Gerimis kecil-kecil sedang turun saat langkah kaki Sofi dan Kevin memasuki Taman Kencana. Sore ini pemandangan dan suasana Taman Kenacana tampak lebih indah dari hari-hari biasanya di mata Sofi. Mungkin karena dia sedang bersama Kevin.
Langkah mereka berdua terhenti di bagian tengah Taman Kencana. Mereka berdiri di bawah pohon besar yang sangat rindang. Tadinya Kevin mengajak Sofi duduk di tanah, tapi Sofi menolak. Dia tak mau kalau roknya kotor karena besok mau dipakai lagi. Jadilah mereka berdiri berhadapan sekarang.
“Jadi kita mau ngapain ke sini?” tanya Sofi. Gadis itu tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
“Nggak ngapa-apa, cuma mau ngobrol-ngobrol aja,” jawab Kevin sambil tersenyum tipis.
“Apaan, sih? Kalo nggak penting aku pulang, nih?” ancam Sofi dengan menahan senyum. Dia berlagak kesal, padahal sebenarnya senang karena bisa menikmati rintik gerimis kecil di tengah taman teduh seperti ini bersama Kevin.
“Penting tahu! Dengerin aku mau ngomong,” kata Kevin sambil menahan lengan Sofi yang tadinya akan berjalan menjauh.
“Ngomong apa?” tanya Sofi ketika dia sudah berdiri menghadap Kevin lagi.
“Kevin mau kamu jadi pacarnya, kalo ditolak kamu harus manjat pohon, kalo diterima ....”
Kevin belum sempat melanjutkan kata-katanya karena Sofi lebih dulu menyahut, “Kayak yang waktu itu,” sambil tertawa kecil.
Kevin mengangguk sambil tersenyum-senyum. “Iya,” katanya lagi, “Kalau diterima ....”
Lagi-lagi kalimat Kevin terputus karena dengan tiba-tiba Sofi berjinjit dan menempelkan bibirnya di pipi Kevin. Sekilas dan cepat. Gadis itu segera menundukkan kepalanya setelah melakukan aksinya itu.
“Oh, sekarang udah mulai berani, ya,” kata Kevin sambil menarik dagu Sofi agar dia bisa melihat wajah gadis itu lagi.
Kevin melihat wajah Sofi sudah memerah seperti tomat ketika gadis itu mendongak. “Harusnya tadi nggak ditempelin doang gitu kali, Sof,” ujarnya sambil terus berjalan maju.
Melihat itu, refleks Sofi berjalan mundur, berusaha menjaga jarak dengan Kevin. Dia semakin mati gaya saat menyadari punggungnya membentur batang pohon. Dia tak bisa menghindar lagi sekarang.
Sofi merasa seperti ada sengatan listrik menjalar ke dadanya saat memandang senyum indah Kevin yang sedang berdiri sangat dekat dengannya. Jarak wajah mereka mungkin hanya sekitar sepuluh senti.
Detak jantung Sofi semakin menggelegar liar. Dentumannya seperti terdengar semakin keras saat Kevin semakin mendekatkan wajahnya. Mata indah itu semakin ditatap semakin menghanyutkan. Suhu tubuh Sofi mulai panas-dingin saat melihat Kevin tersenyum sambil menatap matanya dalam. Lututnya terasa begitu lemas seperti tak bertulang dan berotot saat tangan Kevin mulai mengangkat dagunya, membuat jarak wajahnya dengan cowok itu jadi sangat dekat. Tepat saat bibir mereka nyaris bersentuhan, Sofi meletakkan kedua telapak tangannya di dada Kevin, menahan tubuh cowok itu.
“Kenapa?” tanya Kevin setelah tangannya terlepas dari dagu Sofi.
Sofi tak langsung menjawab pertanyaan Kevin. Napasnya memburu. Detak jantungnya tak beraturan. “Aku takut kalau nanti kita sama-sama tidak bisa menguasai diri dan melakukan hal yang melewati batas,” jawab Sofi lirih ketika napasnya kembali normal.
Mendengar itu Kevin tertawa lepas. Baginya jawaban Sofi terdengar lucu. “Kalaupun aku mau mekalukan hal yang di luar batas ke kamu, ya, bukan di sini kali, Sofi, tapi di ruangan tertutup di mana hanya ada aku dan kamu di dalemnya,“ katanya setlah tawanya reda.
Wajah Sofi memerah mendengar kalimat Kevin itu. “Apaan, sih, orang aku serius juga!” protesnya.
Kevin tertawa makin keras. “Iya .. iya,” ujarnya setelah tawanya reda.
Sebelum berjalan kembali untuk menuju mobil, Kevin merangkul Sofi dan mendaratkan kecupan dalam di kening gadis itu. Menanggapi perlakuan Kevin itu, Sofi memejamkan matanya. Bibirnya melengkung membentuk senyum indah yang melukiskan kebahagiaan.
“Bunga lavendel di belakang rumah aku itu aku tanam sendiri,” kata Kevin tiba-tiba ketika mereka berdua telah berada di dalam mobil.
Sofi mengerutkan keningnya, tak menyangka Kevin membuat pengakuan seperti itu. “Buat apa?” tanyanya.
“Supaya bisa inget terus sama bidadari penyelamat kesayangan aku,” bisik Kevin di telinga Sofi. Mendengar jawaban Kevin itu, Sofi tersenyum lebar.
Bagi Sofi Bogor bukan hanya kota sejuk dataran tinggi yang menawarkan keindahan alam semata. Lebih dari itu, Bogor adalah tempat dia menemukan perasaan indah bernama cinta.
Seperti kata ich liebe dich yang akan terungkap saat hati telah mantap dan yakin dengan apa yang dirasakannya, segala sesuatu itu ada saat tertepatnya untuk terjadi. Ada saat tertepatnya untuk datang. Begitu pun dengan segala kebahagiaan dalam hidup. Tuhan telah menggantikan segala kepedihan yang ada dalam hidup Kevin dengan segala kebahagiaan yang disusun rapi dan dikirimkan di waktu yang tepat. Kevin mengerti itu sekarang.
si Kevin ni badboy ya sampe dikejar-kejar orang gitu. BTW arti dari judulnya apa?
Comment on chapter Prologberkunjung balikke ceritaku ya.