Loading...
Logo TinLit
Read Story - Anata no sonzai
MENU
About Us  

Selamat membaca 😄

----------

Lapangan indoor SMA Asahigaoka dipenuhi oleh anak-anak ekstakurikuler basket. Bagi tim basket laki-laki, mereka sibuk latihan untuk menghadapi pertandingan esok. Sedangkan tim basket perempuan, mereka sekadar latihan ringan dan melakukan evaluasi pertandingan kemarin.

"Saya harap, pertandingan selanjutnya harus jauh lebih baik. Pelajari lagi teknik yang saya berikan. Latihan selesai," ujar Genta selaku pelatih. Dia mengakhiri latihan hari ini.

"Siap, Sensei!" sahut semua anggota sambil membungkuk. Setelah kepergian Genta, mereka membubarkan diri dan bersiap untuk pulang.

Sebaliknya, Rena berjalan dengan terburu-buru. Dia menghampiri tim basket laki-laki. Tidak peduli akan tatapan bingung dari teman-temannya. Rena harus mencari seseorang.

"Hashimoto Ken-san!" panggil Rena ketika melihat sosok yang dicarinya.

Merasa terpanggil, Ken menoleh dan menghampiri Rena. "Ada apa mencariku?"

"Apa kamu tahu kenapa Rin tidak masuk hari ini?" Pertanyaan Rena membuat Ken terheran.

"Mengapa kau menanyakannya padaku? Tidak biasanya kau bersikap peduli," jawab Ken sarkas. Dia muak melihat muka Rena yang tiba-tiba mendatanginya tanpa merasa bersalah.

Mendadak, lidah Rena kelu. Dia berpikir sejenak untuk mencari alasan yang logis. Ken tidak boleh tahu kalau Rena mengkhawatirkan Rin.

"Karena kamu paling dekat dengan Rin. Teman-temanku kesal karena dia tidak masuk sekolah dan melalaikan kewajibannya," dalih Rena lancar, tanpa tersendat.

Ken mendengkus. "Lantas, apa urusanmu menanyakan Rin padaku? Bukankah kau dan teman-temanmu hanya menganggap Rin orang asing?"

Rena sempat mengira bahwa berbicara dengan Hashimoto Ken itu mudah. Tapi ternyata, dia sama saja dengan Ishikawa Jiro. Terbelit-belit dan penuh sarkasme.

"Aku sedang malas berdebat, Ken. Tolong kasih tahu saja lalu aku akan pergi," ketus Rena. Dia tidak ingin berlama-lama di sini dan berbicara dengan pangeran es nomor dua.

Kekehan terdengar dari mulut Ken. Astaga, dia sangat menyebalkan. Terbuat dari apa mulut laki-laki ini sehingga Rena ingin menyumpalnya dengan botol air mineral.

"Bilang saja kau khawatir dengan Rin. Tinggal jujur saja apa susahnya, Takahashi Rena-san," celetuk Ken yang membuat Rena mendelik tajam.

"Khawatir? Aku tidak memiliki perasaan seperti itu," elak Rena yakin.

"Baiklah-baiklah. Karena hanya kau yang peduli kepada Rin, aku akan memberitahumu. Walaupun sebenarnya, aku tidak ingin memberitahunya," ucap Ken lalu meninggalkan Rena sendirian.

"Mau ke mana?" tanya Rena lagi. Ken menghentikan langkahnya tanpa balik badan.

"Katanya khawatir dengan kondisi Rin. Mengapa kau masih di sini?" jawab Ken lalu melanjutkan langkahnya.

Mau tidak mau, Rena harus mengikuti kemana Ken akan pergi. Pikiran Rena mengatakan bahwa mereka akan pergi ke rumah Rin.

*****

Persepsi Rena ternyata salah. Mereka tidak pergi ke rumah Rin, melainkan rumah sakit. Rena semakin tidak mengerti dengan tujuan Ken membawanya ke tempat ini. Lantas, memunculkan berbagai pertanyaan di kepalanya.

Rena masih mengikuti Ken dari belakang. Tanpa bicara apalagi bertanya. Sikap Ken mengingatkannya pada sosok Ishikawa Jiro. Namun, dia sedikit berbeda.

Ken masih mau berbicara dengannya. Meski mereka sama-sama dingin, Ken lebih baik daripada Jiro yang enggan bicara dengan perempuan. Bahkan, Jiro melengos pergi ketika ada perempuan yang mendekatinya.

Sudahlah, buat apa Rena memikirkan laki-laki itu. Lebih baik, dia fokus pada saat ini. Memikirkan apa yang menimpa Rin sehingga dia tidak masuk sekolah.

Ken menghentikan langkahnya di depan sebuah ruangan berwarna putih. Pikiran Rena bertanya-tanya. Apakah Rin sakit sehingga dirawat di sini? Atau, ada anggota keluarganya yang sakit?

Setelah Ken mengetuk pintu, sosok yang Rena cari akhirnya ketemu. Tampak Rin yang memakai kemeja berwarna biru polos dan rok selutut bermotif bunga-bunga. Senyum Rin tak luput dari penglihatan Rena dan Ken.

"Konnichiwa, Rin-san. Kami datang untuk menjenguk ibumu," ujar Ken diikuti senyum lebarnya. Rena yang melihatnya hanya speechless.

"Ternyata, dia bisa ramah juga sama orang. Tapi, kenapa hanya pada Rin?" tanya Rena dalam batinnya.

"Konnichiwa, Ken-san to Rena-san. Aku senang kalian datang ke mari. Kebetulan, ibuku sudah sadar. Ayo, masuk ke dalam," jawab Rin dan mempersilakan mereka masuk.

Di dalam ruangan, Ibu Rin tampak tersenyum dengan muka pucatnya. Perbincangan antar mereka pun mengalir begitu saja. Sesekali, mereka dibuat tertawa akibat lelucon yang dibuat oleh Ken. Bahkan, Rena sampai mencibir karena dirinya menjadi target Ken sebagai bahan tertawaan.

"Ken-kun, jangan sampai aku terpaksa menjejalkan sepatu ini ke dalam mulutmu. Itu tidak lucu," ancam Rena dengan nada kesal.

Ken menghentikan tawanya. "Coba saja kalau berani, aku tidak takut."

"Hentikan, Ken. Kemarahan seorang perempuan lebih berbahaya daripada laki-laki," ucap Ibu Rin menengahi.

"Aku hanya bercanda, Obasan. Dia saja yang menganggap hal ini serius," sanggah Ken membela diri. "Rin, mereka jahat padaku. Tidak ada yang memihakku sekarang," adu Ken pada Rin.

Rin tertawa dengan memperlihatkan gigi gingsulnya. "Bagaimana, ya? Sepertinya, aku tidak mau dipihakmu."

"Kau sungguh tega, Rin. Baiklah kalau begitu, aku tidak akan mendatangi Sakurajaya lagi," ujar Ken lalu pura-pura merajuk. Lantas, Rin menatap Ken datar.

Mendapati reaksi seperti itu, Ken kembali tertawa. "Aku hanya bercanda, Rin. Kalau perlu, aku sempatkan datang ke Sakurajaya setiap hari."

"Sakurajaya? Bukankah itu nama restoran? Apa yang kau lakukan di sana, Rin?" Pertanyaan Rena membuat Rin gelagapan. Spontan, Ken menepuk mulutnya yang keceplosan.

Sebelum Rin menjawabnya, gawai Rena berbunyi. Dia izin keluar sebentar untuk mengangkat telepon. Ketika tubuh Rena sudah menghilang dari pandangan, Ken mengela napas panjang. Dia berterima kasih kepada siapapun yang menghubungi Rena.

Selang berapa menit, Rena kembali dan menampilkan mukanya yang murung. "Maaf, aku harus pulang sekarang. Otousan sudah menungguku di rumah," ucap Rena sambil membungkuk.

"Tidak apa-apa, Rena. Lebih baik kamu pulang. Terima kasih atas kunjunganmu," jawab Ibu Rin lembut. Kemudian, tatapannya mengarah ke Ken. "Kau juga harus pulang, Ken. Orang rumah pasti menunggumu. Terima kasih sudah datang lagi."

"Sama-sama, Obasan," jawab mereka bersama.

Ken dan Rena pamit pulang. Sedangkan Rin mengantar mereka sampai depan pintu ruangan. Mereka juga mengucapkan terima kasih dan pamit kepada Rin.

Ketika Rin akan berbalik, tangannya dicekal oleh seseorang. Matanya membola tak percaya. Sosok yang tak pernah dia diduga kedatangannya, hadir di depannya.

"Bisa kita berbicara sebentar?" tanya orang itu.

*****

Dalam perjalan, Ken dan Rena saling terdiam. Tidak ada yang ingin membuka percakapan. Hanya terdengar musik klasik yang mengisi keheningan. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Tadi kau mengatakan bahwa tidak mengunjungi Rin di Sakurajaya. Memangnya ada apa di sana?" tanya Rena membuka obrolan. Dia tidak tahan dengan suasana tadi.

Ken tergeming. Dia memilih fokus menyetir daripada menjawab pertanyaan Rena. Sadar bahwa Ken enggan menjawab, Rena memalingkan wajahnya ke jendela. Melihat pemandangan senja yang akan berganti malam. Soal pertanyaan itu, Rena akan mencari tahu sendiri.

"Rahasia apalagi yang kau simpan hingga aku bersusah payah untuk membongkarnya? Jujur, aku iri padamu. Iri atas sikap dan perilaku yang kau tunjukkan kepada semua orang. Termasuk senyum yang selalu menghiasi wajahmu. Seperti tidak ada beban hidup," tutur Rena dalam batinnya.

Tanpa sadar, rasa kantuk menghampiri dan Rena tertidur. Ken melirik sebentar lalu kembali fokus menyetir.

"Aku senang kalau kamu diam-diam peduli terhadap orang lain. Meskipun ucapan dan tingkahmu terlihat jujur, tapi matamu tidak pernah bisa berbohong," gumam Ken agar Rena tidak mendengarnya.

"Kamu tidak perlu iri dengan kehidupan orang lain. Hidupmu jauh lebih baik darinya. Aku harap, kalian bisa berteman baik."

Rena membuka matanya. Dengan kepala yang masih menghadap jendela, hatinya bertanya-tanya. Apakah Ken cenayang? Mengapa Ken menjadi baik seperti ini? Rasanya, dia bukan Hashimoto Ken yang Rena kenal.

Senyum tipis tercetak dari bibirnya. Dia belum pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya. Apa yang terjadi dengan perasaannya? Entahlah, biarkan waktu yang akan menjawab.

~~~~~~~~~~

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • trinurismi

    Like juga yah "Popo Radio"
    https://tinlit.com/story_info/3023

    Comment on chapter PRAKATA
Similar Tags
Anything For You
3348      1350     4     
Humor
Pacar boleh cantik! Tapi kalau nyebelin, suka bikin susah, terus seenaknya! Mana betah coba? Tapi, semua ini Gue lakukan demi dia. Demi gadis yang sangat manis. Gue tahu bersamanya sulit dan mengesalkan, tapi akan lebih menderita lagi jika tidak bersamanya. "Edgar!!! Beliin susu." "Susu apa?' "Susu beruang!" "Tapi, kan kamu alergi susu sayang." &...
Dream Space
687      425     2     
Fantasy
Takdir, selalu menyatukan yang terpisah. Ataupun memisahkan yang dekat. Tak ada yang pernah tahu. Begitu juga takdir yang dialami oleh mereka. Mempersatukan kejadian demi kejadian menjadi sebuah rangakaian perjalanan hidup yang tidak akan dialami oleh yang membaca ataupun yang menuliskan. Welcome to DREAM SPACE. Cause You was born to be winner!
3600 Detik
3011      1098     2     
Romance
Namanya Tari, yang menghabiskan waktu satu jam untuk mengenang masa lalu bersama seseorang itu. Membuat janji untuk tak melupakan semua kenangan manis diantara mereka. Meskipun kini, jalan yang mereka ambil tlah berbeda.
Langit Jingga
2802      992     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -
My Reason
716      473     0     
Romance
pertemuan singkat, tapi memiliki efek yang panjang. Hanya secuil moment yang nggak akan pernah bisa dilupakan oleh sesosok pria tampan bernama Zean Nugraha atau kerap disapa eyan. "Maaf kak ara kira ini sepatu rega abisnya mirip."
Aku serupa ilalang
267      224     0     
Short Story
Aku berlari melewati Ilalang yang terhampar di depanku, berlari sampai aku berada di tepi jurang. Aku menyebut namamu, aku menangis sekeras-kerasnya. Terserah bila Ilalang itu menertawakanku. Lalu tiba-tiba angin berhembus cepat dan menuntunku ke tengah padang ilalang. Mereka tersenyum padaku dan kemudian Ilalang-ilalang itu menari. Mereka menari Irish mereka berusaha menghiburku. Aku merentang...
The Trinity
362      267     1     
Short Story
Hiding under the US Goverment, lies a group of 3 soldiers, the Trinity was formed because these soldiers are not ordinary soldiers, they have the strength of a thousand man, bravery of a tiger, and as fearless as a lion, the Trinity was a group to stop crime and heavy group criminal, the group consist of Ela, Sledge, and Capitao, the Trinity’s main goal was to stop the criminal group known as t...
KETIKA SENYUM BERBUAH PERTEMANAN
542      383     3     
Short Story
Pertemanan ini bermula saat kampus membuka penerimaan mahasiswa baru dan mereka bertemu dari sebuah senyum Karin yang membuat Nestria mengagumi senyum manis itu.
Diary Pandemi
265      192     1     
True Story
Gue tahu, masa pandemi emang nyusahin. Tapi jangan lupa buat tetep senyum dan bahagia. Percaya deh, suata saat nanti pasti bakal ketemu titik terang yang bisa mengubah hidup kalian.
Kisah Alya
334      237     0     
Romance
Cinta itu ada. Cinta itu rasa. Di antara kita semua, pasti pernah jatuh cinta. Mencintai tak berarti romansa dalam pernikahan semata. Mencintai juga berarti kasih sayang pada orang tua, saudara, guru, bahkan sahabat. Adalah Alya, yang mencintai sahabatnya, Tya, karena Allah. Meski Tya tampak belum menerima akan perasaannya itu, juga konflik yang membuat mereka renggang. Sebab di dunia sekaran...