Prelude (1)
silakan buka akun wattpad @asta12di saya
Prelude (2)
Dia masih ingat akan momen itu.
Momen yang sungguh memalukan bagi dirinya.
Mereka mengerjai dirinya habis-habisan.
Ditertawakan beramai-ramai.
Dihujani kata-kata penuh penghinaan dan merendahkan harga diri.
Padahal zaman ini sudah zaman keemasan kemajuan pesat teknologi.
Namun yang namanya perundungan masih saja terjadi.
Sekolah virtual-lah yang menjadi biang keladi.
Bagaimana tidak?
Kehadiran dirimu hanya dibutuhkan secara hologram saja. Ya, semua siswa hadir secara tembus pandang. Namanya juga virtual. Semuanya diatur oleh perancang kelas virtual sekaligus pengajar materinya.
Di dalam kelas, tentu saja para pesertanya harus mematuhi peraturan. Kau tentu bisa jaga image di dunia maya bukan?
Nah, ketika mereka diharuskan untuk bertemu di dunia nyata demi melakukan beberapa tugas tertentu, terjadilah interaksi antar emosi yang terpendam. Namanya juga masih berusia anak-anak dan remaja. Kalau saja interaksinya selalu berhasil dengan baik dan berefek positif. Namun, di banyak kejadian malah memicu kembali yang namanya perundungan. Fenomena sosial menyedihkan di dunia pendidikan sekian abad silam terulang lagi.
Padahal para pendiri sekolah virtual sudah mengantisipasi hal ini sewaktu mereka memulainya. Awalnya memang rencana induk tersebut berjalan sukses. Akhirnya, kecenderungan teknologi untuk berjalan menyimpang ke arah negatif selalu saja terjadi. Menumbuhkan semangat perundungan pada mereka yang menganggap tampilan di dunia virtual jauh berbeda dengan kondisi fisik aslinya.
"Kau sungguh memalukan kaum lelaki!"
"Kekonyolan anehmu sungguh sangat keterlaluan!"
"Kita hajar dia saja! Biar dia jadi lelaki betulan."
Setelah merendahkan harga dirinya, mereka bersiap maju untuk menghajar fisiknya secara beramai-ramai.
"Kalian juga bukan laki-laki!" terdengar separuh teriakan sopran suara perempuan dari balik punggung kelima remaja tanggung itu.
"Beraninya keroyokan! Kalau kalian mengaku laki-laki jantan, ayo lawan dia satu demi satu dengan berduel!"
"Kau lagi," keluh pemimpin geng remaja laki-laki perundung ini. "Apa bisa kau tidak ikut campur urusan laki-laki di antara kami?"
Remaja perempuan itu menertawakannya. "Urusan laki-laki katamu? Kalau memang urusan laki-laki, kau lawan dia sendiri dengan tangan kosong. Atau, kenapa tidak kau pilih saja lawan yang lebih seimbang seperti Big Chuck itu?"
Gefran tidak punya kata-kata yang lebih kuat untuk membalas ucapan gadis tomboy di hadapannya. Dia juga tahu akan lebih memalukan bagi dirinya atau beserta geng mereka kalau menantang seorang perempuan.
"Sialan kau, gadis tomboy!"
"Kau yang sialan! Kalian juga! Beraninya dengan orang yang masih belum sepadan dengan kalian. Kalau mau jadi jagoan, cari lawan yang seimbang!"
Kelima remaja laki-laki itu beranjak pergi. Tinggallah si remaja laki-laki korban perundungan dengan gadis cantik yang menjadi penyelamat dirinya.
"Kau anak yang baru pindah saluran ya?" tanya gadis itu dengan ramah.
Dia merasa malu pada dirinya sendiri. Ditolong oleh seorang perempuan seumurannya yang jelas lebih tangguh dari dirinya.
Dia mengangguk lemah. Harga dirinya telah terluka.
Gadis itu mendekatinya dengan niat ingin menolong. "Lingkungan di sini memang cukup keras. Mereka tidak siap mendapati teman laki-laki yang kelihatan lemah," ujarnya tulus.
"Sebenarnya tidak apa-apa kok," sambungnya dengan ceria. "Yang penting kau harus semangat. Aku juga ingin punya teman laki-laki baru sepertimu. Berbeda dengan mereka, aku siap menerima semua orang dengan kelebihan dan kekurangannya. Ayo katakan saja—siapa namamu?"
Gadis itu mengulurkan satu telapak tangannya.
"Terima kasih banyak ya. Namaku Christevan—panggil Stevan saja."
"Aku Cheryl. Terima kasih sudah mau menjadi temanku."
Sejak saat itu, mereka berteman.
Sejak saat itu pula, Stevan semakin diincar oleh Gefran dan kawan-kawan satu gengnya secara tersembunyi. Apa lagi tujuan mereka kalau bukan untuk merundung. Sekarang hal yang menjadi masalah adalah jika mereka hendak melancarkan aksi jahatnya, selalu saja ada Cheryl yang tidak jauh dari sang korban ini.
Tidak butuh waktu lama bagi Stefan untuk memanggil Cheryl dengan nama Cher. Relasi mereka makin dekat.
Sebatas manakah kedekatan antara Christevan dengan Cheryl ini?
€€€€€
"Kuharap masih ada pintu maaf bagiku," pinta Christevan pada perempuan yang tengah beranjak dua puluh tahun ini.
"Apa aku tidak salah dengar? Kau meminta maaf padaku?" balas si perempuan yang malah merendahkan dirinya dengan ekspresi yang menyimpan rasa dendam.
"Mengapa kau tidak mau memaafkanku? Aku sungguh menyesal..."
"Menyesal setelah semua yang telah terjadi? Enak saja kau bilang begitu!"
"Aku akan menebus kesalahanku..."
"Tidak perlu repot-repot menebus! Kau pasti akan membayar kesalahanmu suatu saat. Kujanjikan hal itu pada diriku sendiri, bahwa suatu saat nanti aku sendirilah yang akan membuat dirimu melakukan pembayarannya."
Tidak lama waktu berselang, terjadilah kalimat terakhir yang diucapkan mulut yang sudah memendam banyak luka kehidupan ini.
Sungguh malang nasib Christevan.
Prelude (3)
bakal hadir di akun wattpad @asta12di saya
Terima kasih sudah membaca habis part pembuka cerita Perfect Clues di Tinlit sini. Gimana? Saya harap kamu menyukainya