menit aku kira cukup, habis itu kamu bisa ikut latihan dan menyesuaikan diri dengan permainan tim, menurut hasil pengamatanmu," jelas Trea.
"Ide bagus," Alter tampaknya setuju.
Seperti yang Alter perhatikan, Andreka cocok diposisikan sebagai point guard yang menjadi pusat pengaturan berjalannya permainan, sesuai dengan gaya bermainnya yang mengandalkan drive mau pun fake yang cukup sulit dipredksi selain operan. Alter pikir, Ivan tidak terlalu menonjol dalam permainan, kecuali operan dengan daya, penyesuaian waktu dan tingginya tingkat akurasi.
Ketika mengamati Wasik, Alter tersenyum, sepertinya menyukai mentalitas Wasik yang santai saat bermain, ketenangan yang sesuai untuk menyelaraskan tembakan dengan garis akurasi. Namun benak Alter terkagum dengan gaya bermain Bimo yang didukung oleh bara semangat berapi-api, aura yang terasa sekuat agresifitasnya. Sedangkan memperhatikan Bactio menurut deskripsi Alter, seperti setengah mental Wasik dengan setengah mental Bimo yang dikombinasikan.
"Akan lebih mudah kalau ada penasihat kayak kamu," ujar Alter dengan tetap menyimak teman-temannya latihan.
"I hope so," balas Trea.
"Kamu pasti sibuk ikut mikirin keperluan tim kita, tapi aku pikir bukan masalah besar menurut keahlian kamu."
Agaknya Trea mulai mengerti apa yang sebenarnya ingin Alter tanyakan. "Aku cuma admin tim kalian," benak Trea ingin Alter puas mendengar pernyataannya.
"Aku tahu kamu lebih besar dari itu," balas Alter, antara menyanjung atau menutupi benak gengsi yang Trea baca, entah untuk keduanya.
"Jadi kamu udah siap?"
Alter bangkit dari duduknya, "Sesiap yang kamu pikirkan," melangkah masuk dalam court, siap bergabung dalam latihan dengan panas aura semangat yang membuat hawa dingin di bawah malam purnama tidak mempan dia rasakan.
(Bersambung ke Chapter selanjutnya)
Baru 2 chapter, udah suka. Jadi nostalgi. Keren Dhio, lanjut dongsss.... ^^
Comment on chapter Chapter 3: Excalibur