RING
Demi seteru Vennel dengan geng Atherim yang mengakibatkan perubahan awan secara tidak alami, wilayah delapan ribu kaki di atas Brimingham merahasiakannya dari penglihatan normal, kecuali awan musim seminya. Karenanya geng Atherim belum merasa menang meski sedang mempecundangi Vennel habis-habisan sampai mengambil paksa suatu item dari musuh satu-satunya itu.
“Tidak! Atherim, itu percuma. Dia sudah tahu kalau itu hanya dariku.”
“Siapa yang ingin rongsokan juferan? Setidaknya kau membuat dia senang dengan bahan merdeus, jika kau tidak miskin.”
“Tidak!” hasrat ingin mengejar cincin merahnya tidak cukup kuat menolak bekukan Atherim yang melempar cincinnya ke bawah.
“Lupakan rongsokan itu!” Atherim tidak bermaksud menyisakan hajaran yang tidak sanggup diatasi Vennel. “Lupakan jalan menuju rumah Serenadinne! Lupakan hari ulang tahunnya!” Yang terakhir dia buat vennel terpukul melesat seperti peluru. “Dan lupakan dia!”
Sejauh seperlima mill Vennel melesat sampai dihentikan dekapan mendadak temannya yang kebetulan.
“Kenapa kau bilarkan mereka mempecundangimu, Vennel? Oh, ya. Aku lupa. Aku tidak ingin mengatakan apa pun," katanya dengan kesal.
“Apa kau masih Runate?”
“Ya, setidaknya sampai besok.”
“Syukurlah!” lalu bukannya Vennel melupakan urusan terpentingnya saat itu, “Cincinku!?”
“Kau dibegal?”
“Tidak, si brengsek itu membuangnya ke bawah!”
Vennel berupaya melampaui kecepatan perkiraannya, sampai dia berhenti pada ketinggian sembilan ratus kaki dari permukaan laut atau batas terendah Eavenocea karena buruannya menang cepat.
“Lupakan saja, vennel! Sudah berakhir, kau bisa berikan pada Serenadinne item lain yang pantas disebut hadiah.”
“Tapi aku tidak punya lagi yang semacam itu, Runate.”
“Maafkan aku. Aku juga tidak punya uang atau gem yang bisa kamu pinjam lagi. Tapi aku peringatkan satu hal. Berbaliklah, jangan biarkan pikiran bodohmu menambah masalah baru yang lebih besar sebelum banyak masalahmu yang lain selesai!”
“Tapi aku sudah janji. Jangan sampai dia kecewa padaku, dan jangan sampai si brengsek itu semakin merendahkanku.”
“Tidak, Vennel! Aku bilang tidak!” Runate pikir tangannya sudah diolesi lem yang kuat memaksa Vennel berbalik ke atas dengan dengannya. “Apa yang di bawahmu lebih buruk dari semua nasib menyedihkanmu. Apa masalahnya orang sepertimu tidak bisa menepati janji karena keadaan? Bukankah Vennel yang kukenal memang orang seperti itu?” Seolah perkataan Runate bukan untuk Vennel. “Oo… !? Sudahlah, kalau aku dapat masalah karenanya, aku sudah siapkan ID ter-update.”
Sepertinya Vennel memasang equipment yang dia pikir berguna untuk mata kiri sebelum sampai lebih rendah dari ketinggian tujuh ratus kaki yang menyebabkan pertambahan massa jenis tubuh phorxetronnya sampai level materialisasi, sehingga berkas warna yang biasa mengikuti arah terbangnya menghilang. Glitter dan beberapa bagian motif tubuh glossy-nya telah padat seperti tato.
*
Joseph Chamberlain Memorial, menara jam di Birmingham University menunjuk waktu 01:20 p.m di bawah sinar mentari musim semi. Seorang mahasiswi -kelihatannya, tentu saja- berkalung kartu status program studi sekaligus identitas diri dengan nama Ester Karina, gadis yang tidak terlihat berparas Angle, Sakson atau Jutlandia. Delapan puluh persen parasnya khas Asia tenggara. Dia berjalan ke arah lewat taman halaman depan kampus yang saat itu agak sepi. Sampai dekat dengan salah satu bangku kayu bercat kuning pasir sebelah lampu taman yang padam, dia satu-satunya yang segaris dengan jatuhnya kelebat vertikal melewati pandangannya ke bawah.
Tanpa dengan bunyi apa pun saat jatuh dan berguling di dasar, Ester ambil. Jemari Ester memeriksa, mendapati sebuah cincin dengan pola, motif, rasa sentuhan, jenis bahan dan jenis warna merah yang mengagumkan! Menurutnya tidak ada sebab apa pun dari arah jatuhnya cincin itu, tidak pesawat, tidak helikopter, tidak juga drone, apalagi keisengan orang sekitar. Bahkan halaman itu masih sepi untuknya, sedangkan beberapa orang lain masih jauh. Lagipula Ester merasa cincin itu sangat cocok untuk jari manisnya yang mana saja.
Dia anggap itu keberuntungan dari langit yang sedang dia lihat menjadi sangat berbeda dari penglihatan tengadah pertama sebelum dipakainya cincin itu. Ester ternganga keheranan, seperti menyaksikan apa yang belum pernah dia tahu sebelumnya. Tidak satu pun kalimat dari segenap pengetahuan versi kuliah menenangkan akal sehatnya, tidak dapat membuat pengertian apa pun terhadap keberadaan asing dengan latar belakang dan dasar kultur kemilau seperti perkotaan yang tidak padat di antara wilayah awan.
Kemana pun Ester pergi dan sampai tidak terhitung lagi percobaan lepas-pasang cincinnya itu, harus dia akui hipotesisnya menjadi dasar analisis. Setelahnya Ester mulai tenang dan mencoba terbiasa. Lagipula dia terlalu sayang membuang cincinnya.
*
Pemandangan di antara awan itu juga tidak membosankan, bagus sebagai latar luar jendela kamarnya di lantai dua. Tampaknya Ester melihat keanehan berikutnya. Dia yakin tidak ada jenis burung sebesar dan seperti yang lewat barusan ke arah samping rumahnya, dan mau apa melintas lewat penglihatannya sedekat itu. Ester kalah cepat mengikuti bekas penerbangannya.
“Sebenarnya apa yang kau tunjukkan padaku barusan?” Cincinnya juga tidak memberi tahu.
“Mencariku?”
Keanehan yang tadi menunjukkan keasliannya. Jelas tidak ada hubungannya dengan jenis burung, maksudnya selain sayap elang laki-laki yang punya motif kebiruan pada pipi kiri di bawah visor sebelah matanya, yang punya rambut mode rebounding warna silver dengan panjang dan pola sedikit mirip rambut Ester yang hitam. Teriakan histeris Ester membuatnya sendiri mundur secara bawah sadar sampai tersungkur ke belakang.
“Jangan takut! Tenanglah, jangan takut! Tenangkan dirimu, okey!”
Ester sangat gugup. “Kau siapa?”
“Aku Vennelius. Ee… bangunlah! Kita mengobrol sebentar, mengobrol biasa, okey!” Caranya santai berhasil membuat Ester percaya kalau dia tidak berniat jahat.
Ester bangun lalu kembali ke posisi yang tadi. “Apa maumu dan kau siapa?”
“Emm, berjanjilah kalau ini rahasia kita. Aa… aku Vennelius, panggil saja Vennel. Dengar, aku datang jauh-jauh dari ketinggian awan mencari cincinku yang jatuh. Aku mengerti kalau kau bisa membantuku. Aku ada urusan mendadak dan sangat penting, jadi maaf aku tidak bisa berlama-lama," dengan nada serius mengatakan.
Ester renungkan ucapan makhluk itu, mencoba mengerti garis besarnya, tapi dia malah tergoda pemikiran lain daripada segera memperlancar urusannya. Ester alihkan tangan kiri di balik belakang pinggang.
“Vennel? Kau datang dari ketinggian awan? Apa dari kota yang di sana itu?” sambil Ester menunjuk.
“Aah, ya. Eh!? Aku pikir tidak bisa dilihat manusia! Jadi kau… melihat… -nya?”
“Apa kau pikir seharusnya kau dan kotamu itu tidak terlihat?”
“Aku pikir begitu, selama ini. Ya, tapi tolonglah! Cincinnya! Visorku ini tidak pernah bohong.”
“Hmm, jadi kau sendiri tidak tahu satu hal.” Sebenarnya yang Ester maksud dua hal. “Kau tahu, apa saja yang hilang di bumi tidak bisa ditemukan begitu saja?”
“Hoo, baiklah. Eh, aku tidak bisa mengeluarkan item sekarang, sisa uang dan gemku juga. Ini ambil saja! Kau bisa menemukan barangmu yang hilang, bahkan lebih dari itu jika kau pintar menggunakannya. Sungguh visor ini lebih mahal dari barang kesayanganmu.”
“Apa!?”
“Maksudku, tolong berikan cincinnya padaku! Aku tidak punya waktu banyak," sambil meyakinkan bahwa dirinya tidak lagi butuh visor itu.
“Lalu!?” hati Ester tidak berubah, dan mencoba visor sebelah mata itu.
“Tolonglah! Kau pasti punya banyak barang lebih berharga daripada cincinku yang kau curi.”
“Aku mencuri!? Aku menemukannya, lagipula kau tidak punya bukti kalau cincin itu milikmu.”
“Bukti? Baiklah, bagaimana aku buktikan?”
“Bawa aku ke sana!” tunjuk Ester ke arah asalnya Vennel.
“Kalau itu tidak mungkin.”
“Kenapa?”
“Tubuhku akan kembali ke wujud semula. Wujud yang tidak bisa berinteraksi dengan benda bermassa jenis lebih berat daripada embun, begitu juga semua benda jatuh yang asalnya dari sana.”
Ester merasa harus percaya. “Okey, kau ingin membayarnya dengan visor jelek ini, kan? Apa bagusnya benda ini? Gimana cara kerjanya?”
“Titik hijau itu benda yang hilang, jika kau bergerak sampai titik hijau tepat di tengah radar, percayalah benda hilang itu ada di dekatmu. Sederhana, kan?”
“Sederhana, karena itu alat ini tidak benar-benar memberitahu benda yang hilang dengan detil dan teradministrasi.”
“Maksudmu tidak rumit, tentu saja.”
“Kalau begitu, tunggu sebentar!” Ester ambilkan dari kabin apa yang Vennel minta, lalu diberikan.
“Jadi seperti ini?”
“Kenapa?”
“Kupikir cincinku terlalu berubah.”
“Tadi kau bilang benda langit berubah wujud kalau ada di bumi?”
“Iya, tapi… baiklah, terimakasih! Aku harus pergi sekarang. Sampai jumpa…”
“Ester.”
“Sampai jumpa, Ester!”
Lalu Vennel segera melesat lebih cepat dari sebelumnya, tanpa tahu Ester masih mengenakan lagi cincin Vennel yang asli dari saku jeans belakang ke jari manis kiri sehingga kota gaib dilihatnya lagi.
*
Setelahnya, waktu malam Ester menjadi biasa saja sampai istirahat, tapi luar biasa semenjak bangun. Seharusnya dia masih di kamar, bukannya dikurung bersama Vennel yang penampilannya terlihat lebih fantastik di ruang seperti tahanan.
“Hai, Ester!”
“Hah!? Kau!?" terkejut, "Aku di mana? Apa yang terjadi dengaku?” Ester benar-benar bingung.
“Entah, aku pikir kau dalam masalah karena dosamu.”
“Apa?”
“Kau menipuku soal cincin,”
Karena itu Ester tersentak bengong, juga tidak ada lagi cincin di jari manisnya karena sudah ada pada genggaman Vennel. Malah ada seperti jam yang terlalu besar menempel di pergelangan tangan kanannya.
“Kau tidak mengira akan begini jadinya? Begitulah!”
“Vennel, maafkan aku! Ehm, apa yang terjadi denganku? Kenapa kau bersamaku?”
“Mungkin karena kau mempersulit urusanku di bawah. Semoga masalahmu tidak begitu besar.”
Sebenarnya dari melihat penampilan Vennel saat itu Ester setengah percaya. “Maksudmu!?”
“Kita ada di ruang tunggu, dalam versi ruang tahanan.”
“Katakan, sebenarnya aku di mana? Apanya yang ditunggu?”
“Seandainya kita di luar supaya kau melihat awan dari dekat, atau kau mau memakannya aku tidak peduli. Kalau kau mau tahu lagi, lihat changer di pergelangan tanganmu. Karena itu kau bisa berbuat seperti di rumah. Kita sedang ditunggu di pengadilan terbuka Eavenocea.”
“Pengadilan?"
Waktunya ruangan mereka berdua dibuka oleh dua petugas yang sebangsa dengan Vennel, mengarak mereka berdua menuju suatu balai terbuka.
Ester melihat dirinya sendiri sebagaimana dilihat orang-orang dengan rupa dan gaya fantastik tanpa sayap yang mengisi tribun sampai penuh, juga seorang pria berjubah agung di tribun yang kelasnya berbeda, yang duduk lebih rendah dari satu orang beraura paling unggul.
“Vennel, aku semakin tidak mengerti. Aku merasa menjadi kriminal.”
“Ikuti saja prosesnya, kau akan mengerti.”
“Atau jangan-jangan kau yang sebenarnya kriminal jadi aku terlibat,” tanya Ester curiga.
Vennel juga melihat seorang teman yang bernasib sama dengannya.
“Hai, Runate! Apa yang kau lakukan?”
“Seperti yang kau lihat. Maaf, tapi aku Euggane. Karenamu aku dapat masalah. Cukup, aku tidak ingin bicara lagi!”
“Siapa dia, Vennel?”
“Temanku yang tidak betah dengan ID permanen. Jangan diingat namanya!”
Kemudian Ester mulai paham setelah Hakim Epsilon menerangkan permasalahan, terutama mengenai dasar-dasar penting Eavenocea.
“Dengar manusia! Sudah lama sejak perang langit dan bumi kedua lima ribu tahun lalu, bangsa Archairuve sepakat untuk tidak pernah turun lebih dendah dari tujuh ribu kaki. Bangsa kami dan bangsamu sudah memutus hubungan sejak lama. Jadi maaf kalau silaturahmi ini tidak menyenangkan,” jelas Hakim Epsilon.
Setelahnya tidak satu pun alasan juga pembelaan untuk Vennel dan Ester cukup kuat dianggap amnesti. Hanya Euggane yang selamat dan boleh langsung meninggalkan balai. Karena masalah ini termasuk kasus level fatal dan ancaman, keputusan tertinggi dipegang pihak kerajaan.
Puteri Chernelishmor bangkit, "Demi kedamaian, demi archairuv dan manusia, dan demi Eavenocea. Dengan ‘Hexagonal Holidecide'’ aku menghakimi mereka berdua!”
Diameter hexagonal itu yang tidak membiarkan Vennel dan Ester melangkah di luar jangkauan dua garis terluar, sedangkan hexagonal kedua muncul di atas mereka dalam bentuk portal.
“Ester tidak bisa mengatakan hal lain, “Vennel!?”
“Sial! Dia pikir kami begitu jahat sampai dihukum mati!”
Vennel tidak bisa berusaha lebih untuk menjawab segala tanya dari kepanikan Ester. Sisa kesanggupan Vennel hanya dekapan yang dia pikir cukup untuk menenangkan guncangan emosional Ester selain melindungi nyawa. Cernelishmor menentukan jenis hukuman dari membuka gerbang hexagonal atas, “Edensword of Cherubim!”
Dari atas Vennel dan Ester turun serbuan beribu pedang menghujani, yang bersinar seputih matahari siang dan kilatan emas sangat terang ketika menghujam platform. Sampai serbuan hujan pedang berhenti dan tidak ada lagi sinar maupun kilatan, kemudian kedua hexagonal menghilang bersamaan, hanya ada Vennel seorang di platform balai selain sebuah changer rusak. Orang-orang melihat Vennel bergerak dan mengamati sekeliling. Jelas semua tercengang, terutama Pangeran Ascentra, tapi Puteri Cernelishmor tidak.
“Aku baru lihat yang seperti ini! Bagaimana bisa, Tuan Puteri Cernelishmor?” tanya Hakim Epsilon.
“Vennel tidak bersalah. Begitulah cara kerja Hexagonal Holidecide.”
Tapi kesimpulan Vennel tidak sepenuhnya begitu. Dia ingat yang tadi dilakukan saat terakhir, Vennel merusak changer dari pergelangan tangan Ester supaya dia tidak ikut mati secara hina bersamanya, tapi berisiko jatuh ke bumi karena kehilangan interaksi dengan benda phorxetron sehingga besar kemungkinan sampai jatuh ke bumi akan mati juga. Tapi menurut kemungkinan kecil Vennel berupaya saat itu. Dia sendirilah kemungkinan kecil itu tanpa peduli kelanjutan urusannya di balai sehingga Vennel ambil waktu bertindak untuk Ester.
Vennel temukan Ester melayang jatuh dengan memberi uluran tangan yang ingin dia gapai. Vennel mempercepat laju terbang ke bawah. Dengan membuka genggaman, tanpa sadar cincin merah yang dia bawa terlepas di antara dua uluran tangan.
Jogjakarta, 20 September 2019