Rega Nicholando, lelaki itu berjalan dengan angkuh berjalan menuju kantin. Tak ada senyum manis, Tapi tetap terlihat tampan seperti biasanya. Di usianya yang masih terbilang bocah, sudah mampu memikat semua gadis. Langkah lelaki itu berhenti tepat di depan kantin, berbalik mencari tiga sahabat dia. Di pojok terlihat dua gadis dan satu cowok, mereka menoleh ke arah Rega.
"Oy ke sini," teriak Nadyla membuat semua orang menerima dia, cewek tomboy itu sudah biasa ditatap sinis oleh sebagian orang. Rega melangkah munuju sahabatnya, lalu duduk dan minum minuman Kaisal. Membuat pemiliknya mendengus kesal.
“Lama banget sih, ngobrol apa lo sama Pak Kumis?” Tanya Ida sembari menyapa baksonya. Rega mengangkat bahu tak acuh. Mereka berempat sudah bersahabat sejak mereka kecil, tak heran sampai sekarang sedekat nadi. Perbedaan kepribadian mereka membuat persahabatan mereka semakin erat.
Di saat keempat sahabat itu tengah bercanda dan saling melontarkan satu sama lain, tiba-tiba ada lelaki menendang meja mereka. Mengatasi dia kakak kelas.
Semua orang di kantin menghentikan kegiatan mereka saat melihat Vito. Wajah datar dan tatapan tinggi Kaisal dan Rega menantap Vito - anak nakal - di sekolah mereka.
"Maksud lo apa?" Tanya Vito geram sembari menarik kerah Kaisal.
Kerutan di dahi Kaisal terlihat, seakan tak mengerti apa yang telah terjadi.
Vito berdecih. "Maksud lo apa nolak adik gue hah?" Ulangnya sambil mendorong Kaisal hingga terjatuh. Bukannya marah, Kaisal malah tertawa. Buat semua orang tampak terkejut. Berbeda dengan Rega, tatapannya masih tertuju pada kakak kelasnya dengan tajam yang sudah lancang mendorong sahabatnya.
"Lo salah orang, yang nolak adik lo itu gue." Rega berkata dengan senyum sinis, lalu melangkahkan kaki sambil berbicara Vito, kemudian ia menonjok perut kakak kelasnya dengan keras. Membuat semua orang melihat ngeri di Rega. Senyum miring tercetak di bibir Rega, tak peduli siapa lawannya kelas kakak, siapa jelas siapa pun yang terluka sahabatnya akan setuju dengan dia juga.
“Gue nggak suka Aurelia paham!” Tegas Rega, setelah itu meninggalkan kantin. Ketiga sahabatnya mengulangi Rega.
Walau pun masih kelas 8 Rega tak segan lawan siapa pun yang berjuang melawani pengikut, Meski hanya goresan kecil.
Nadyla, Ida, Kaisal, dan Rega adalah empat sahabat lumba-lumba yang dinamakan. Mereka seperti lumba-lumba setia kawan.
"Lo mau ke mana, Ga?" Tanya Ida memegang tangan Rega yang masih tegang.
Rega menghentikan langkahnya, kemudian menghela napas perlahan.
"Mau bolos, kalian ikut?"
Kaisal tidak setuju.
"Jangan bolos di saat keadaan seperti ini, nanti memperkeruh suasana."
“Aku tidak peduli , yang terpenting tenang saja. Kalo nggak mau ikut yaudah. ”Jelas mereka akan menerima Rega bolos sendiri, bisa-bisa anak itu bisa menghasilkan lebih dari ini.
0oOo0
Rega membaringkan di atas kasur, mereka memutuskan untuk berhenti ke rumah Kaisal. Walau pun besar, tetapi selalu sepi.
“Jadi tadi lo nolak Aurelia lagi?” Tanya Nadyla sambil memainkan handphone. Kaisal melepaskan dasinya, kemudian ikut membaringkan tubuh dia di samping Rega.
“Kenapa sih Aurelia ngebet banget pacaran sama lo?” Ida bertanya dengan penasaran.
“Meski masih SMP, tapi pikiran dia udah pacaran,” lanjut Ida, membuat semuanya mengangguk setuju.
"Namanya juga cinta, manusia kalau sudah mau cinta lupa segalanya." Kali ini Kaisal berbicara dengan mata tertutup.
Nadyla menyimpan handphone -nya. “Yaudah, jangan sampai kita saling merasakan cinta satu sama lain. Kita harus menjadi sahabat selamanya. ”
"Aku setuju, kita harus bersahabat sampai rambut kita memutih." Rega dan Kaisal mengangguk setuju.
"Kita sahabat selamanya," Janji mereka berempat.
Seharusnya mereka ingat, itu Tuhan sanggup membolak-balikkan hati manusia. Mereka bocah SMP yang belum pernah menerima cinta dengan mudah dijanjikan. Apakah cinta datang karena dipercaya bersama?
Mereka memutuskan untuk bermain bulutangkis agar menghilangkan rasa bosan, Mereka bercanda ria, sesekali melontarkan persetujuan satu sama lain. Mereka menghiasi rumah Kaisal yang sepi. Matahari hampir saja tenggelam, tetapi mereka masih asyik dengan permainannya itu. Saat bermain bulutangkis Rega tak sengaja menyenggol tubuh Ida hingga terjatuh. Membuat semuanya khawatir.
"Lo nggak apa-apa, Da?" Tanya Rega sembari membantu Ida berdiri, Nadyla membawa minum dan diberikan kepada Ida, sedangkan Kaisal sibuk mencari obat merah untuk luka di tangan Ida.
"Kalian nggak usah panik, gue nggak apa-apa."
Rega menggeleng tak setuju. “Nggak apa-apa apanya, tangan lo berdarah.”
“Diminum tuh,” ujar Nadyla.
Kaisal dengan telaten mengobati luka, dari kecil mereka selalu seperti ini. Yang terluka satu orang, tapi semuanya terasa.
“Gue harap, kita akan selalu suka ini. Menjadi sahabat selamanya. “Ida berkata sembari memeluk tujuh sahabat dia. "Gue sayang kalian," lanjutnya dengan meneteskan udara mata.
Keempat remaja yang masih kelas 8 seperti saudara, tetapi tidak sedarah.
"Kita ke dalam yuk, udah mau magrib." Perkataan Nadyla membuat mereka melepaskan pelukannya, lalu meluncurkan rumah Kaisal.
"Lo mau pulang nggak, Da?" Tanya Rega setelah mereka ada di ruang televisi. Ida melihat Kaisal dan Nadyla berganti, mereka mengangguk pertanda diizinkan Ida pulang bersama Rega.
"Kaisal nggak nginep di rumah Rega?" Tanya Ida, mereka semua tahu bahwa Kaisal jarang ada di rumah.
“Hm gue yang nginep di sini, Da.” Rega yang menjawab, membuat Ida mengerutkan keningnya bingung.
“Gue sama Nadyla aja, tinggal pesan ambil. Dari pada lo harus bolak-balik. "
"Yaudah, hati-hati."
Karena bagi mereka, persahabatan mereka lebih penting di atas segalanya.