Author pov.
Atau jangan-jangan dia itu...?
Gadis yang dijodohkan denganku...?
Gadis yang dipilih abi untukku...?
Dia calon istriku...?
Ini tidak mungkin kan?!, tapi tasbih ini persis sekali dengan kepunyaanku.
Saat Azzam sedang asik bergelut dengan pikiranya sendiri tanpa mengalihkan tatapanya pada tasbih ditangannya itu, seketika dirinya langsung tersadar saat menginggat gadis itu yang masih berusaha mencari sesuatu disana.
Ia memutuskan untuk menghampiri gadis itu, saat dirinya berada tepat didepan gadis itu. Ia sama sekali tak mengeluarkan suara sedikitpun. Tak tau kenapa tenggorokannya terasa kering dan susah untuk mengeluarkan suara atau pun sekedar berbicara.
Killa yang menyadari kehadiran seseorang didepanya pun mulai menegakkan badanya yang awalnya membungkuk. Cukup lama mereka berdiam diri dengan pikirannya masing-masing. Sedangkan killa masih tampak menundukkan pandangan dan tak berani untuk sekedar menatap sosok didepannya.
"Mbak, cari ini?" akhirnya Azzam memberanikan diri untuk membuka pembicaraan. Ia menyodorkan benda yang sedari tadi sedang dicari oleh killa.
"Iya, mas nemu dimaaa..." killa mengantungkan ucapannya saat menatap laki-laki yang berdiri didepannya.
"Lo!" Azzam sedikit tersenyum tapi masih dalam keadaan menundukan pandangannya.
"Dia?, bukanya laki-laki yang sering gue sebut peramal hati? kenapa coba, gue mesti ketemu lagi sama tuh orang sih!. Bosen gue ketemu sama orang itu terus!. kemarin, dimimpi, dan sekarang juga gue ketemu sama dia lagi huh...!." batin killa
"Lain kali, jaga amanat baik-baik, mbak" ucap laki-laki itu memberikan sebuah tasbih kepada killa.
Seketika killa mematung, memikirkan omongan laki-laki barusan.
"Amanat?, maksud dia tasbih ini?. Gue menatap tasbih yang ada ditangan gue. Kok dia bisa tau yaa?. Kalau tasbih ini titipan orang." batin killa
"Saya, permisi dulu mbak. Assalammualaikum" ujarnya pergi ningalin killa yang masih mematung sambil mencerna ucapannya tadi.
"Waalaikum salam" ucap killa saat sadar dari lamunan.
Setiap jalan menuju kerumahnya Azzam selalu menyunggingkan senyumannya, melihat dan menginggat wajah perempuan itu saat terkejut membuatnya merasa gemas. Cepat-cepat dirinya beristiqfar dan membuang jauh -jauh pikiranya yang tengah memikirkan gadis itu, gadis yang bukan mahromnya.
***
Matahari pun telah muncul menyinari bumi dari arah bagian timur. Hari ini dirumahnya diadakan sebuah pengajian tasyakuran atas kelulusanya, dan dihari ini ia dikejutkan kembali dengan sosok perempuan yang belakangan ini selalu bersenayam diotaknya bahkan dipelupuk matanya saat terpejam barang sedetikpun. Lebay banget kan, si Azzam?. Ia menginggat kembali tentang perjodohan itu, membuatnya menerawang keatas sana. Apakah perempuan itu tau kalau dirinya itu dijodohkan dengannya atau sebaliknya?, apakah perempuan itu mau menerima perjodohan ini atau menolak mentah-mentah?, dan apa mungkin kehidupannya akan bahagia saat menerima perjodohan ini. atau juga sebaliknya?.
Dan jawabanya haya Allah yang tau. Karena Allahlah sutradara hidupnya.
Flashback off.
Azzam pov.
Kulangkahkan kakiku untuk menghampiri abi dan umi yang sedang berbincang di ruang tengah. "abi...,umi... Azzam ingin berbicara sesuatu sama abi dan umi. Penting"ujarku sambil menatap perempuan yang bernama lilis, memberinya kode kepadanya supaya meninggalkan kami bertiga di ruang tengah.
"Lilis, pamit pulang dulu pak kyai, umi dan...mas Azzam. Assalammualaikum" lilis pergi meninggalkan mereka.
"Waalaikum salam"
Aku langsung duduk disofa berhadapan langsung dengan abi. Kutarik nafasku kemudian kuhembuskan secara pelan, semoga ini keputusan yang terbaik agar aku tak memusingkan lagi dosaku yang selalu memikirkannya terus menerus.
"Azzam,....akan terima dengan iklas kemauan abi untuk menikahi anak teman abi" terlihat pancaran kebahagiaan dimata abi.
"Tapi,..." sedetik kemudian abi mengeryitkan dahinya.
"Azzam mau pernikahannya diadakan lusa" seperti mendapat kejutan, wajah abi dan umi langsung berubah terkejut mendengar penuturanku.
"Gak terlalu terburu-buru nak?. Pernikahan gak gampang loh. Harus dipersiapin matang-matang terlebih dahulu." ujar umi. Yang sedari tadi hanya menyimak pembicaraan aku dan abi, sekarang ia mulai bersuara.
Iya sih ini memang terlalu cepat? Tapi aku tidak mau menanggung dosa terus menerus karena selalu memikirkannya.
"Iya zam, apa gak terburu-buru?" ujar abi menyetujui ucapan umi tadi.
"Insya allah. Azzam sudah sholat istiqaroh dan memikirkanya matang-matang keputusan yang Azzam ambil." terdengar helaan nafas dari abi.
"Nanti abi mendiskusikannya dulu dengan keluarganya"aku tersenyum saat mendengar itu dari mulut abi.
Semoga saja keluarga mereka menyetujui permintaaku.