Distilasi bisa disebut penyulingan yaitu suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan
Perancis adalah negara yang indah, apalagi untuk sepasang kekasih. Aku jadi membayangkan aku dan Azza berlibur ke Paris Perancis untuk melihat menara Eiffel bersama.
Aku menghembuskan nafasku. Baru saja 2 hari dipisahkan oleh negara yang berbeda, tapi aku sudah merindukan senyum manis gadisku. Aku memang tidak tahu malu, masih saja ku labeli dia sebagai gadisku. Padahal dia telah menolakku tiga hari yang lalu.
"ALVARO!!!" panggil seorang gadis yang ku kenal sejak kecil, wajah nya tak beda jauh denganku. Kami sama-sama berdarah campuran, dia teman masa kecilku selama di Perancis. Dia secara terang-terangan menyatakan perasaan nya padaku. Tapi aku juga terang-terangan menolaknya, aku hanya menganggapnya sebagai adikku.
Setidaknya sampai saat ini, tidak tahu kalau nanti. Saat aku menyerah pada perasaanku terhadap Azza, tentu aku membutuhkan pelampiasan saat ingin melupakannya, kan?
"Gracia kamu disini" Tanyaku sembari melepaskan pelukan erat gadis itu. Dia tidak pernah berubah, masih saja manja dan begitu menempel seperti seekor tokek terhadapku.
Gracia cemberut, menatapku dengan tatapan tidak suka "I hate you! You never call me or text me" Ucapnya seperti seorang anak kecil, hal itu tentu saja membuatku gemas sendiri melihatnya, kucubit pipinya yang sedikit chubby tapi tidak se-chubby Azza.
"Astagfirullahaladzim" Aku beristighfar setelah mengingat Azza, aku harus menjaga hatiku untuk dirinya seorang. Meski tak tahu pada siapa hatinya tertambat.
"Kenapa Al?" Tanya Gracia bingung. Dia bisa berbicara bahasa Indonesia sejak 1 tahun yang lalu. Tahun lalu dia mengambil kelas Bahasa, katanya supaya dia bisa berkomunikasi denganku.
Aku mundur menjauh dari tubuhnya "Ngga papa... jangan deket-deket! Jaga jarak 3 meter"
Gracia mengerutkan dahinya "Seperti aku ini mobil saja, memang alasannya apa?" Maklumkan bahasa Indonesia Gracia yang masih kaku, dia belajar melalui kamus dan terjemahan setelah tidak bersekolah bahasa lagi.
"Gue punya seseorang yang gue suka di Indonesia" Ucapku memperingati.
"Aku tidak perduli!" Aku juga tidak perduli dengannya, jadi kutinggalkan saja dia. Lebih baik tidur daripada berurusan dengan nya. Dia belum kubutuhkan, hatiku belum lelah mengejar dan memperjuangkan gadisku.
"Dia lagi ngapain yah?" Gumamku sebelum aku tertidur, berharap berjumpa dengannya di alam mimpi.
***
Ting!
Suara notifikasi ponsel mambangunkan tidurku, sebenarnya memang sudah saatnya aku bangun.
Kuambil ponselku yang kuletakan diatas nakas tempat tidurku. Kubuka notifikasi dari instagram milikku. Aku terkejut melihat Tulisan 'AzzaleaAnhakar menyukai postingan anda' dengan segera aku klik profil akun instagram itu. Aku melihat semua unggahan fotonya, dalam beberapa detik muncul unggahan foto baru dari akun instagram yang kuyakini milik Azza.
Tanganku mengepal seketika, aku melihat foto Azza bersama seorang laki-laki yang tidak asing di mataku. Dia ketua Osis, yang terkenal karena pesonanya dan juga sifat sopan santun nya. Tapi jelas masih lebih tampan diriku, bagiku dia terlalu culun .Terlalu patuh terhadap peraturan.
Aku memutar otakku, mencari cara agar mereka tidak seenaknya memasang foto mereka berdua, sebenarnya ada sahabat Azza dalam foto itu. Tapi tetap saja aku kesal, kenapa mereka berdua harus sedikit berdekatan?
Tiba-tiba satu ide terlintas dalam fikiranku, Dengan segera aku membuat akun palsu dengan nama 'Azvaro_lovers' aku tidak perduli betapa Hiperbola (berlebihan) nya nama itu.
Setelah akun itu berhasil kubuat, aku langsung mencari akun Azza dan mengomentari foto yang 10 menit lalu baru Azza unggah. Aku memberikan komentar yang menyatakan bahwa Azza lebih cocok dengan laki-laki yang suka mengantarnya pulang. Aku terkekeh geli, setelah memuji diriku sendiri.
Tapi sayang sekali, ketika keadaan panas karena ada para dedemit (dede genit) pemujaku dan karena si Alka ketua osis itu ikut berkomentar, Azza langsung mematikan kolom komentar. Hal itu tentu saja membuatku kesal bukan main.
Aku akhirnya memutuskan untuk kembali membuka akun asliku, aku blokir akun Azza supaya dia tidak bisa melihat postinganku.
Aku buka galeri fotoku, kupilih salah satu foto candid Azza yang sengaja aku potret diam-diam. Aku pilih saat dia sedang menbaca buku di dalam kamarnya yang ku foto dari pintu yang sedikit terbuka. Aku beri caption pada postinganku 'Aku sedang tidak percaya diri #Dilan'
Tak perlu menunggu lama, notifikasiku mulai berbunyi seperti sebuah lagu karena notifikasi yang tak terputus. Tentu saja banyak like dan komentar, pengikut instagramku hampir 200 ribu.
"Gue mah pasti selangkah lebih maju dibanding sebongkah upil" Ucapku sembari melihat-lihat postingan Alka di instagram.
"Cih! Pencitraan semua" Ucapku setelah membaca setiap caption yang Alka Al Kahfi buat.
Ting!
Sekarang notifikasi aplikasi WhatsApp ku yang berbunyi.
Aku buka aplikasi pesan itu, dan kudapati sebuah nomer baru muncul di paling atas. Kubaca pesan itu yang berbunyi, eh terbaca maksudku
"Varo apa-apaan kamu posting foto saya, fans kamu neror saya nih"
Aku tersenyum senang, ternyata gadisku yang mengirim pesan. Sengaja tidak kubalas karena aku tidak ingin berbicara dengannya dulu. Setidaknya dari pesan yang kubaca, dapat dipastikan dia dalam keadaan baik-baik saja.
Kusimpan nomernya dengan nama 'MyGirl' sebuah nama klasik untuk menandai kepemilikanku.
Aku lanjutkan tidurku, disini memang sudah malam. Entah jam berapa di Indonesia, dan entah bagaimana Azza mengetahui tentang postinganku.
***
Tok tok tok!!
"Al bangun sayang"
Sayup-sayup kudengar suara ketukan pintu dan teriakan dari mamiku, tumben sekali dia memanggilku sayang.
Tapi tak berapa lama suara itu menghilang bersamaan dengan suara derap langkah kaki yang perlahan menjauh. Mungkin mami sudah menyerah
Ku tutup lagi mataku. Ku istirahatkan otak cerdasku, agar tak selalu berprasangka.
Ceklek!
Mataku terbuka sekejap, terkejut karena suara pintu terbuka. Namun, aku memilih untuk menutup mataku lagi. Berharap dapat melanjutkan mimpi indahku tentang Azza.
Kurasakan tubuhku merinding. Seseorang tengah mengelus tubuhku, dari dada dan berhenti di perutku.
Kuputuskan untuk tidak membuka mataku, aku ingin tahu apa yang selanjutnya orang itu lakukan padaku.
Kembali kurasakan orang tersebut menyentuh tubuhku, kali ini dia berusaha membuka kancing baju tidurku. Ku tahan tangannya saat dia hendak membuka kancing teratas.
Aku yakin dia terkejut, karena tangannya terasa menegang di genggamanku. Aku membuka mataku secara perlahan, kutatap orang yang sudah lancang tersebut, setelah itu kuhempaskan tangan nya dengan kasar.
"Lo gila Gracia!! nyentuh gue sembarangan" Sentakku pada gadis tak tahu malu itu. Aku langsung terduduk dan membenahi pakaianku.
Gadis itu tersenyum miring "Kali ini aku tidak akan membiarkan kamu meninggalkan aku Al".
Aku mengernyitkan dahiku "Lo mau ngapain gue, tadi?"
Dia menangis tersedu-sedu, tak ada lagi tatapan menggoda darinya. Dia terlihat seperti anak kecil yang menangis karena menginginkan balon.
Setelah dia puas menangis, dia mengelap air mata dipipinya.
Dia menatapku, aku menatapnya juga dengan serius. Ketegangan melanda diriku. "Ayo kita bereproduksi Al" Ucapnya dengan keyakinan.
Aku ingin marah, tapi aku lebih ingin tertawa. Apa-apaan bahasa Indonesia nya itu?
"Bwahahaha" Aku tak bisa menahan tawaku, aku sempat tegang tadi karena dia diam sejenak. Tapi ketika mengeluarkan suara, malah kosakata aneh yang keluar.
Aku berdehem menetralkan suara serta wajahku, sakit perut aku dibuatnya. Ekspresi dan kata-katanya masih saja terngiang dalam ingatanku, yang membuatku terus saja tertawa.
"Kamu mau Al?" Tanyanya menawarkan diri.
Kupegang kedua bahunya, membuat dia menatapku bingung.
"Gracia, kita berteman sejak kecil. Gue ngga mau karena fikiran lo yang melenceng itu membuat gue merubah pandangan gue tentang lo...Jujur gue sayang sama lo, tapi sebagai adik gue ngga lebih dari itu". Ucapku sembari mengacak rambutnya yang sudah tersusun rapih seperti pelabuhan Sidney. Aku bingung, usianya tak jauh beda denganku. Tapi penampilannya seperti seusia mamiku.
Aku bangun hendak pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, sepertinya sebentar lagi pagi terlihat dari kaca jendela kamarku yang menjulang tinggi dan besar.
"Bagaimana jikalau Bella kembali?".
Aku menghentikan langkahku, bukan karena bahasa Indonesia Gracia yang baku. Tapi karena seseorang yang dia sebutkan tadi.
"Emang ada kabar dari dia?" Tanyaku, tanpa menoleh kearahnya.
Gracia tertawa hambar "Sudah Kuduga bahwa kamu tidak akan mengabaikan dia demi gadis lokal itu"
Aku menoleh kearahnya "keluar dari kamar gue!" Titahku dengan sedikit meninggikan suaraku.
"Dia memang berencana kembali, nantikan saja" Ucap Gracia sebelum menghilang di balik pintu kamarku yang kemudian tertutup.
Aku menghela nafas, kemudian melanjutkan langkah kakiku menuju kamar mandi untuk mandi dan berwudhu.
Selesai shalat subuh aku terduduk melamun di pinggir ranjang, kenanganku bersama gadis bernama Arrabella Graceva Irish teputar manis dalam ingatanku. Kenangan itu sempat ku kubur dalam-dalam, namun setelah nama itu diucapkan kembali. Kenangan itu mulai berkumpul seperti sebuah mozaik yang perlahan menyusun sebuah gambar.
Aku memutuskan keluar kamar, meminta izin pada mamiku untuk pergi ketempat itu. Tempat yang penuh dengan kenangan bersamanya, tempat itu adalah halaman belakang rumah mewah mamiku.
Aku memilih duduk di ayunan kayu itu. Setiap peristiwa yang terjadi dimasa itu, dapat kulihat secara jelas seperti hologram yang menampilkan masa laluku. Bahkan wajah manis gadis Spanyol itu dapat terlihat jelas dimataku.
"Hai, sudah lama ya...Tanpa sadar, gue dengar suara lo" Ucapku sembari mengelus ayunan yang sedang kududuki.
Ayunan itu mengayun dengan kecepatan sedang, udara pun mulai terasa menusuk kulitku.
"Seperti biasanya. Di cuaca dingin seperti ini, selalu sama di bangku ini" Air mataku perlahan menetes, mengingat setiap memoriku bersama gadis Spanyol itu.
Kutatap nanar pohon mangga yang berdiri kokoh dekat ayunan yang kududuki. "Apa lo makan dengan baik, setelah melewati masa itu? Apa lo tidur nyenyak dari sebelumnya?"
Masih saja kutanyakan pertanyaan yang tak bersambut jawaban.
Satu tetes air mata jatuh lagi dari pelupuk mataku, mengingat sosok itu tak ada untuk menjawab segala pertanyaanku.
"Dengan tulus, gue ingin lo dapatkan kebahagiaan yang sepantasnya"
Kini air mata itu mengalir bebas, mengingat kejadian pahit 3 tahun yang lalu. Sebelum aku pindah ke Indonesia.
"Gue merasa tersisihkan, saat seseorang mencintai lo lebih dari gue... Sebelumnya, gue harap bisa bertemu dengan orang itu untuk merebut lo balik. Tapi maaf gue ngga bisa, sebab itu ngga mudah bagi gue "
Ku tundukan kepalaku, berharap menghilangkan bayangan Bella dari fikiranku. Ku coba mengingat wajah Azza.
"Azzalea Tiffany Anhakar" Gumamku berulang kali. Aku tengah berusaha menghilangkan sakitku, dari kejadian saat itu. Namun gagal, wajah Azza dalam fikiranku perlahan mengabur. Aku melupakan wajahnya, yang kuingat hanyalah wajah Bella. Another girl that have a special place in my heart.
Untuk judul tiap bab ini lebih tertata dan gue emang suka cara menulis lo yang semi baku, klo bisa di cerita baru lo tiap bab judul'y kayak gini aja
Comment on chapter First Atom ♡