Read More >>"> Tetesan Air langit di Gunung Palung
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Tetesan Air langit di Gunung Palung
MENU
About Us  

          Siang ini kali kedua rahmat tetesan air langit turun ke bumi yang memanggil wajahnya dalam memoriku. Ku ambil headseat dan ku lekatkan ke telingaku, nada santai membawa ku ke dimensi silam, ke ruang dan waktu antara dia dan aku. Benar, hujan begitu rekat dengan kenangan, meski ketika fenomena itu terjadi yang tersenyum getir hanya aku. Aku beruntung, karena kenangan itu bisa aku miliki, belum tentu semua orang mengalaminya. Sekali lagi yang nyata terjadi pada waktu itu, adalah ketika aku yang apatis akan rasa indah yang memeluk setiap insan, ku ragukan dia adalah tempatku menautkan asa, ternyata ilusi tentangnya tak kunjung sirna. Nada ini terus mengantarkanku ke gerbang waktu, dengan berkeyakinan rindu yang menyingkirkan benalu yang terus menggerongoti nalarku “bagaimana mungkin kau memanggilnya ketika hujan datang? Karena kau selalu sendirian menikmati rindu itu, yang perlahan menyusup ke lubuk kalbu dan menjadi kekasihnya yang semu”. Buntungnya ini telah terjadi, aku sulit mengelak cerita yang sudah tertulis untukku. Mungkin tak dengannya, seseorang yang tak tergugah, jiwanya mulia namun hatinya mengeras, tak peka lagi.

          Aku adalah bagian yang terlupakan dalam hidupnya, sedangkan dia adalah kekasih hujan panas di hutan rimba. Ini rahasianya, dari sekian kali hujan turun, mungkin sekali dalam hidup akan datang seseorang yang menikahi hujan dalam kenanganmu, hujan dan dia adalah sepasang kekasih yang terpatri dalam sanubariku. Dan itu adalah dia, seseorang yang penuh dengan kehangatan sebatas pahlawan. Aku pun sampai dalam ruang waktu kenangan itu. Siang itu, dia bersedia menemaniku ke hutan untuk mengambil data penelitian. Aku susuri tapak kakinya yang menuntunku perlahan di depanku. Aku pandangi wajahnya pada suatu kesempatan dia di hadapanku dan hatiku berbisik “maaf aku telah mencuri senyummu, saat kau mengajakku bicara tentang arus sungai yang mengandung pH yang rendah”.

          Awan cerah sekejap saja, aku bahkan belum menikmati terik yang lama di belantara. Saat itu, pengukuran arus perairan untuk analisis faktor fisika, air langit pun jatuh tanpa gemuruh, sempurna. Aku seperti mendengar hujan berbicara pada setiap tetesnya. Spekulasi yang romantis, rintiknya membisikkan padaku untuk merajut asa.

 

Bagaimana hatimu hari ini, bunga?” gerimis awalnya, hujan perlahan seperti menyapa

aku rasa, kau melihatnya dengan jelas, karena aku sedang terlena padanya, wahai hujan rimba” jawabku

Lalu aku bertanya dengan penasaran “ mengapa kau datang saat aku sedang bersamanya? “

karena aku ingin kau terus bahagia ketika aku membasahi bumimu “.

benarkah? “

kau pulanglah sebentar lagi, ambil kertasmu dan tuangkan isi penamu, tulislah bahwa aku turut senang kau pernah dengannya dalam perjalanan hidupmu

haru hatiku, hujan. Tapi aku akan beranjak jauh, dia akan sendiri lagi ketika menatap kau turun menetesi bumi

karena kamu adalah bunga, maka dia akan menemukan ingatannya sendiri ketika aku menyapa kalian berdua meskipun pada ruang yang berbeda nanti

kau pengertian, hujan. Aku memang perempuan miskin akan kenangan, apalagi dengan seseorang” sambungku sebelum hujan berhenti “kau tahu, hujan? Kau telah membuatku tersenyum hari ini, rupanya kau ingin aku dengannya”

 

         Hujan pun turun deras mengikuti aku dengan dia yang juga sedang menuju pulang. Dalam perjalanan pulang, dia melindungi dirinya dari hujan namun tidak halnya dengan aku yang terus menikmatinya. Tidak berhenti disitu, aku lanjutkan menari dengan hujan di lanting, lama sekali. Aku termenung dan seketika mengerti, aku menganalisis kejadian pulang tadi.

 

kau ingin tahu, hujan? Aku suka mendengar nadamu jatuh ke bumi, nada riak, tak kalut, nada merdu terselip sendu, menautkan kisah berpadu rindu. Dan sekarang aku sedih karena aku .. “

Gemuruh datang menerpa “katakan, bunga!”

Akupun menangis, aku sadar hujan deras ini akan menutupi airmataku.

baiklah hujan, dengarlah.. tadinya aku berfikir kau hadir untuk membahagiakan ku, memberiku kenangan tentangnya, tapi ternyata aku salah, aku tau karena aku merasakan kesedihan teramat dalam..”

“kenapa, bunga?”

“benarkanlah perkataanku hujan, dengar .. yang tersenyum saat kau datang adalah aku, sedangkan dia sibuk melindungi dirinya, yang berjalan pulang dengan perlahan adalah aku, sedangkan dia hampir saja meninggalkanku karena ingin bergegas pulang, yang mendengarkanmu berbisik adalah aku, sedangkan dia sibuk dengan teorinya hujan pada saat terik, kenapa bisa terjadi, dari prasangka itu aku mendiagnosa bahwa aku... “

Hujan pun turun dengan perlahan, nadanya lembut berucap“ katakanlah!

Akupun menjawabnya dengan bisikan sendu “bahwa aku sedang jatuh cinta... sendirian, hujan

 

           Jika kenyataan getir ini bisa ku atur, mungkin jatuh cinta padanya adalah bukan pilihan, hal yang sebaiknya tidak pernah terjadi. Sekejap saja bersamanya, aku kemudian tahu bahwa dirinya tidak mudah merajut asa dengan seseorang. Sekian banyak bunga yang menghampirinya, sekian banyak hati yang tulus menyayanginya, sekian jumlah kenangan yang berharga bagi bunga-bunga itu darinya, namun jiwanya tetap tak tergugah, jiwanya masih berkelana mencari sisa harapan dari pujangganya yang dulu, mungkin memang begitu, mungkin benar adanya. Aku ambil gitar, ku mainkan senarnya, berharap setiap alunan mampu menawan jiwanya, atau meneteskan hatinya agar luluh dan peka. Ternyata, senar itu hanyalah kepalsuan yang utuh baginya dan berhasil menipu ketangguhanku.

           Diam-diam aku menyimpan namanya dalam catatan harianku, aku juga menyimpan hansaplat penutup luka darinya. Hari terus berganti hingga pada suatu senja, saat aku harus pulang, saat penelitianku sudah berakhir. Aku tahu, aku sedang kehilangan seseorang yang sulit ku mengerti. Aku berada di antara dua pilihan, memperjuangkannya atau meninggalkannya. Sayangnya, dia menutup mata untuk melihatku dan mengabaikan lirih ucapan salamku terakhir kalinya.

           Kesempatan itu kemudian datang kali kedua untukku. Tepatnya, aku tahu dia akan pulang ke Jakarta, kampung halamannya. Aku bersama bintang beradu dalam pekat malam. aku melihat bintang bertaburan, berkerlingan, indah memancarkan bias putih di sudut malam menjelang pagi. Aku rasa, hujan sedang bersembunyi menawan diri agar tak bertanggungjawab atas bunga yang bersemi di hutan kala itu. Bunga ini belum layu, masih menaruh harapan walau ku letakkan di sayup-sayup senja. Kadang ikhlas tersenyum melihatnya bahagia tanpaku, kadang nyilu di ulu hati mengerti dia tidak di kehidupanku. Sedangkan dia, aku tahu tidak ingin membuang waktu memikirkanku, walau sejenak. Airmataku terus saja jatuh dipipi, ini terjadi begitu saja. Aku sulit memahami secara ilmiah atau sekedar memecahkan masalah ini, atau memilih teori solusi, atau untuk menolong diri sendiri dari situasi ini. mudah saja jika berani kuungkapkan segenap perasaaanku, mungkin selesai sudah cerita ini. Tapi, aku terlalu berprinsip ‘dia tahu kemana hatinya berlabuh seiring waktu”.

            Siang itu di sela kesibukkanku menyusun skripsi, sekilas aku memikirkannya. Ku pikir ini tidak amat penting untuk menguras pikiranku, tapi percayalah bahwa kisah cinta orang dewasa harus diselesaikan dengan tuntas dan tegas. Hati ini ingin kepastian dalam melangkah, sekali lagi adalah halalkan atau tinggalkan. Dan sah saja, jika seorang perempuan menyampaikan lamaranya kepada pria yang mau menerimanya, tentu saja agama tidak melarangnya justru akan memuliakan perempuan tersebut. Malam itu, sahabatnya menelpon dan memberitahuku bahwa lusa mereka akan bertolak ke Jakarta. Aku pun tanpa berpikir panjang, memberikan janji bahwa besok akan bertemu di bandara. Aku segera beranjak mnyiapkan hadiah untuknya. Aku pikir, apa salahnya jika aku memberi kenang-kenangan untuknya. Walau aku tahu, seberapa keras aku berusaha menunjukkan perasaanku, itu hanyalah perbuatan sia-sia. Karna aku sadar, aku sedang jatuh cinta sendirian, sedangkan dia tidak.

            Pagi itu aku bersiap menuju bandara bersama sahabatku. Aku mengenakan dres merah dan memegang tas kecil berisi hadiah untuknya. Tiba di bandara pukul 10.00 wib. Aku sudah bertanya pada sahabat nya mengenai jadwal keberangkatan, jawabannya adalah pukul 11.30 wib. Rentang waktu 10.00 wib hingga 13.00 wib, aku menghubungi telpon sahabatnya. Ternyata nomor hapenya selalu sibuk. Rautku tak sedih tak juga bahagia, tepatnya aku mati rasa. Cerita seperti apa ini yang terjadi dalam hidupku? aku tak marah tak juga kecewa, mungkin perlahan aku mulai tersadar akan arti hadirku dalam hidupnya, tidak bermakna.

            Semenjak itu, aku tahu yang salah adalah nalarku, mungkin ada yang salah dengan pola pemikiranku. Jika takdir tak berpihak, tak seharusnya dipaksakan untuk tetap memintanya disisiku. Apalah artinya menunggu bila satu hati itu tidak tercipta di lauh mahfudz untukku. Apabila begini takdirnya, maka mengikhlaskan bukanlah pilihan yang benar, namun kewajiban yang benar. Langit juga mencoba menasihatiku bahwa merelakan takdir yang bukan untukku adalah perbuatan mulia, perbuatan terpuji. Terakhir sajak tentangnya untuk hujanku hari ini

 

Dear hujan...

Kau telah hadir membasuh luka hatiku perlahan

Aku berspekulasi sedangkan kau menasihatiku

bahwa

Sebelum bertemu dengannya, aku baik-baik saja

Saat bertemu dengannya, aku baik-baik saja

Setelah dia beranjak, aku tahu aku akan baik-baik saja

 

 

Hujan...

Begini saja lah kau dengan rasamu

selalu tak ubah tak beku tak juga hangat

biarlah jutaan insan menafsirkan kedamaianmu

memahami kehadiranmu yang menuangkan cerita di bumi

 

Biarlah alunanmu tetap sederhana

Aku suka kau seadanya dirimu

Air langit yang merahmati jiwa yang usang

Atau jiwa yang bimbang

 

Biarlah hadirmu tetap utuh

Silakan datang di ujung senja atau sepertiga waktu gulita

Kita beradu di sana

Waktu rasi untuk meluahkan seutas asa

Berbisik saja dalam kumpulan do’a

Sebuah nama yang lekas membuka tabir

Keikhlasan dipeluk hujan kemarin

 

Semoga kelak

yang tertimpa reruntuhan hujan rindu adalah dia

biarlah segores saja dia rasakan

beginilah aku sejujurnya yang merasakan ketika hujan membasahi

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Rindu
361      260     2     
Romance
Ketika rindu mengetuk hatimu, tapi yang dirindukan membuat bingung dirimu.
DarkLove 2
1116      492     5     
Romance
DarkLove 2 adalah lanjutan dari kisah cinta yang belum usai antara Clara Pamela, Rain Wijaya, dan Jaenn Wijaya. Kisah cinta yang semakin rumit, membuat para pembaca DarkLove 1 tidak sabar untuk menunggu kedatangan Novel DarkLove 2. Jika dalam DarkLove 1 Clara menjadi milik Rain, apakah pada DarkLove 2 akan tetap sama? atau akan berubah? Simak kelanjutannya disini!!!
LELAKI DENGAN SAYAP PATAH
7836      2511     4     
Romance
Kisah tentang Adam, pemuda single yang sulit jatuh cinta, nyatanya mencintai seorang janda beranak 2 bernama Reina. Saat berhasil bersusah payah mengambil hati wanita itu, ternyata kedua orang tua Adam tidak setuju. Kisah cinta mereka terpaksa putus di tengah jalan. Patah hati, Adam kemudian mengasingkan diri dan menemukan seorang Anaya, gadis ceria dengan masa lalu kejam, yang bisa membuatnya...
Lost Daddy
4159      894     8     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...
Something about Destiny
117      100     1     
Romance
Devan Julio Widarta yang selalu dikenal Sherin sebagai suami yang dingin dan kurang berperasaan itu tiba-tiba berubah menjadi begitu perhatian dan bahkan mempersiapkan kencan untuk mereka berdua. Sherin Adinta Dikara, seorang wanita muda yang melepas status lajangnya pada umur 25 tahun itu pun merasa sangat heran. Tapi disisi lain, begitu senang. Dia merasa mungkin akhirnya tiba saat dia bisa mer...
Sunset in February
787      434     6     
Romance
Februari identik dengan sebutan bulan kasih sayang. Tapi bagi Retta februari itu sarkas, Februari banyak memberikan perpisahan untuk dirinya. Retta berharap, lewat matahari yang tenggelam tepat pada hari ke-28, ia dapat melupakan semuanya: cinta, Rasa sakit, dan hal buruk lain yang menggema di relung hatinya.
HER
539      306     2     
Short Story
Temanku yang bernama Kirane sering memintaku untuk menemaninya tidur di apartemennya. Trish juga sudah biasa membuka bajunya sampai telanjang ketika dihadapanku, dan Nel tak jarang memelukku karena hal-hal kecil. Itu semua terjadi karena mereka sudah melabeliku dengan julukan 'lelaki gay'. Sungguh, itu tidak masalah. Karena pekerjaanku memang menjadi banci. Dan peran itu sudah mendarah da...
Kereta Antar Dunia
745      462     1     
Fantasy
Bagaimana jika kereta api yang kamu naiki malah membawamu pergi ke dunia-dunia yang belum pernah kamu lihat sebelumnya? Ini bukan hanya soal perjalanan. Tapi juga tentang perjuangan menemukan jati diri, menguak misteri kehidupan yang terlewat di masa lalu, dan mencari arti kehidupan sebenarnya hidup di dunia. "Mereka yang tidak memiliki tujuan yang jelas dalam menjalani kehidupan akan muda...
Search My Couple
491      265     5     
Short Story
Gadis itu menangis dibawah karangan bunga dengan gaun putih panjangnya yang menjuntai ke tanah. Dimana pengantin lelakinya? Nyatanya pengantin lelakinya pergi ke pesta pernikahan orang lain sebagai pengantin. Aku akan pergi untuk kembali dan membuat hidupmu tidak akan tenang Daniel, ingat itu dalam benakmu---Siska Filyasa Handini.
Little Spoiler
829      517     0     
Romance
hanya dengan tatapannya saja, dia tahu apa yang kupikirkan. tanpa kubicarakan dia tahu apa yang kuinginkan. yah, bukankah itu yang namanya "sahabat", katanya. dia tidak pernah menyembunyikan apapun dariku, rahasianya, cinta pertamanya, masalah pribadinya bahkan ukuran kaos kakinya sekalipun. dia tidak pernah menyembunyikan sesuatu dariku, tapi aku yang menyembunyikan sesuatu dariny...